Mohon tunggu...
Rahmi Rizqi
Rahmi Rizqi Mohon Tunggu... -

Filmmaker, penulis catatan harian, agak doyan typo, udah gitu aja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Regard dan Burung Jalak

22 Oktober 2012   07:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:32 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu aku berjalan langkahku sendat karena mimpiku bergumul dengan jiwaku yang liar.Harusnya aku liar, ternyata terlalu lama dalam sangkar emas dan majikan yang galak,karena selalu memikirkanku, membuatku nyaman ditempat itu, dan perasaan itu berada diluar batas kesadaranku, sesungguhnya Tuan Leon sangat menyayangiku, setiap pagi dia selalu mengganti air minumku, dan memberiku makanan yang layak, sangkarku juga dibersihkan selalu, sebagai gantinya aku harus berkicau.

Dikala aku lelah berkicau Tuan Leon marah padaku, sangkarku di goyangnya keras-keras hingga sangkarku terombang-ambing seperti terkena tiupan angin topan, kemudian Tuan leon akan mengucapkan kata-kata kasar

“Dasar burung keparat,kurang ajar, tak tahu diri, setiap hari kau kuberi makan, kau malas-malasan berkicau, kalau sakit kau ku obati, aku tidak pernah membuatmu menjadi burung yang sengsara hanya tinggal berkicaupun kau tak mau” wajah tuan leon berubah muram dan sangat menyeramkan mirip sekali dangan awan kelabu yang hampir akan mengeluarkan petir menggelegar yang apabila menyambar dirimu, kau akan langsung mati di tempat, dan tamatlah riwayatmu.

_________________________________

Setahun kemudian,sepupu Tuan Leon yang bernama Tuan Samueldatang dari negeri sebrang, dia membawa sepasang burung miliknya, yang tidak di letakkan dalam sangkar, burung –burung itu bersandar di kedua bahu Tuan Samuel.

“oh..Samuel saudaraku, lama sekali kau tidak bekunjung kehadapanku, bagaimana kabarmu? Kudengar kau sekarang menjadi saudagar terkaya di negeri seberang” Tuan Leon terlihat sangat gembira menyambut kedatangan sepupunya itu

“ ho..ho..ho aku tak mungkin bisa menyaingimu saudaraku” Tuan Samuel berjalan dengan gagah menghampiri saudara terkasihnya itu.

“hai samuel, apakah itu burung peliharaanmu, mengapa tidak kau sangkar mereka itu?” Tuan Leon memandang heran pada sepupunya.

“oh…burung-burung ini, bukanlah burung kepunyaanku, mereka diciptakan tuhan,mereka dari alam dan untuk alam, aku tidak punya hak untuk mengikat mereka, merekalah yang memilih mengikutiku” jawabnya dengan senyum, kemudian Tuan Samuel melirik kearahku “apakah itu burung kesayanganmu?”

“ya tentu itu burung milikku, tapi dia sungguh burung yang malas, dia tidak mau berkicau, padahal dia juga bukan burung yang istimewa.”

“Leon, bukankah setiap mahluk Tuhan punya keistimewaan??” Samuel bertanya heran

“tapi itu tidak berlaku padanya” selagi aku sedang asyik mengamati mereka berdua tiba- tiba kedua burung milik Tuan samuel menghampiriku.

“hai kenalkan aku wata dan meta, kami suami istri, sekarang istriku sedang bertelur, sebentar lagi kami akan punya anak,anak kami akan kami beri nama sunta.” Si jantan berkata padaku.

“wah selamat ya, sebentar lagi kalian punya anak dan kalian akan hidup sangat bahagia “ aku tersenyum dengan mereka.

“kau kelihatan menderita ya? Apakah dia berlaku tidak baik padamu?” saat itu yang teringat hanya kejelekan Tuan Leon,yang kuingat hanya saat dia memanggilku keparat,kurang ajar, dan mengombang-ambing sangkar emasku.

____________________________________

Tahun kedua, mereka datang, aku sudah tidak tinggal disangkar emas, seekor kakak tua putih bernama Alice menempati sangkar emasku, aku dipindahkan di sangkar berkarat, tapi aku tetap diberikan makanan yang layak dan air minumku serta kotoranku selalu dibersihkan. Melihat ketidakadilan ini aku merasa Tuan Leon tidak perhatian lagi karena aku hanyalah seekor burung yang jelek, aku menanggap tuan leon itu hanya menilai seekor hewan dari fisiknya saja, padahal kalau dia fikir-fikir aku adalah burung yang paling setia, saat dia membuka pintu sangkarku untuk memasukkan makanan, tidak pernah aku berusaha kabur dari Tuan Leon.

“hai, kami datang untuk menawarkan sesuatu padamu, apakah kau mau?” kata wata padaku.

“apa yang ingin kau tawarkan???” tanyaku lagi

“kau punya kesempatan seperti kami terbang bebas dan mencari makan sendiri di alam milik tuhan, kau juga bisa menyanyikan kicauan yang kau inginkan, sesukamu saja” sepertinya menarik, aku sudah harus mengambil langkah sendiri, ini saatnya aku lepas dari majikan yang galak sepertinya, ini saatnya aku terbang lepas tanpa beban. Aku yakin aku bisa hidup sendiri, aku bisa bebas, aku bisaberbuat semau-mauku, dan di luar sana aku akan temukan semua yang ku cari.

“lantas bagaimana caranya ?” aku sungguh antusias untuk lepas dari Tuan Leon.

