Apakah Zidane punya cukup nyali mengalahkan klub yang pernah membesarkan dan gagal dibawanya juara?
Pindahnya Zidane dari Bordeaux ke ke Juventus tahun 1996 jauh dari sorotan media. Maklum ketika itu ia bukanlah megabintang seperti rekan senegaranya, sebut saja Jean Pierre Papin dan David Ginola untuk menyebut dua nama kompatriotnya di timnas Prancis. Lebih tepatnya belum, meski ia sudah meraih gelar pemain terbaik Ligue 1 1996 kala itu. Tahun itu memang sorotan lebih tertuju ke Alan Shearer yang hengkang dari Blackburn Rovers ke Newcastle United dan Ronaldo Luiz Nazario dari PSV Eindhoven ke Barcelona.
Tapi kemudian talentanya tercium oleh Kenny Dalglish yang saat itu menukangi Blackburn Rovers. Niat memboyongnya ke tanah Britania hampir saja terwujud jika saja sang chiarman the Rovers, Jack Walker, tidak berkata kepada legenda Liverpool tersebut, “Kenapa Anda mau membeli Zidane saat kita sudah punya Tim Sherwood?” Konon, seperti dilansir Skysports.com (03/07/2014), ini membuat King Kenny putus asa karena manajemen tidak menerima proposalnya.
Hasilnya, Zidane batal ke Inggris dan justru berlabuh ke Juventus. Banyak yang beranda-andai, akan seperti apa karier Zidane jikalau saat itu ia berlabuh di Blackburn Rovers? Biarlah ini jadi sebatas imajinasi para pecinta sepak bola, kendati (mungkin) tak akan diterima oleh kebanyakan fans The Rovers.
Lalu bagaimana kisah Zidane di Juventus?
Tidak perlu berlarat-larat kata dan mengulang-ngulang cerita. Kisah di Zidane di Juventus adalah semacam pengantar tidur yang indah. Dongeng yang menjelma kenyataan, mematahkan mitos bahwa seorang 'bukan asli' Eropa yang berasal dari negara yang tak memiliki sejarah hebat, bisa mencapai puncak kegemilangan dan ketenaran di benua biru.
Di Juventuslah Zidane menjadi pemain berkelas. Di bawah Marcello Lippi, yang dengan rendah hati mengatakan pada akhir kariernya, "Sangat terhormat bisa menjadi pelatihnya", ia berubah mewujud 'monster' seperti yang dikatakan Carlos Alberto Pereira, pelatih yang membawa Brasil juara dunia 1994 menurut artikel berjudul Zidane Lasting Legacy yang diterbitkan BBC.co.uk (05/07/2006).
Pernyataan yang tak berlebihan, mengingat di Juventus Zidane nyaris mendapatkan segalanya, 2 kali juara Serie A (1997 dan 1998) dan sederet piala lainnya. Saat masih berstatus pemain La Vecchia Signora jugalah ia berhasil memberikan Prancis kebanggan tertinggi yang belum pernah dimiliki sepanjang sejarah negeri tersebut: Trofi Piala Dunia 1998. Melihat semua fakta itu, tidak mengherankan jika kemudian Juventus punya tempat tersediri di hatinya.
"Saya menjadi seorang pria dan pemain yang lebih baik saat di Juventus. Itu klub hebat. Menghadapi Juventus di final akan menjadi istimewa karena masih ada Juventus di hati saya."