Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Curhat tentang APTB dari Orang Perbatasan

8 Maret 2016   12:25 Diperbarui: 8 Maret 2016   14:30 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Deskripsi ini benar-benar mewakili kelas menengah ngehek ya, yang selalu ingin hidup di comfort zone, mudah-mudahan saya segera diinsyafkan)

Selain itu, menurut saya, APTB juga lebih cepat dibandingkan Bus Transjakarta, baik itu Bus Transjakarta warna orange yang panjang kayak ulat melenggak-lenggok berat sebelah seperti mau jatuh, maupun Bus Transjakarta abu-abu yang pendek, kotor, ngebul gosong, dan tak jarang mogok di tengah jalan. Pasalnya, APTB sering kali keluar jalur busway, salip kanan-kiri, dan satu lagi, ini yang paling saya suka: mengambil penumpang di pinggir jalan.

Buat saya orang perbatasan, dan tak menutup kemungkinan Anda semua user setia APTB, jelas ini merupakan berkah tersendiri. Karena tentu tak semua dari Anda memiliki e-Ticket untuk masuk halte yang sebenarnya merupakan perpanjangan tangan dari promosi perbankan itu, dan yaaaa ... lumayan juga ‘kan ngirit Rp3.500,00.

(Tipikal kelas menengah banget ya, pengen instan dan cenderung itungan,  mudah-mudahan saya dan kita semua segera diinsyafkan) 

Tapi mungkin karena itulah APTB menjadi cukup meresahkan bagi jalanan Ibu Kota yang sudah dari sananya semrawut. Apalagi, APTB pun menarik ongkos bagi setiap penumpang antarhalte sebesar Rp5.000,00, mungkin hal ini pun meresahkan karena sudah membayar Rp3.500,00 eh ditarik lagi goceng. Atau mungkin ada kecemburuan yang muncul dari para kernet Bus Transjakarta “beneran” atas hak istimewa para kernet APTB tersebut.

Karena faktanya, APTB tak pernah sepi penumpang lho. Coba bayangkan berapa yang mereka dapatkan setiap hari dari setiap penumpang yang rela membayar goceng asal nyampe kantor atau mall lebih cepat! Kernet Bus Transjakarta “beneran”? Mana ada, mereka hanya bisa gigit jari.

Dan satu lagi, off the record saja ya, saya tak jarang melihat para pegawai Busway di halte-halte menerima sisipan duit dari para kernet APTB. Nah, ada simbiosis mutualisme dalam praktik korupsi kecil-kecilan ternyata sodara-sodara.....

So, jika Pemerintah DKI dan Dishubtrans melarang APTB masuk Jakarta, saya mendukung sepenuhnya, asal memang didasari niat untuk membenahi dan meneraturkan transportasi publik Jakarta. Sampai di sini, OK! Tapi bapak/ibu pengambil kebijakan juga harus ingat, Jakarta itu milik semua, termasuk orang-orang perbatasan yang mencari nafkah di sana: ibu-ibu dan bapak-bapak yang setiap hari naik APTB dengan bungkusan besar ke Tanah Abang, Grogol, Senen dan Priuk atau para pekerja kantoran yang rela bolak-balik setiap hari karena tak mampu membeli rumah di Jakarta yang terlampau mahal. Pikirkan juga mereka Pak/Bu, karena mereka adalah bagian dari denyut nadi ekonomi Jakarta yang layak menikmati layanan transportasi publik.

[caption caption="Ironi transportasi Jakarta: Dianjurkan naik bis untuk mengurangi kemacetan, tapi harus rela berdesak-desakan dan macet tetap saja terjadi. (sumber gambar: republika.co.id"]

antrean-di-terminal-busway-100622142617-56de60a05693736f0811f96e-56de7f64327a61810ceabbbb.jpg
antrean-di-terminal-busway-100622142617-56de60a05693736f0811f96e-56de7f64327a61810ceabbbb.jpg
[/caption]Jangan sampai ironi terus-menerus terjadi terhadap slogan “Ayo Naik Bis, Biar Nggak Bikin Macet” tapi bis selalu over capacity, penumpang desak-desakan, tak memiliki ruang bergerak, dan serobot satu sama lain. Masa solusi mengurangi kemacetan, justru mengorbankan hak masyarakat untuk mendapatkan transportasi publik yang layak dan nyaman? 

Salam Kompasiana, Semua Pengguna Bus Transjakarta, dan Tentu Saja APTB. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun