Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Curhat tentang APTB dari Orang Perbatasan

8 Maret 2016   12:25 Diperbarui: 8 Maret 2016   14:30 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Seorang penumpang di halte busway dan notifikasi pemberitahuan mengenai transit APTB. Sumber gambar: koleksi pribadi Iqbal Awal"][/caption]“Kok pas APTB dilarang, gak serame pas Ojek Online dilarang ya?”

Celetuk seorang pria separuh baya dengan aksen Sunda yang cukup kental. Jujur saya hanya terdiam menanggapi pertanyaannya, sambil sedikit tersenyum, agak malu, karena tak bisa menjawab apa yang menjadi kegelisahannya.

Tiba-tiba seorang pria muda, dari penampilannya saya mengira dia adalah seorang mahasiswa atau freelancer: rambut a la rockabilly, menggunakan t-Shirt musik Homicide, celana pendek lengkap dengan tas yang terlihat penuh dan berat, menimpali, “Karena APTB tak mewakili kepentingan kelas menengah urban yang mengaku dirinya high tech, meski mereka ini baru mengenal menggunakan aplikasi dan membeli smartphone terbaru dengan cara kredit. Harap maklum Pak, APTB itu tak mencerminkan sesuatu yang “kekinian”, seperti halnya Ojek Aplikasi yang bisa membuat pembelanya (seakan) menjadi orang yang peduli terhadap kemajuan dan kemudahan.”

“Padahal, heuuuuhhhhh,” ia terus berbicara dengan nada sinis, “Mereka, kelas menengah ngehek itu hanya takut kepentingannya terganggu”

Wuidiiiihhhh dahsyat! Tapi saya tetap tak mengerti. 

Begitu juga pria separuh baya yang nyeletuk tadi pun seakan tak peduli. Menganggap omongannya sebagai angin lalu, kemudian tanpa ekspresi tanpa apresiasi, ia pun langsung saja masuk Bus Transjakarta yang datang menghampiri dan membuka pintu secara otomatis, menghembuskan hawa mesin, panas tubuh, aneka bau campuran antara keringat, parfum, hingga deodorant yang sudah kadaluarsa.       

Sementara saya dan si pria muda, tetap setia menunggu APTB, mungkin masih ada yang nekat masuk Jakarta setelah Dishubtrans menetapkan APTB tidak boleh masuk Jakarta (5/3/2016).

Curhat sebagai Pengguna Setia

Saya tidak akan bersusah payah membela para sopir dan kernet APTB dengan nada-nada melakoli dan dramatis, “Bagaimana nasib pekerjaan mereka, makan apa nanti istri dan anaknya kalau bla.. bla.. bla....” Mereka masih segar bugar kok, bapak-bapak dan anak muda yang kesempatan kerjanya masih panjang.

Saya juga tak akan membela para penumpang APTB, yang dari Bogor, Bekasi, Cileungsi, Cibinong, dan Ciawi, yang selalu setia menunggu di setiap halte dan terminal bayangan bahkan di pinggir jalan. Maaf bukan tidak peduli atas kesulitan Anda semua, tapi jumlah Anda terlampau banyak, karena itu, saya tak mungkin menampung semua aspirasi dan perasaan Anda-anda ini terkait APTB dilarang masuk Jakarta. Maaf, maaf, maaf sekali lagi.... Jadi, saya akan curhat saja, meminjam istilah yang selalu digunakan para “digital savvy”, sebagai seorang user setia.

Sebagai orang perbatasan, yang siang berada di bawah kekuasaan Ahok dan malem berada di bawah teritori Aher, APTB sangat membantu sih, itu faktanya.  Maklum, kenyamanan dan keamanan yang ditawarkan APTB tak saya temukan saat naik KRL, apalagi bis-bis menuju Terminal Rambutan yang selalu dijejali pedagang asongan dan pengamen. Di APTB, semua itu tak ada, belum lagi tempat duduk yang empuk, full AC, dan pelayanan yang ramah, menjadi nilai tambah meski saya harus membayar lebih mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun