Jika ditanya apa yang harus dilakukan oleh seorang fotografer ketika menjumpai kecelakaan, apakah terlebih dahulu mengambil gambar atau menolong korban, jawaban apapun masih memiliki muatan moral. Jika ia mengedepankan mengambil gambar karena melaksanakan profesionalisme tetap pada titik jauh jika diberitakan dapat menyelamatkan banyak orang agar tidak mengalami nasib sama. Seandainya menolongnya terlebih dahulu, naluri kemanusiannya terlihat lebih menonjol walau ia harus kehilangan momentum.
Momentum profesional betapapun pentingnya tetap lebih layak mengedepankan nilai kemanusiaan. Apalagi jika penyelamatan itu menentukan hidup mati seseorang. Aspek penting tentang “pembelajaran” masyarakat agar tak terulang kecelakaan bisa diatasi melalui jalan lain seperti lewat berita tulisan disertai ilustrasi sejenis. Dua-duanya dari sikap fotografer itu bernilai positif walau mungkin dengan tingkat berbeda. Dua-duanya bernilai moral indah.
Bagaimana dengan banjir di Jakarta. Apa yang perlu dikedepankan terlebih dahulu? Membantu secara cepat korban musibah banjir atau memanfaatkan untuk kepentingan politik alias sebut saja mempolitisasi musibah banjir.
Di sini diuji moralitas para politisi baik yang petahana maupun yang akan tampil bersaing. Keduanya seharusnya pada moment seperti ini melepaskan baju kepentingan politik. Keduanya harus berpikir bagaimana sesegera mungkin sesuai kemampuan membantu mengatasi musibah banjir tanpa lagi memakai baju perbedaan politik.
Akan sangat indah bila Ahok dan Anies di tengah-tengah musibah banjir bergandengan tangan membantu mengatasi kesulitan warga Jakarta. Beriringan berjalan sambil mendiskusikan bagaimana cara efektif mengatasi banjir, yang selalu datang itu. Apalagi banjir benar-benar hampir sepenuhnya disebabkan posisi Jakarta yang bagai cekungan sehingga praktis curahan air mudah membuat tergenang air. Diperlukan itikad nasional dan bukan lagi regional jika ingin mengatasi banjir Jakarta. Ini artinya kewenangan bukan lagi sepenuhnya berada ditangan Gubernur; perlu bantuan pemerintah pusat.
Ya posisi Jakarta walau tak seperti Belanda, yang berada di bawah permukaan laut, memang memerlukan penanganan keterlibatan keputusan pemerintah pusat. Itu jika Jakarta benar-benar ingin bebas banjir melalui pendekatan integral. Bisa? Jika Belanda yang berada di bawah permukaan laut bisa, Jakarta kemungkinan besar bisa. Tapi lagi-lagi ini memerlukan keputusan pemerintah pusat, bukan hanya Gubernur Jakarta.
Di sinilah mengapa Ahok dan Anies perlu bergandengan tangan. Sejujurnya siapapun yang nanti memimpin Jakarta tetap akan menghadapi persoalan sama. Jadi, keduanya harus belajar berjiwa besar dalam mengatasi persoalan banjir Jakarta dengan membuang ego jauh-jauh; membuang jauh sementara kepentingan politik sesaat dan hanya berpikir bagaimana upaya mengatasi banjir dan menyelamatkan warga yang menjadi korban.
Masyarakat Jakarta terlalu cerdas untuk “diprovokasi” tentang banjir. Ahok tak bisa menepuk dada telah dapat mengatasi banjir seperti juga jangan berpikir Anies bisa tuntas pula mengatasi banjir. Keduanya jangan lagi berteriak merasa yang paling mampu mengatasi persoalan banjir Jakarta. Ini banjir Jakarta, Bung.
Di era Belanda saja, yang dianggap memiliki visi tata ruang konon disebut hebat, di masa itu saja ketika bangunan belum banyak Jakarta juga banjir. Apalagi sekarang ini ketika Jakarta berubah menjadi hutan rimba beton; ketika serapan air makin tipis.
Jangan lupa, Jakarta itu secara tradisional merupakan “tujuan” aliran air dari puncak, Bogor. Jadi persoalannya sudah lintas provinsi. Bekasi, Bogor yang merupakan bagian dari Jawa Barat terkait langsung dengan Jakarta. Ini gambaran riil bahwa persoalannya sudah harus segera ditangani pemerintah pusat –bukan menyalahkan Presiden Jokowi ya.
Para pendukung kedua belah pihak seharusnya juga menyadari dan tidak menjadikan musibah banjir sebagai olok-olok. Ketika mengolok-olok Ahok yang dianggap gagal mengatasi banjir, sama saja dengan mencibir saudara-saudara kita yang terkena musibah banjir. Demikian pula jika mencibir Anies dengan pandangan sinis yang dianggap mimpi bisa mengatasi banjir. Buang jauh sikap saling sinis.