Ekonomi yang sedang menggeliat terhambat
Interaksi yang lagi hangat tersumbat
Kinerja berapi-api tiba-tiba mesti terhenti
Oh, Korona apa maksud sebenarnya kau ganggu kami?
Manusia sudah menjadi makhluk paling derita, kau tahu?
Sejak Adam dilempar dari Surga hingga holocaust di Perang Dunia
Dan, dengan dingin tanpa unggah-ungguh basa
Kau pun datang sonder nurani
Ah iya, mana ada kau punya hal itu
Seperti hiu yang mencoba memangsa Marlin milik Santiago*
Bisa jadi kau hanya mampir
Puaskan hobi untuk kurangi populasi
Namun ingat Korona
Dengar baik-baik kalau kau punya telinga!
Bacalah sejarah kalau kau punya mata!
Kau itu bukan yang pertama
Â
Saudara-saudaramu yang lebih hebat: Â
Wabah Maut Hitam, Flu Spanyol, SARS, Pes, sampai Ebola
Sudah mencoba berabad dan berdekade sebelumnya
Hancurkan peradaban manusia
Â
Toh, ternyata mereka akhirnya lari
Dan kami tetap kokoh berdiri di setiap masa
Lintasi peristiwa paling bencana
Lewati nyeri paling tragedi
Jadi, tak perlu kau jumawa
Kau tak ada kemampuan yang kami punya
Yang bisa mengubah lara menjadi asa
Yang bisa wujudkan asa sebagai tindakan nyata
Keberadaan kau
Malah membuat kami semakin bersama
Melupakan sekat-sekat entis dan agama
Kalau sudah begini, ini masalah waktu saja
Â
Kau (pasti) segera sirna
Enyah kau, Korona!
Â
Sukabumi, Juli-Agustus 2020Â
Sumber image: www.athensinsider.com/antonis nikolopoulou
*Tokoh dalam novel Ernest Hemingway, Lelaki Tua dan Laut. Hiu di dalam novel tersebut mencabik-cabik ikan Marlin yang telah didadapatkan Santiago dengan susah payah bahkan bertaruh nyawa.
Meski begitu, Santiago tidak membenci hiu-hiu itu. Karena menurutnya, mereka cuma buat mengikuti nalurinya untuk bertahan hidup. Malah Santiago balik bertanya pada dirinya, mungkin ia yang jahat karena menghalangi hiu-hiu untuk mendapat makanannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H