“mudah sekali, saat Leon menaruh makananmu dalam sangkar, dia akan membuka pintu sangkar ini, dan karena pintunya berkarat, pintu ini akan sulit ditutup kembali, saat itulah kau harus mencari celah dan terbanglah sekuat mungkin, kami akan menunggumu di dahan pohon pinus yang ada di samping pagar Tuan Leon, bagaimana???” aku pun mengangguk mengerti apa yang di maksud wata,karena memang aku sudah lama memikirkan cara itu, tapi ketakutanku terlalu besar, sehingga aku tidak punya keberanian untuk itul.

“terima kasih wata, kau hebat!!” aku tersenyum bahagia dan sangat senang rasanya.

____________________________________

Esok pagi ketika Tuan Leon mengantarkan makanan untukku aku sudah mulai bersiap-siap untuk lari dari sana, aku merasa ini akan menjadi lebih baik, ini merupakan jalan yang mudah untukku lepas dari si tuan tak berperasaan ini, saat dia membuka sangkarnya aku pun langsung terbang, Tuan Leon kaget langsung berteriak,“regard,kembali……..regard…..” dari kejauhan ku lihat Tuan Leon tertunduk sedih sambil bersimpuh ketanah, dia bersedih karena aku pergi.

“wata…”teriakku memanggil wata yang menungguku di pohon pinus bersama istri dan anaknya, mereka tersenyum akan kehadiranku, betapa bahagianya aku.

“selamat datang di alam milik Tuhan, regard si burung jalak yang tertindas” ucap wata padaku

“wata, taukah kau, Tuan Leon menangis bersimpuh ditanah saat aku pergi meninggalkannya” aku mengawali ceritaku padanya “padahal kalau ku pikir-pikir,untuk apa dia menangisi kepergianku, bukankah dia tidak perduli padaku, aku jadi bingung untuk apa dia menangis, aku kan keparat?” entah mengapa perasaanku agak sedikit janggal seperti ada yang kurang dari diriku, tapi apa itu. Sudahlah biar yang ini aku simpan sendiri .

Seminggu aku jalani hidup tanpa kendala, keluarga wata selalu mau berbagi makanan denganku, mereka mendapatkan makanan dari Tuan Samuel dengan cara berkicau pagi hari seiring saat matahari terbit, tapi lama kelamaan istri watamulai merasa keberatan, dia memang tidak langsung berkata keberatan, meta yang awalnya sangat baik kini mulai memasang wajah sebal, dia mulai bersikap dingin dan acuh tak acuh padaku, sebenarnya peduli setan dengan itu semua aku tidak terlalu peduli dan ambil pusing dengan semua itu. Tapi lama kelamaan wata yang juga awalnya tidak keberatan mulai berbicara padaku.

“regard, sepertinya aku tahu kenapa kau menjadi tersisih dan Tuan Leon berkata kasar padamu?” sambilbersantai wata mengawali pembicaraannya

“maksudmu apa?” aku mulai keheranan

“sepertinya ini tidak sepenuhnya merupakan kesalahan Tuan Leon” wajah wata mulai berubah serius, “dia selalu memberimu makan yang layak, di balik sifatnya yang menyebalkan, sebenarnya dia penuh perhatian terhadap dirimu, ingatkah ketika kau pergi, kau melihat betapa terpukulnya tuan leon, wajar bila dia marah, karena apa yang seharusnya di dapatnya dari dirimu, tidak dia dapatkan, seharusnya kau berkicau pagi-pagi menghiburnya, hanya berkicau, karena Cuma itu yang bisa kita lakukan tapi bahkan itupun tak bisa kau lakukan.” Wata mengatakan dengan santai hal itu padaku, sehingga aku merasa seperti tidak di jatuhkan dan aku mulai menyadari betapa bodohnya aku, selama ini mungkin tuan leon memang salah selalu berlebihan bila kesal, dan selalu mengurungku tanpa perduli perasaanku, tapi di sisi lain ternyata dia menyayangiku dan sangat peduli padaku

Lalu aku mulai berfikir, mungkin ada baiknya meta bersikap begitu padaku, aku jadi sadar, aku yang memilih untuk pergi, seharusnya aku tidak bergantung pada siapapun dan harusnya aku mencari sendiri makananku. Begitulah fikiranku, harusnya aku sadar bahwa akupun salah, padahal aku telah diberi makan, dan selau dirawat, tapi aku tidak tahu terimakasih, hanya berkicaupun aku tak mau.

Kemudian aku menemui meta dan minta maaf pada meta, aku katakan padanya mulai besok aku akan mencari makan sendiri. Metapun tersenyum akan perubahanku, dia bilang kalau aku tidak mandiri dan terus bergantungpada akhirnya aku sendiri yang akan jatuh, percayalah. aku kepakan sayapku meninggalkan rumah mereka, tentunya dengan rencana jelas yang sudah ku pikirkan matang-matang berikut dengan tujuannya.

______________________________________

Satu musim berlalu, aku sudah mandiri, aku berniat mengunjungi Tuan Leon ku lihat sangkar emas miliknya kosong tidak ada alice atau burung apapun di situ, aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ketikapagi itu dia sedang duduk dengan wajah muramnya, akupun berkicau di sampingnya aku berdiri di pingir kursi tempat dia duduk, dia tersenyum mendengar kicauanku,diapun tidak berusaha menangkapku. Sepertinya Tuan Leonpun berubah, dia memngambil sepotong roti ke belakang dan saat dia kembali aku masih menunggu dan kumakan roti darinya, sungguh enak roti ini, karena kali ini roti yang dia beri bukan roti dengan aroma kemarahan tapi kali ini roti yang dia beri adalah roti dengan aroma kasih dan bahagia melihatku bebas dan terarah.

Bali, januari 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun