Mohon tunggu...
Mira Fitdyati
Mira Fitdyati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Create your own sunshine

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merangkul Keberagaman: Membaca Pesan Tersirat dalam Komunikasi Antarbudaya

30 November 2024   08:18 Diperbarui: 30 November 2024   08:16 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: gramedia.com)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam budaya yang sangat beragam. Untuk itu diperlukan cara untuk memahami dan menghargai satu sama lain dengan orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dalam hal ini, dibutuhkan suatu komunikasi untuk melakukan interaksi satu sama lain yaitu komunikasi antarbudaya. Menurut Liliweri (2011, dalam Yunus dan Irawan (2018)) komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang menekankan komunikasi antarpribadi, yaitu proses penyampaian pesan anatar komunikator dan komunikan dengan kebudayaan yang berbeda.

Keterkaitan antara komunikasi internasional, komunikasi antar etnis, dan komunikasi antar ras dengan komunikasi antar budaya

  • Komunikasi Internasional

Komunikasi Internasional menurut Onong Uchjana Effendy (dalam Julina, 2022) merupakan komunikasi yang dilakukan komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan berbagai kepentingan negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lain dengan tujuan untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan kerja sama, melalui berbagai media komunikasi atau media massa internasional. Contonya berdasarkan laman berita online djkn.kemenkeu.go.id yang dipublikasikan tanggal 21 Februari 2022, di tahun 2022 untuk pertama kalinya Indonesia memegang Presidensi G20. Dalam forum tersebut Indonesia merupakan satu-satunya wakil dari ASEAN, menjadi satu dari sembilan negara berkembang, serta menjadi negara anggota dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan tema besar Presidensi G20 Indonesia 2022 yaitu “Recover Together, Recover Stronger”. Adapun melalui tema tersebut, Indonesia mengajak seluruh negara di dunia untuk saling bahu-membahu, mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Dalam hal ini, Presiden Jokowi menjadi komunikator yang memberikan pesan kepada semua negara untuk menjalin hubungan komunikasi yang harmonis demi mencapai dunia yang damai.

  • Komunikasi Antar Etnis

Komunikasi Antar Etnis menurut Mulyana (2003, dalam Yunus dan Irwan (2018)) merupakan komunikasi antar anggota etnis yang berbeda atau dapat saja komunikasi antar etnis terjadi diantara anggota etnis yang sama, tetapi mempunyai latar belakang budaya yang berbeda atau sub kultur yang berbeda. Adapun kelompok etnis merupakan kelompok orang yang ditandai dengan bahasa dan asal usul yang sama. Komunikasi antar etnis juga merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya, namun komunikasi antarbudaya belum tentu merupakan komunikasi antar etnis. Contohnya, dalam hal bahasa antara etnis Jawa dan Sunda di Indonesia, kata “ngopi” dalam bahasa Jawa artinya “minum kopi”, sedangkan dalam bahasa Sunda “ngopi” bisa juga digunakan untuk menyebut kegiatan berkumpul atau nongkrong bersama teman. Adapun perbedaan makna ini, tanpa disadari dapat menyebabkan kebingungan satu sama lain. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tidak hanya kata-kata yang digunakan, tetapi juga budaya dibalik komunikasi antar etnis tersebut.

