Mohon tunggu...
Muhammad Ali
Muhammad Ali Mohon Tunggu... Lainnya - Berdaulat Atas Diri Sendiri

AKU MENULIS, MAKA AKU ADA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Generasi Emas 2045: Menghidupkan Harapan Lewat Pendekatan Filsafat

19 November 2024   11:08 Diperbarui: 19 November 2024   11:12 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Koleksi pribadi — Visi Simbolik Masa Depan Indonesia 

Indonesia tengah menatap masa depan yang ambisius—Indonesia Emas 2045. Sebuah visi dimana negara ini akan mencapai puncak potensinya, didukung oleh generasi muda yang tangguh, kreatif, dan berdaya saing global. Namun, dibalik optimisme ini, berita-berita negatif tentang generasi muda, terutama para pelajar, seringkali membuat kita merenung. Dari kasus siswa melawan guru hingga rendahnya kemampuan literasi dasar, kita mungkin bertanya-tanya: "Apakah generasi ini benar-benar siap untuk memimpin bangsa menuju kejayaan?"

Daripada larut dalam kritik tanpa solusi, bagaimana jika kita mendekati persoalan ini melalui lensa filsafat? Filsafat tidak hanya tentang teori abstrak atau perdebatan rumit, tetapi juga tentang memahami masalah mendalam dan mencari cara untuk memperbaikinya. Dalam artikel ini, mari kita eksplorasi bagaimana pendekatan filsafat dapat membantu membangun generasi muda yang siap mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Mengapa Generasi Muda Penting untuk Masa Depan Indonesia?

Generasi muda adalah pilar utama Indonesia di tahun 2045. Mereka adalah pemimpin, inovator dan penggerak perubahan. Namun, tantangan yang mereka hadapi hari ini tidaklah sederhana. Beberapa masalah mencolok seperti lemahnya budaya belajar, konflik dengan otoritas (seperti guru), hingga kesenjangan pendidikan menjadi gambaran suram yang sering terlihat.

Kita tidak bisa hanya menyalahkan generasi muda tanpa memahami akar masalahnya. Sebaliknya, kita perlu mendukung mereka melalui pendekatan yang lebih mendalam, yaitu membangun pola pikir, moral, dan nilai-nilai mereka sejak dini. Di sinilah filsafat menjadi kunci.

Bagaimana Filsafat Membantu?

Filsafat mengajarkan kita untuk bertanya, berpikir kritis, dan menemukan solusi yang bermakna. Untuk membangun generasi muda, filsafat dapat digunakan dalam berbagai aspek: dari pembentukan karakter hingga penyelesaian konflik sosial. Berikut adalah beberapa pendekatan filsafat yang relevan:

1. Memahami Akar Masalah dengan Filsafat Sosial

Filsafat sosial membantu kita melihat bagaimana struktur masyarakat berkontribusi pada masalah generasi muda. Ketimpangan pendidikan, kurangnya perhatian terhadap guru, dan budaya konsumtif adalah beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku anak muda.

Misalnya, Teori Kritis dari Frankfurt School mengajarkan kita untuk menganalisis bagaimana media dan kapitalisme membentuk pola pikir generasi muda. Budaya instan dan hiburan yang berlebihan sering kali mengalahkan nilai belajar dan refleksi mendalam.

Apa solusinya?

Kita perlu menciptakan ekosistem sosial yang lebih mendukung. Misalnya, memberikan akses pendidikan yang merata, menghidupkan kembali kegiatan komunitas, dan membangun rasa tanggung jawab sosial sejak dini.

2. Menanamkan Moral dengan Etika Aristoteles dan Kant

Banyak kasus siswa yang melawan guru atau kurang menghormati otoritas mencerminkan krisis moral. Dalam filsafat Aristoteles, karakter baik (atau virtue) dibentuk melalui kebiasaan. Sementara itu, Kant mengajarkan pentingnya menjalankan kewajiban moral universal, seperti menghormati orang lain.

Apa solusinya?

Kurikulum berbasis pembentukan karakter dapat diterapkan di sekolah. Program ini tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga mempraktikkan nilai-nilai seperti disiplin, rasa hormat, dan kerja keras. Misalnya, melalui kegiatan pengabdian masyarakat atau proyek bersama yang melibatkan siswa, guru, dan orang tua.

3. Mendorong Rasa Ingin Tahu dengan Filsafat Pendidikan

Banyak anak muda kehilangan semangat belajar karena pendidikan terasa tidak relevan atau membosankan. John Dewey, seorang filsuf pendidikan, percaya bahwa pembelajaran harus praktis dan berbasis pengalaman.

Apa solusinya?

Buat pembelajaran lebih menarik dan relevan dengan kehidupan nyata. Misalnya, ajak siswa berdiskusi tentang isu-isu sehari-hari seperti keadilan, lingkungan, atau media sosial serta gunakan teknologi untuk menghidupkan pengalaman belajar, seperti aplikasi pembelajaran interaktif yang mendukung literasi dasar.

Sumber: Koleksi pribadi — Generasi Muda Indonesia dalam Pendidikan
Sumber: Koleksi pribadi — Generasi Muda Indonesia dalam Pendidikan

4. Menghidupkan Kebersamaan dengan Filsafat Komunitas

Di tengah budaya individualisme, kita perlu mengembalikan nilai-nilai kebersamaan. Filsafat Ubuntu dari Afrika mengajarkan, “I am because we are”. Artinya, identitas kita dibangun melalui hubungan dengan orang lain.

Apa solusinya?

Kembangkan program kerja sama berbasis komunitas, seperti gotong royong, proyek lingkungan, atau kegiatan seni bersama serta hidupkan kembali kegiatan ekstrakurikuler yang menanamkan kerja tim dan solidaritas, seperti pramuka atau kompetisi kreatif.

5. Belajar Berdialog dengan Filsafat Dialogis

Salah satu masalah yang sering muncul adalah kurangnya kemampuan berdialog secara damai. Siswa yang melawan guru, misalnya, sering kali berasal dari rasa frustrasi yang tidak tersampaikan dengan baik. Filsafat dialogis Socrates mengajarkan pentingnya berdiskusi untuk mencari kebenaran, bukan untuk saling menjatuhkan.

Apa solusinya?

Latih siswa dan guru untuk terlibat dalam dialog yang sehat. Buat ruang diskusi reguler di sekolah, di mana siswa bisa berbicara tentang masalah mereka tanpa rasa takut. 

6. Mengatasi Kesenjangan dengan Filsafat Keadilan

Masih banyak siswa di Indonesia yang tidak bisa membaca, menulis, atau berhitung dengan baik karena kesenjangan pendidikan. Dalam filsafat keadilan Rawls, sumber daya harus dialokasikan untuk membantu mereka yang paling membutuhkan.

Apa solusinya?

Prioritaskan pemerataan fasilitas pendidikan di daerah terpencil dan berikan pelatihan tambahan untuk guru agar mereka lebih mampu menangani siswa dengan latar belakang yang beragam. 

Sumber: Koleksi pribadi — Indonesia Futuristik pada tahun 2045 
Sumber: Koleksi pribadi — Indonesia Futuristik pada tahun 2045 

Melangkah Bersama Menuju Indonesia Emas 2045

Generasi muda Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk membawa negara ini menuju kejayaan. Namun, potensi itu hanya bisa diwujudkan jika kita memberikan dukungan yang tepat. Dengan memadukan pendekatan filsafat, kebijakan yang inklusif, dan upaya bersama dari semua pihak, kita bisa membentuk generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga bijaksana, kritis, dan berkarakter.

Indonesia Emas 2045 bukan hanya impian, tetapi tujuan yang dapat dicapai jika kita mulai berinvestasi pada generasi muda hari ini. Jadi, mari kita berhenti meremehkan mereka dan mulai bekerja sama untuk membangun masa depan yang cerah. Seperti kata filsuf besar Socrates, “Pendidikan bukan mengisi wadah kosong, tetapi menyalakan api.” Ayo nyalakan api itu—untuk generasi muda, untuk Indonesia.

Baca juga: Enigma Pikiran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun