Kesepian di kalangan remaja semakin menjadi perhatian global, termasuk di Indonesia. Meskipun remaja saat ini memiliki akses luas ke media sosial dan teknologi, perasaan terisolasi tetap tinggi. Apabila kejadian ini tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat berpengaruh buruk terhadap remaja tersebut. Riset yang dilakukan di Birmingham, Inggris pada tahun 2023 menemukan bahwa remaja dengan rasa kesepian yang parah dapat menimbulkan masalah perkembangan sosial dan emosionalnya. Contoh implikasi dari hal ini seperti penyakit mental, percobaan bunuh diri, masalah kesehatan fisik, masalah psikososial, seperti rendahnya harga diri dan keterampilan sosial, serta terdapat bukti kuat bahwa kesepian meningkatkan risiko kematian. Data Global School-based Student Health Survey (GSHS) Indonesia (2015) mengungkapkan bahwa peran pola asuh orang tua sangat mempengaruhi bagaimana remaja menghadapi rasa kesepian, terutama di lingkungan sekolah.
Kesepian pada remaja Indonesia, terutama di Pulau Jawa, juga menjadi masalah yang mencolok. Data GSHS Indonesia Tahun 2015 menunjukkan bahwa sekitar 6,2% pelajar SMP dan SMA merasa kesepian hampir setiap waktu. Angka ini mencerminkan kecenderungan yang lebih luas terkait masalah kesehatan mental di kalangan remaja, yang juga diungkapkan dalam laporan World Health Organization (WHO). Kesepian tidak hanya berisiko terhadap kesehatan fisik dan mental remaja, tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional mereka.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesepian remaja adalah perbedaan pada pola asuh orang tua. Penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang aktif terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka dapat mengurangi rasa kesepian yang dialami remaja. Misalnya, remaja yang orang tuanya secara rutin memastikan bahwa tugas sekolah mereka selesai, memiliki risiko kesepian yang lebih rendah. Selain itu, anak-anak yang merasa orang tua mereka memahami kekhawatiran dan masalah yang dihadapi cenderung lebih stabil secara emosional. Namun, di sisi lain, pengawasan yang berlebihan atau terlalu ketat dapat memiliki dampak negatif. Remaja yang merasa bahwa orang tua mereka sering memeriksa barang pribadi tanpa izin atau terlalu mengontrol aspek kehidupan mereka menjadi merasa kurang dihargai dan justru berpotensi memperburuk rasa kesepian.
Selain pola asuh orang tua, keterbatasan interaksi dalam keluarga juga menjadi penyebab utama kesepian di kalangan remaja. Banyak remaja yang melaporkan bahwa orang tua mereka hanya terlibat dalam kegiatan sehari-hari mereka secara terbatas. Kurangnya komunikasi yang mendalam dan perhatian yang lebih sedikit terhadap perasaan anak bisa meningkatkan rasa kesepian. Hal ini menciptakan jarak emosional antara orang tua dan anak, yang mempengaruhi kesejahteraan mental remaja.
Apa yang dapat dilakukan orang tua?
Orang tua memiliki peran penting dalam mengurangi kesepian anak. Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak-anak merasa lebih terhubung dan dihargai antara lain:
Meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita anak. Hal ini memberi anak kesempatan untuk mengungkapkan perasaan mereka tanpa takut dihakimi atau diabaikan.
Bertanya secara terbuka tentang kekhawatiran atau tantangan yang dihadapi anak. Pertanyaan yang terbuka dan penuh perhatian dapat membantu anak merasa didengar dan dipahami.
Memberikan perhatian kepada anak tanpa terkesan mengontrol. Orang tua dapat memberikan perhatian kepada anak, misalnya dengan memastikan bahwa anak-anak menyelesaikan pekerjaan sekolah, perlu dilakukan dengan cara yang tidak terkesan menekan sehingga anak merasa didukung, bukan hanya diawasi semata.Â
Bagaimana dengan peran pemerintah?
Pemerintah memiliki peran krusial dalam menangani isu ini. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah mendukung kampanye pola asuh positif serta memperluas program pendidikan bagi orang tua, seperti pelatihan untuk membantu perkembangan emosional anak. Selain itu, pemerintah perlu mendorong kebijakan kesehatan mental di sekolah agar lebih proaktif dalam mendeteksi dan menangani kasus kesepian di kalangan siswa. Dengan demikian, sekolah dapat difasilitasi untuk menjadi tempat yang aman bagi remaja berbagi masalah mereka sekaligus mendorong interaksi yang lebih baik antara siswa dan keluarga.
Kesepian remaja bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dalam semalam. Namun, dengan kerjasama antara orang tua, sekolah, dan pemerintah, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi perkembangan emosional dan mental remaja Indonesia. Dengan mengurangi dampak negatif kesepian, kita dapat memastikan remaja tumbuh menjadi individu dengan psikologis yang sehat.