Karakteristik adalah sifat-sifat yang perlu diteliti berkenaan dengan kekhasan yang membedakan seseorang dengan orang lainnya. Hal ini dilakukan agar dapat menyesuaikan cara-cara membujuknya. Menurut H.A.R Tilaar, pendidikan multikultural biasanya memiliki ciri tujuanya membentuk "manusia budaya" dan menciptakan "masyarakat berbudaya (berperadaban)". Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (cultural). Metodenya demokratis yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis). Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Sonia Nieto, mendefinisikan karakteristik pendidikan multikultural dalam konteks sosio-politik, ditujukan kepada masyarakat dan proses pendidikan, bahwa elastisitas (kemampuan) dalam pendidikan sebagai bentuk tetap dan statis. Ada tujuh karakteristik yang disampaikan oleh Nieto, yaitu; pertama, antiracist education (pendidikan yang tidak membenci ras orang lain), pendidikan anti-rasis membuat anti-diskriminasi eksplisit dalam kurikulum dan mengajarkan siswa keterampilan untuk memerangi rasisme dan bentuk lain dari penindasan.
Kedua, basic education (pendidikan dasar), hak dasar dari semua siswa untuk terlibat dalam inti dan akademisi adalah sebuah kebutuhan mendesak bagi semua siswa. Ketiga, important for all students (penting bagi semua sisawa), dalam hal ini semua siswa berhak dan membutuhkan pendidikan yang inklusif dan ketat. Keempat, pervasive (luas), pendidikan multikultural menekankan pendekatan yang menembus seluruh pengalaman pendidikan, termasuk iklim sekolah, lingkungan fisik, kurikulum, dan hubungan terhadap sesama.
Kelima, education for sosial justice (pendidikan untuk keadilan sosial), siswa diajak secara langsung untuk melakukan tindakan sosial di lingkungannya. Keenam, education as process (pendidikan adalah suatu proses), siswa dan institusi pendidikan dalam melakukan proses pendidikan melibatkan masyarakat (komite sekolah) dalam meningkatkan prestasi belajar, lingkungan belajar, preferensi belajar siswa dan variabel budaya. Ketujuh, critical pedagogy (pendidikan kritis) dalam berfikir kritis siswa dipengaruhi oleh budaya, bahasa, keluarga, sekolah, artistik, dan pengalaman pendidikan. Siswa dituntut untuk melakukan perubahan pemikiran dari kesadaran pasif, magis menuju kesadaran kritis melalui tindakannya. Melihat ketujuh karakteristik tersebut, dapat diketahui bahwasanya pendidikan multikultural diarahkan untuk menghargai diri dan orang lain, membentuk relasi antara orang-orang dari tradisi-tradisi kultural. Sebagai pemerjelas teori pendidikan multikultural akan diilustrasikan dalam bagan alur pendididkan multikultural.
Meity Taqdir Qodratillah, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, (Jakarta: Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2011), hlm. 213.
H.A.R Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 59.
Patty bode, Neto's Seven Characteristic of Multicultural Education, dalam googel terjemah artikel, (http://www.bbc.co.uk/go/rss/int/news/-/news/magazine-14291881, 2008), diunduh pada tanggal 13 Mei 2010.
Ibid.,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H