  • Komunikasi Antar Ras

Ras merupakan sekelompok orang yang ditandai dengan ciri-ciri biologis yang sama, seperti warna dan bentuk rambut, warna kulit, bentuk hidung, bentuk bibir, warna bola mata, ukuran tubuh, dll. Kemudian, ras juga dapat diartikan sebagai suatu kelas populasi yang berdasarkan kriteria genetic, karena ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh generasi sebelumnya akan menurun melalui proses reproduksi kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian, dapat diartikan bahwasanya komunikasi antar ras merupakan sekelompok orang yang ditandai dengan arti biologis yang sama. Kemudian, bisa juga orang yang berasal dari ras yang berbeda mempunyai kebudayaan yang sama, terutama dalam hal bahasa dan agama. Komunikasi antar ras juga dapat dimasukkan dalam komunikasi antar budaya, karena secara umum ras yang berbeda mempunyai bahasa dan asal usul yang berbeda juga. Komunikasi antar budaya dalam konteks komunikasi antar ras sangat berpotensi terhadap konflik, karena orang yang berbeda ras biasanya mempunyai prasangka-prasangka atau stereotip terhadap orang yang berbeda ras dengannya. Hal ini yang kemudian mempengaruhi orang-orang yang berbeda ras tersebut dalam berkomunikasi. Contohnya, orang kulit hitam diperlakukan berbeda dengan orang kulit putih.

Pada akhirnya, komunikasi antarbudaya sangat diperlukan setiap orang untuk berinteraksi dengan orang lain agar tidak menimbulkan kesalah pahaman berkomunikasi dengan budaya yang berbeda. Sebuah budaya beepengaruh terhadap cara berkomunikasi seseorang. Budaya mempunyai tanggung jawab atas perilaku komunikatif dan makna-makna yang ditujukan setia orang yang berkomunikasi. Sehingga perilaku dan makna-makna yang ditunjukan oleh dua orang yang berbeda budaya akan menimbulkan arti yang berbeda pula.

Stereotipe, prasangka, dan etnosentrisme, menjadi hambatan/penghalang dalam konteks komunikasi antar budaya

  • Stereotipe

Menurut Narwoko & Suyanto Stereotipe merupakan pelabelan terhadap kelompok tertentu yang yang berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat kita pahami bahwasanya stereotipe merupakan gambaran umun yang kita miliki tentang sekelompok orang, terutama mengenai karakteristik psikologis atau kepribadiannya. Contohnya, menganggap bahwa semua orang Cina itu pelit.

  • Prasangka

Menurut Baron & Byrne prasangka (2004) prasangka merupakan sikap negatif terhadap anggota kelompok terntentu. Dalam hal ini, dapat kita ketahui bahwasanya prasangka merupakan penilaian negatif atau ketidaksukaan bahkan kebencian terhadap sebuah kelompok ataupun seseorang yang diwujudkan  melalui sifat yang biasannya terjadi karena ada konflik atau ketidaksukaan. Adapun kaitannya dengan hambatan komunikasi, karena kurangnya pengetahuan atau pemahaman mengenai budaya lain. Contohnya, saat ada orang yang menjauh dan menghindar dari kita, padahal kita tidak mempunyai masalah dengan orang tersebut.

  • Etnosentrisme

Menurut Harris Etnosentrisme merupakan kecenderungan seseorang menganggap kelompoknya lebih baik dibandingkan kelompok yang lain, sehingga hal ini mendorong tindakan-tindakan yang tidak masuk akal, seperti melakukan kekerasan, peperangan, tawuran, dan lain sebagainya. Adapun kaitannya dengan hambatan komunikasi, karena individu atau kelompok tersebut menganggap bahwa kebudayaan miliknya diyakini lebih baik daripada budaya lainnya.

Stereotipe, prasangka, dan etnosentrisme menjadi hambatan dalam komunikasi antarbudaya karena membuat kita sulit mengerti dan memahami orang lain. Stereotipe membatasi bagaimana kita melihat seseorang, prasangka memunculkan penilaian negatif sebelum mengenal baik seseorang, dan etnosentrisme membuat kita merasa budaya sendiri yang paling baik. Oleh sebab itu, hal tersebut membuat kita lebih fokus terhadap perbedaan daripada mencari kesamaan, sehingga kurang adanya rasa empati dan rentan munculnya salah paham.

Suryani (2013) menjelaskan bahwasanya dibutuhkan pengertian atau pemahaman yang luas dalam proses komunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya. Mempelajari budaya orang lain merupakan salah satu cara untuk mewujudkan pemahaman tersebut. Dengan adanya pemahaman antara orang-orang yang berbeda budaya, maka komunikasi akan lebih efektif dan tujuan sebuah proses komunikasi bisa tercapai. Berdasarkan hal tersebut, cara yang akan saya lakukan ketika bertemu dengan orang baru adalah dengan memahami bagaimana latar belakang budayanya. Contohnya, saya orang Medan, kemudian bertemu dengan teman baru orang Yogyakarta. Tentunya pemilihan bahasa dan nada yang saya gunakan untuk berkomunikasi nantinya bisa lebih disesuaikan lagi dengan lawan bicara. Karena orang Medan cenderung terdengar keras dan kasar serta menggunakan nada tinggi seperti orang marah saat berbicara, hal tersebut tentunya sangat berlawanan dengan orang Yogyakarta yang ketika berbicara cenderung lemah lembut dan menggunakan nada yang lebih halus. Oleh sebab itu, sebelum kita bertemu dan berbicara dengan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda dengan kita, alangkah baiknya kita mempelajari latar belakang budaya orang yang akan kita temui. Hal ini sebagai salah satu bentuk menghargai lawan bicara dan untuk mewujudkan komunikasi yang efektif. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwasanya komunikasi dikatakan efektif apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dipahami dan dimengerti dengan baik oleh komunikan.

Berkomunikasi dengan orang yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda tentunya menjadi tantangan tersendiri untuk saya. Dimana dalam berkomunikasi diperlukan pemahaman mengenai bagaimana latar belakang lawan bicara. Sebagai mahasiswa semester tiga, saya merantau di Yogyakarta kurang lebih selama 1 tahun, banyak hal baru yang saya temui. Salah satunya saat berkomunikasi dengan orang asli Yogyakarta, sering saya temui orang asli Yogyakarta menambah kata “po” diakhir kalimat. Contohnya, “kamu tadi baru dari perpustakaan po?”. Sedangkan sebelumnya saya memaknai kata “po” merupakan salah satu tokoh fiktif kartun teletubbies. Tetapi, saat sudah berada di Yogyakarta saya mengetahui bahwa kata “po” itu merupakan kependekan dari “opo” yang berarti “apa” Biasanya digunakan pada kalimat seperti, “Hooh po? Iyo po” yang artinya “Iya apa”. Dengan adanya ciri khas tersebut tentunya menambah pengetahuan saya mengenai makna kata baru. Untuk itu sebagai pendatang, saya harus belajar memahami dan mengerti kosakata baru saat berkomunikasi dengan teman-teman asli Yogyakarta. Sehingga ketika berkomunikasi dengan mereka, pesan yang disampaikan dapat saya pahami dengan baik.

Seandainya saya menjadi seorang jurnalis, pengaruh mata kuliah komunikasi antarbudaya dengan profesi saya sebagai jurnalis tentunya sangat dibutuhkan. Dimana sebagai seorang jurnalis saya akan bertemu dengan banyak orang dari latar belakang budaya yang berbeda-beda. Mata kuliah komunikasi antarbudaya membantu saya memahami dan menghormati perbedaan baik tradisi maupun sudut pandang, sehingga saya bisa lebih menghargai narasumber saat melakukan wawancara. Kemudian, mata kuliah ini juga sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan munculnya stereotipe yang dapat menghambat komunikasi dengan narasumber. Dengan adanya hal tersebut, diharapkan dapat membangun komunikasi yang efektif, dimana pesan yang saya sampaikan sebagai seorang jurnalis dapat dipahami dan dimengerti dengan baik oleh narasumber nantinya.

Referensi

Gumilang, M. R. (2022, Februari 21). Manfaat Presidensi G-20 Bagi Indonesia. Retrieved from djkn.kemenkeu.go.id: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-jakarta3/baca-artikel/14750/Manfaat-Presidensi-G20-Bagi-Indonesia.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun