Situ Gunung adalah sebuah situ yang dingin, tenang, dan indah di kaki Gunung Gede. Situ ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gede Pangrango. Taman Nasional ini ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 1980, dan merupakan salah satu dari 50 taman nasional yang ada di Indonesia. Taman Nasional Gede Pangrango yang memiliki luas 21,9 hektar ini dikelola oleh Departemen Kehutanan. Kawasan hutan dan pegunungan yang meliputi tiga kabupaten ini: Bogor, Sukabumi dan Cianjur, dilingkupi oleh hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati baik satwa maupun tumbuhan, dimana terdapat elang jawa, surili, lutung dan owa jawa yang statusnya dinyatakan terancam dan hampir punah. Sedangkan Gunung Gede dan Pangrango adalah gunung di Jawa Barat yang termasuk paling banyak diminati untuk didaki. Mungkin karena dekat dari kota Jakarta dan Bandung, dengan jalur dan ketinggian yang menantang bagi para pencinta olahraga mendaki.  Gunung Gede dan Gunung Pangrango itu sendiri adalah gunung jenis stratovulcano, dengan ciri khasnya yaitu berbentuk mengerucut terdiri dari lava dan abu yang mengeras. Tinggi Gunung Gede 2.958 meter dengan suhu udara secara umum adalah 23 derajat Celcius sampai dengan 19 derajat celcius berdasarkan hasil pengamatan dari pos pengamatan  Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Pos Pengamatan Gunung api Gede. Walaupun kegiatan gunung berapi berupa gempa tektonik dan vulkanik tercatat beberapa kali dalam bulan-bulan ini, status gunung Gede dinyatakan normal. Gunung Gede terletak bersebelahan dengan Gunung Pangrango, yang memiliki puncak 3.019 meter,  puncaknya disebut sebagai puncak Mandalawangi. Gunung Pangrango adalah gunung kedua tertinggi di Jawa Barat setelah Gunung Ciremai. Dari puncak Gunung Gede dapat dinikmati panorama indah, pemandangan tiga kota Sukabumi, Bogor, dan Cianjur tampak jelas terhampar .  Panorama indah matahari terbit dan terbenam adalah yang sering dijadikan tujuan oleh para pendaki Gunung Gede.  Di daerah puncak Gunung Gede pada ketinggian 2.958 meter terdapat tiga kawah yang masih aktif, yaitu Kawah Ratu, Kawah Wadon dan Kawah Lanang. Lalu di ketinggian 2.750 meter terdapat dataran luas yang tertutupi oleh hamparan bunga Edelweiss, yang disebut sebagai Alun-alun Suryakencana. Nama alun-alun ini memang berkaitan dengan legenda Gunung Gede. Eyang Suryakencana adalah Prabu Ragamulya, raja Pajajaran terakhir. Dikenal juga sebagai Prabu Siliwangi, karena nama Siliwangi adalah gelar untuk raja-raja Pajajaran. Eyang Suryakencana menurut legenda masyarakat Cianjur setelah perebutan kekuasaan dan kerajaan Pajajaran sirna di abad ke 16 Masehi, lalu bersemayam di Gunung Gede, dan menjadi penguasa sakti akan kerajaan jin yang ada disana. Eyang Suryakencana dipercaya menjaga agar Gunung Gede tidak meletus, demikian menurut cerita legenda masyarakat sekitar Gunung Gede. Sampai saat ini masih banyak orang datang untuk melakukan ritual upacara ataupun bertapa di gua-gua yang ada di Gunung Gede. Mengenai Gunung Gede dan Gunung Pangrango ini tercatat dalam syair lagu Sunda guguritan baheula sebagai berikut: Gunung Gede siga nu nande, nandean ka badan abdi Gunung Pangrango ngadago, ngadagoan abdi wangsul nya wangsul ti pangumbaraan, kebo mulih pakandangan nya mulang labuh ka puhu, pulangkeun ka Pajajaran artinya adalah kurang lebih sebagai berikut: Gunung Gede seperti mewadahi, mewadahi tubuh ini Gunung Pangrango menanti, menanti aku kembali (yaitu) menanti kembali dari pengembaraan, kerbau selalu pulang ke kandangnya ya pulang kembali ke asal, kembali ke Pajajaran Selain guguritan di atas, syair dan kawih mengenai keindahan tentang gunung dan kerinduan akan gunung tersebut, banyak diciptakan oleh para seniman Sunda sejak dahulu. Membuktikan bahwa keberadaan gunung selain dipuji karena keindahannya juga sebagai sumber kehidupan masyarakat dan selalu menjadi 'rumah' yang dirindukan. [caption id="attachment_197103" align="aligncenter" width="300" caption="Tenda Isi 8 orang. Dok Pribadi"]
[/caption]
Banyak orang yang ingin berwisata dan berkemah di gunung, namun tidak semua ingin mendaki. Ada juga yang menginginkan tempat yang nyaman dan aman untuk berkemah dan beraktivitas luar ruang. Â Nah, bagi para orangtua yang ingin mengajak anaknya berwisata sekaligus mengenal alam, Situ Gunung di Taman Nasional Gede Pangrango ini adalah pilihan yang tepat. Tanakita tak jauh dari Situ Gunung adalah tempat kemping yang dikelola secara profesional. Letaknya di desa Kadudampit, Cisaat, Sukabumi Jawa Barat. Perjalanan dari Bandung memakan waktu sekitar 4 jam, dan bila dari Jakarta sekitar 3.5 jam. Â Ketinggian Tanakita Five Star Camping Ground adalah sekitar 1100 meter, dan berada persis dekat Taman Nasional Gede Pangrango dan disisi alam pedesaan yang damai. Apabila tidak ingin kemping di alam terbuka, di area Situ Gunung pun tersedia beberapa penginapan atau villa untuk disewa. Namun tak hanya untuk kemping sekeluarga, Tanakita ini banyak dipergunakan bagi perusahaan-perusahaan untuk melakukan outbound training, employee gathering atau sekedar refreshing, atau untuk berbagai kalangan masyarakat siapapun yang ingin menikmati keindahan menginap alam terbuka, merasakan situasi pedesaan, dan berjalan-jalan ke Taman Nasional Gede Pangrango, melihat keindahan Situ Gunung yang tenang dan bening atau berjalan-jalan sampai ke air terjun Curug Sawer, masih di sekitaran daerah tersebut. Bawalah sepatu olahraga, yang jelek saja, jaket, pakaian yang nyaman dan celana kain agar mudah kering. Obat-obatan pribadi juga hendaklah disiapkan untuk berjaga-jaga. [caption id="attachment_197025" align="alignleft" width="300" caption="Bayang Pohon Situ Gunung. Dok Pribadi"]
[/caption] Memasuki kawasan Tanakita, bila menggunakan bis maka akan parkir di tempat yang disediakan tak jauh dari lokasi camping. Kita dapat berjalan kaki melalui jalan yang berbatu-batu dengan pohon di kiri kanan kita, sangat rapat dan hijau, sehingga mengingatkan saya pada jalanan di Hobbiton, di cerita JRR Tolkien yang terkenal -Lord of The Ring, saat hobbit-hobbit tersebut keluar dari desa mereka menuju lembah Rivendell. Banyak pohon Damar disana yang telah ditanam oleh pemerintah kolonial Belanda sekitar 80 tahun yang lalu. Pohon-pohon tersebut tampak menjulang dengan batang yang besar. Damar (agathis dammara) adalah pohon yang diambil getahnya. Getah damar diolah menjadi kopal, bahan dasar pelapis kertas agar tinta tidak menyebar, juga bahan campuran lak dan pernis. Kopal juga merupakan bahan dasar parfum. Nama kopal berarti juga "dupa" atau "setanggi". Beberapa pohon damar besar dijadikan tempat untuk bermain Flying Fox, namun saya perhatikan tempat Flying Fox telah berganti ke pohon lain berbeda dengan tahun lalu saat saya kesini. Menurut Mas Piping dari Rakata Adventure, pengelola Tanakita, penggantian pohon tersebut untuk mengistirahatkan pohon yang dibebani gantungan dan pasak tersebut. "Kasihan pohonnya kalau terus menerus di pohon yang sama" ujarnya. Untuk yang tak biasa berjalan naik turun tanjakan, berjalan kaki ke camping ground bisa bikin nafas lumayan tersengal, namun jalan kaki walaupun melelahkan sangatlah menyenangkan karena sambil menghirup hawa segar pegunungan, dan mata disejukkan oleh hijaunya pepohonan di sekitar kita. Sesampainya di camping ground, pengelola menyuguhi kita dengan air segar dan manis dengan irisan buah pala. Selain kopi dan teh, bajigur dan bandrek, yang merupakan minuman khas Sunda juga disediakan. Menikmati minuman tersebut sangat terasa nikmat sambil melihat ke ufuk yang jauh, pemandangan pedesaaan terhampar sampai dengan batas langit biru menyentuh hijau dan birunya pegunungan di kejauhan. [caption id="attachment_197043" align="alignleft" width="300" caption="Dalam tenda. Source: Dok Pribadi"]
[/caption] Untuk yang tak biasa berkemah, menginap di alam terbuka ada satu dua  hal yang selalu dicemaskan. Toilet dan makanan. Di tempat ini kita tidak perlu mencemaskan hal tersebut. Makanan yang disediakan pengelola lezat dan memenuhi selera. Toiletnya bersih dan bagus, bahkan bisa mandi dengan shower air panas untuk yang ketakutan kedinginan mandi air dingin di gunung. Kemahnya besar dan lapang, lengkap dengan kasur busa, selimut dan bantal. Alasnya ditinggikan sehingga tidak lembab dan menyentuh tanah. Anak saya sangat gembira dan antusias saat berkemah disana. Sangat antusias melihat tenda, melihat alam sekitar, burung-burung yang berkicau, dan bajing yang terlihat melompat-lompat dari satu dahan ke dahan lain. Bahkan saat berjalan-jalan ke pedesaan, satu jam berjalan kaki ternyata tidak melelahkan bagi anak-anak.  Untuk anak-anak, melihat tumpukan kotoran kerbau di jalan setapak pun ternyata menjadi bahan tertawa dan keceriaan yang menyenangkan. Mungkin karena di kota Bandung tidak pernah melihat yang demikian di jalanan. Atraksi lainnya yang dapat dicoba yaitu river tubing dengan ban karet, meluncur di derasnya Sungai Cigunung. [caption id="attachment_196984" align="aligncenter" width="602" caption="Situ Gunung di Pagi hari. Source:
http://www.potlot-adventure.com"]
[/caption] Selain menikmati panorama Situ Gunung,
wisata dapat juga ke pedesaaan berjalan naik turun bukit sekitar 1 jam perjalanan. Untuk acara gathering, penyelenggara bisa mengadakan kunjungan ke pedesaan setempat untuk melihat pembuatan gula merah dari aren, menganyam kerajinan tangan bambu, dan ikut menyerok ikan di kolam penduduk. Khas pegunungan yang subur oleh pelapukan abu vulkanik muntahan gunung berapi, tanah sekitar kaki Gunung Gede ini amat subur. Pesawahan dan perkebunan penduduk tampak menghijau. Air mengalir dimana-mana, mengairi persawahan dan perkebunan penduduk, Â merupakan tanda bahwa gunung dengan lingkupan hutan ini adalah reservoir alam yang luar biasa. Selain berjalan-jalan di lingkungan Taman Nasional Gede Pangrango ini, mengunjungi Curug Sawer juga merupakan kegiatan jalan kaki yang mengasyikan dan lumayan melelahkan, waktu tempuh dari Tanakita sekitar 45 menit dengan jalan setapak yang turun naik bukit. Walau melelahkan, udara yang bersih sangat menyegarkan nafas. Perjalanan naik turun bukit ini melewati beberapa sungai kecil. Airnya sangat jernih dan sedingin es. Lelah berjalan terobati saat melihat Curug Sawer yang indah, sungai mengalir dari curug melalui batu-batu besar. Layaknya tempat wisata yang banyak dikunjungi orang, sekitar curug sawer ini banyak penduduk setempat yang berjualan asongan. Untuk yang senang air, banyak yang langsung menceburkan diri menikmati dinginnya air di Curug Sawer ini. Bagi yang tidak suka berjalan kaki lintas alam, maka banyak tukang ojeg yang menawarkan tumpangan. Namun rutenya berbahaya karena jalannya kecil dan melipir di sisi jurang. Kita tinggal pilih, ingin uji lelah atau uji nyali. Saat malam menjelang udara gunung yang dingin terasa menusuk tulang. Belum lagi angin yang berhembus membawa kelembaban titik-titik hujan walaupun di musim kemarau. Bandrek dan sekoteng adalah pilihan nikmat melewati malam sambil melihat bintang dan kerlap-kerlip lampu di kejauhan. Â Malam yang indah sayang kalau dilewatkan, namun bila ingin bergelung nyaman di dalam tenda dengan kantung tidur itu juga merupakan pilihan yang menggoda. Saat subuh menjelang di sebelah timur nampak surya perlahan-lahan menapaki cakrawala. Luar biasa indahnya melihat pemandangan matahari terbit di alam pegunungan yang luas terhampar ini. Keindahan dan kesuburan alam sekitar Gunung Gede dan Pangrango ini memang menjadi bahan kisah cerita dan syair lagu, namun kadang kita sering lupa bahwa kita berada di zona berbahaya gunung berapi. Gunung Gede yang terakhir meletus tahun 1957 ini masih aktif walaupun pantauan selama ini menyatakan bahwa aktivitas Gunung Gede tersebut adalah aktif yang normal saja, namun periode menengah tanpa meletus selama 50 tahun telah terlewati, tidak ada yang tahu kapan Gunung Gede akan meletus lagi. Kewaspadaan tetaplah harus dijaga, apalagi saat ini sekitar Gunung Gede telah banyak didirikan tempat-tempat wisata, villa, penginapan, dan juga pemukiman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya