Mohon tunggu...
min merry
min merry Mohon Tunggu... -

http://www.minmerry.com

Selanjutnya

Tutup

Money

The Choices

29 Juli 2010   08:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:29 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“For everything you have missed, you have gained something else, and for everything you gain, you lose something else.” Ralph Waldo Emerson quotes Hello. Aku Mike. Aku adalah seeokor Mini Schnauzer berusia tujuh bulan. Dengan mata bulat berwarna hitam, dan bulu berwarna abu-abu keperakkan. Jangan, jangan membayangkan aku seperti Marley yang terkenal, atau Beethoven yang slebor. Aku hanya seekor Schnauzer yang mengaggumi Jay Chou, ya, penyanyi Pop itu. Aku tidak mengerti Mandarin, as well. Aku mengerti Inggris. Jika ada tamu yang datang, (yang kebanyakan adalah teman-teman Keira) dan jika mereka bertanya, maka Keira akan menjawab, aku lahir dari Oscar dan Blessie. Sebatas itulah aku mengenal orang tuaku, kamu tahu. Aku sama sekali tidak mempunyai bayangan akan mereka. Namun, setiap kali Keira menyebutkan nama ayahku, Oscar, mata Keira berbinar-binar dan sangat senang. Kelihatannya, aku memiliki ayah yang keren. Biasanya Keira memanggilku, “Mike, come here!” Aku akan dengan patuh berjalan menuju kearahnya. Aku suka belaian atau garukan tangannya di puncak kepalaku, dileherku, oke, baiklah, di seluruh tubuhku. Dan dia, Keira, adalah majikan, mama dan teman terbaik-ku yang pernah ada. Dia paling sayang padaku, by the way. Ngomong-ngomong aku punya beberapa sudut kesukaan untuk tidur. Satu di ruang tamu. Ruang tamu, dengan pintu kaca yang tebal dan lebar. Kami memiliki beranda yang cukup luas di lantai dua, tepat dari ruang tamu. Di bernada ini aku sering membaringkan diri dan berjemur di pagi hari. Saat belum terlalu panas, sekedar memandang awan-awan yang berubah bentuk, atau burung-burung yang mencari makanan. Kamu tahu, rumah kami seperti rumah-rumah jepang. Lantai kayu, gorden, dan beranda. Keira memikirkan rumah yang baik untuk memelihara seekor anak anjing. Kadang, aku juga berbaring di koridor pintu rumah, ketika menunggu Keira pulang berkerja.Dia biasanya meninggalkan aku dirumah hingga ia pulang, sorenya. Dan jika malam hari, Aku tidur bersama Keira. Setiap malam. Mengingat si Glass sering berpergian meninggalkan Keira-ku, terpaksa aku harus menemaninya tidur setiap malam, kamu tahu… Keira sungguh kasihan jika tidur sendirian. Aku khan harus menemaninya. Dan ya, sepertinya aku tertidur, nyenyak sekali dan pagi ini aku bangun terlalu awal. Terbangun dengan posisi terlentang ke atas, kedua kakiku terbuka lebar, dan posisi tanganku tak jauh beda. Dengan cepat aku merubah posisiku menjadi lebih santun. Eh, ada suara di toilet kamar. Malas membuka mata, aku menggerakkan sedikit telingaku untuk menangkap suara itu. Dan perlahan membuka mataku. Aku tersentak, Keira tidak ada di tempat tidurnya. Dia tidak pernah terbangun lebih awal dariku, kamu tahu. Aku berdiri, keempat kakiku menapak lantai dengan sangat cekatan. Pintu toilet terbuka, ah, dan Keira muncul dari balik pintu. Keira baik-baik saja. Aku mengelilingi kakinya, melompat dan mengendus-endus tubuhnya, memeriksanya apakah terjadi sesuatu. Dan Keira mengartikan sikapku bahwa aku sedang senang. Bukan Kei, aku pikir kamu kemana… “Mike, kamu sudah bangun? Mike, aku punya kejutan untukmu. Kamu tahu?” Suaranya selalu manis dan menyenangkan ditelingaku. Aku menatapnya, dengan kedua mataku yang bulat. Ia menunjukan sesuatu yang seperti penggaris putih, cukup panjang. Ada dua garis di tengah tengah penggaris putih plastic yang berbau aneh itu. Warna di garis itu, aku tidak bisa mengenalinya. Sayang sekali teman-teman, kami bangsa anjing, tidak mengenali warna. Dia duduk di lantai karpet, menggendongku dan meletakkanku dipangkuannya. Matanya menatap jauh kedepan, wajahnya tersenyum penuh kebahagiaan. Aku makin jatuh cinta padanya. Aku mengedipkan mata, menunggu kejutan apa yang akan ia katakan. “Aku akan segera mempunyai bayi, Mike.” Katanya. Oke, aku mengedip lagi. Aha! Aku menggonggong! Itu hal besar! Aku melompat dari pangkuannya. Berlari mengelilinginya. Wajahku pasti kelihatan sangat tidak sabar, aku menggoyangkan ekorku dengan sangat cepat. Mana? Mana bayinya? Sebentar lagi? “Kita sudah menunggu cukup lama bukan?” Aku menggonggong. Matanya berkaca-kaca. Tidak apa-apa Kei! Ini keren banget, kei! Senangnya! Senangnya! Rasanya aku bisa menari Nobody But You-nya Wonder Girl berkali-kali, hari ini. Kami akan segera mempunyai bayi. Kami sekeluarga. Aku akan menjadi contoh yang baik, dan menjaga adik bayiku. Aku Mike, Schnauzer, keturunan anjing pintar. Aku harus banyak latihan nih. Sepanjang hari, aku berlari dari satu sudut rumah ke sudut lain. Awesome! Aku akan segera punya adik nih! Malamnya, saat Keira tertidur, aku melompat ke tempat tidurnya. Menatapnya, dan menjilati wajahnya. Aku meletakkan bola yang sudah kugigit hingga berlubang diatas perutnya. Cepat datang ya, adik bayi. Dan aku tidur dengan daguku diatas perut Keira. *** Sudah tiga hari sejak Keira mengumumkan keluarga kami akan segera mempunyai bayi. Dan sudah bertahun-tahun Keira menunggu kedatangan si bayi. Kamu tahu, aku selalu iri jika tetanggaku mempunyai bayi. Mereka tumbuh cepat, lalu anjing-anjing mereka tidak pernah bosan. Selalu ada lari-lari, teriakan, semprotan air di taman. Sungguh menyenangkan! Eh. Malam ini kami akan merayakan sesuatu! Aku mengendus aroma menyenangkan dari dapur. Langkahku sedikit berlari menimbulkan suara tapak kaki yang menyenangkan, Keira menyukainya. “Mike, is that you?” Tuh kan, aku sudah bilang. Aku mengerti Inggris. Meski kadang Keira mengucapkannya dengan pronunciation yang salah, aku bisa maklum. Aku menonton Grey’s Anatomy, dan Gossip Girl bersama Keira setiap season-nya. Dan aku tidak membaca subtitlenya! Kalian harus percaya padaku. Aku duduk di sebelah kakinya. Dia membungkuk dan membelaiku. Memberiku satu keping kecil wortel. Hm… Aku suka! Aku mengibas-ngibaskan ekorku. Aku mendongakkan kepalaku, mau lagi kei! Keira tertawa. Aku suka dia tertawa. (Meski kadang suara tawanya membuat wajahku memerah karena malu). Aku melihat masakan Keira di meja, ahhh…semua kesukaan Glass. Dia pulang lagi. Glass. Saingan terberatku. Aku cerita padamu ya, Glass itu selalu mengakibatkan makan malamku terlambat. Aku selalu meringkuk di bawah meja, dan berharap semoga mereka ingat untuk melepaskan tangan, menghentikan tatapan mata, berhenti membicarakan hal-hal yang seperti di dalam telenovela dan ingat memberiku makan. Saat berjalan keluar dari dapur, aku menatap pantulan diriku di cermin. Wuah, aku sudah bertambah tinggi. Untuk ukuran seekor anjing rumahan, aku cukup keren. Tidak ada lemak tambahan diperutku. Punggungku lurus, kakiku lurus. Aku rasa aku cukup gagah. Buluku tersisir rapi, Keira menyikatnya setiap sore. Dan kukuku tidak akan membuat goresan di lantai kayu Keira, karena terpotong rapi. Kamu pasti menyukaiku. Bergelung di tempat tidur yang diletakkan Keira di ruang tamu, adalah kesukaanku. Saatnya tidur sore, Mike. Kataku pada diri sendiri. Sinar matahari sore dari luar menyinari ruang tamu. Ada sedikit kehangatan, kadang Keira menyetel Air Conditioner terlalu dingin di ruang tamu. Sepertinya aku bermimpi. Aku dan Keira berjalan-jalan sore di taman. Bersama seorang adik bayi yang pipinya bulat menggemaskan. Bolehkah aku memberinya nama? Aku suka tokoh utama di Gossip Girl. Namanya Serena. Kalau bayi kami perempuan, namanya Serena saja. Aku memang hebat. *** Tangan siapa ini? Mataku langsung terbuka. Aku terkejut, mengedipkan mata dan menegakkan kepala. Ah, dia sudah tiba. Glass. Welcome home… ! Aku menggonggong, menyambutnya. Glass adalah suami Keira. Aku menyukai Glass, you know… Dia sungguh menyayangi Keira. Namun, tidak bisa melebihi aku. Dia nomor dua. Dan aku (hanya) sebal padanya. Dia jarang sekali di rumah. Glass harus berpergian setiap saat. Keira akan sedih berhari-hari jika Glass kembali berpergian. Kamu khan tidak boleh berpergian sering begitu Glass, kataku dengan kedua mata menatap matanya. Namun, hanya erangan lemah yang keluar dari mulutku. Dan Glass mengartikannya sebagai, aku merindukannya. Sungguh parah. Akhirnya dia menggendongku selama hampir tiga puluh menit. Aku melewatkan acara infotaintment favoritku di televisi karenanya. Keesokan malamnya, mereka mengadakan barbekiu di beranda. Beberapa teman datang. Aku gembira sekali. Mereka memanjakanku, haha. Banyak sekali daging yakiniku di dalam perutku. Dan Keira mulai memperingati mereka untuk tidak terus memberiku makan. Mereka memasang musik. Dan aku duduk ditengah Keira dan teman-temannya, lalu berbaring, lalu duduk lagi, sambil menikmati suasana. Mereka memberi selamat, berbicara tentang kehamilan. Saat mereka sampai pada pembicaraan tentang pembukaan ke tujuh saat tiba melahirkan, aku memutuskan bergabung dengan Glass dan teman-teman lelakinya saja. Aku ikut berfoto bersama mereka, bahkan tidak henti-hentinya diajak foto. Mona, Jessy, Summer. Entah siapa lagi. Dan rasanya aku segera akan membutuhkan Blackberry juga. Namun, aku tahu I-Phone lebih cocok untuk Schanuzer keren sepertiku. Oh, mereka masih mengobrol. Padahal biasanya, di jam seperti ini, aku sudah meringkuk bebas di tempat tidur Kei. Aku tidak tahan bergadang. Maka aku berjalan mencari Keira, yang rupanya sedang duduk dan masih mengobrol. Tidak tahan! Ngantuk! Aku berjalan menaiki tangga, melompat ke tempat tidur, merenggangkan tubuh, dan perlahan suara-suara itu mengecil lalu senyap. Enaknya tidur setelah makan dengan kenyang. *** Sudah hampir seminggu, Glass ada dirumah. Dia merebut bagian terbaik di tempat tidur Keira. Dia juga merebut ciuman pertama Keira untukku di pagi hari. Namun, pagi ini aku pasti menang. Aku bangun, menggigit tali kekangku, dan siap menunggu di pintu rumah, pagi-pagi. Mereka mencariku, karena tidak menemukanku saat bangun di kamar tidur. Dan mereka berusaha menahan tawa ketika melihat aku sudah siap di pintu, menunggu. Ayo Kei, cepat! Ini hari kita jalan-jalan. Kemana kita? Giant? Atau ke pasar dekat taman? Aku mengibaskan ekorku dan menggonggong pelan. “Baik, baik, Mike. Aku akan segera bersiap-siap.” “Hati-hati saat ke toilet, dear. Lantainya licin.” Kata Glass pada Keira, dan mengusap punggungnya. Keira mengangguk. Dan setengah jam kemudian, setelah Keira mandi dan menghabiskan segelas susunya. Dia menghampiriku. “Ayo, Mike. Kita ke pasar. Naik mobil ya.” Aku menggonggong, setuju Kei! Dia memakaikan baju padaku. Dia suka memakaikan baju padaku. Bukan baju anjing-anjing dengan sayap malaikat yang imut-imut. Tapi Keira menyukai kaos-kaos anjing yang sporty. Aku bahkan mempunyai koleksi kaos bola yang kupakai saat World Cup. Keira memasangkan tali kekang, hanya untuk berjaga-jaga. Biasanya aku tidak perlu tali kekang. Aku tidak pernah melawan, aku datang jika dipanggil, tidak akan mengikuti orang asing, juga tidak menyebrang jalan sembarangan. Sebelum naik ke mobil, aku berlari kecil ke pohon di jalan setapak di sebelah mobil di parkir, dan pipis. Setelah selesai, aku masuk ke dalam mobil dengan pintu yang dibukakan Keira. Langitnya biru, daun-daunnya mulai menguning. Jalannya sepi. Rumah Keira tidak di dalam kota. Satu jam lebih dari kota. Keira yang menderita asma, dia tidak cocok dengan udara kota. Pinggiran kota, sehingga jarang sekali ada mobil yang lewat. Namun sepanjang jalannya sangat baik. Bersih, tertata rapi. Jam begini, kebanyakkan orang-orang pergi ke kota, sebagian berkerja, sebagian lagi dengan aktivitas lain. Aku duduk dan memandang pemandangan luar dari jendelaku. “Kita akan ke dokter besok, kamu ikut juga ya, Mike.” Aku menyalak pelan, setuju Kei! Keira menyetir dengan hati-hati. Dia selalu hati-hati. Aku merasa sangat aman. Sebentar lagi, adik bayi akan ikut berjalan-jalan pagi di dalam mobil bersama kami. Aku perlu bersabar. Aku hampir tertidur, merasakan perjalanan yang menyenangkan. Suara Keira yang bercerita, berbicara padaku sambil menyetir, dan pemandangan di luar. Hingga sesuatu mengusikku. Sepertinya ada sesuatu yang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah kami. Aku memalingkan wajahku menatap Keira. Keira tidak merasakan apa-apa. Namun aku tahu, ada sesuatu yang berbahaya, dan aku merasa sangat gelisah. Pertama kalinya aku merasa seperti ini Seolah-olah tidak berdaya. Aku menyalak. Ekorku turun, punggungku menunduk, menyalak pada Keira Kei, hentikan mobil. Ayo, hentikan! “Kenapa, Mike? Mau buang air besar? Kamu sakit perut? Atau lapar?” Dia tidak mengerti, dia malah lebih khawatir karena perubahan sikapku, sementara ada sesuatu yang aku tidak tahu apa, akan terjadi dengan cepat. Kei, cepetan turun. Buka pintunya…!! Aku makin gelisah, menggaruk-garuk pintu, berbalik ke arah Keira dan menggigit bajunya, menariknya. Namun, nampaknya Keira tidak mengerti apa maksudku. Gonggonganku makin keras. Aku takut seperti hampir gila rasanya. Semua terjadi terlalu cepat. Sebuah truk melaju dengan cepat. Melewati lampu merah di perempatan jalan, saat lampu merah. Tepat disisi lain, lampu hijau, dan Keira menekan pedal gas. Dan semua saat itu menjadi adegan lambat dalam otakku. Truk itu menghantam mobil Keira dari bagian kanan. Suaranya mengerikan. Saat truk menghantam mobil Keira, dan tidak ada suara decit rem. Tidak terdengar suara Keira. Aku terkaing, menahan benturan pada tubuhku yang terlempar. Pengaman mobil langsung bereaksi. Bantalan pengaman menahan tubuh Keira dari benturan, dan aku terlempar ke sudut bawah mobil. Kaca pecah. Truk itu menghantam pohon besar di tepi jalan, dan berhenti. Tidak ada yang menolong. Aku meringis, Keira tidak bersuara. Aku menggonggong pada Keira, tidak ada suara. Dengan segenap kekuatan yang masih kumiliki, aku melompat ke kursi, melompat ke dashboard dan keluar dari mobil melalui kaca mobil yang pecah. Tidak ada bau bensin. Aku berlari ke tengah jalan. Menyalak meminta pertolongan. Terlalu sepi. Jalanan sepi, tidak ada yang lewat. Pinggulku sepertinya memar parah. Aku berdiri dengan susah payah. Pecahan kaca menggores telapak kakiku. Aku menjilatnya. Kei, tunggu ya. Aku cari pertolongan dulu. Kakiku perih. Kepalaku pusing sekali. Sengatan matahari, dan kepalaku juga sepertinya berdarah cukup banyak. Namun, aku harus berlari. Terus berlari. Masih ada berapa blok lagi? Aku harus pulang. Lima menit berjalan, aku mulai meraung. Sakit sekali. Aku berhenti, duduk beberapa detik, menjilati kakiku. Memalingkan mukaku ke belakang. Tidak ada orang. Keira. Keira. Keira. Tidak ada waktu. Aku meneruskan kembali berlari. Aku ingin menangis, sakit sekali. Dan aku ketakutan, semoga tidak terjadi apa-apa pada Keira. Haus. Tolong, jangan sampai terjadi sesuatu pada Keira. Jalanku oleng dan aku tidak bisa menahan tangisan yang keluar dari mulutku. Tolonglah Keira. Cepat… Lima blok lagi. Sepertinya sudah dua puluh menit aku berlari. Empat blok lagi. Kukuku terasa pecah. Aku tidak boleh berhenti. Namun, aku tidak mampu lari lagi. Aku berjalan, dengan makin terpincang. Dua blok lagi. Satu blok lagi. Aku menggonggong. Keras sekali. Seharusnya pria itu mampu mendengarkanku. Aku terus menggonggong. Tolong, Glass. Tolong. Tidak ada waktu lagi. Akhirnya! Dia keluar. Wajahnya yang bertanya-tanya, keheranan berubah menjadi serius, dan tegang ketika melihat keadaanku. “Mike. Kamu baik-baik saja? Mana Keira? Mana mommy, Mike?” Aku menyalak. Keras. Ayo, cepat. Aku khawatir Keira kenapa-napa. Ayo. Aku terus menyalak. Dia masuk kembali ke rumah, mengambil kunci mobilnya. Aku bersyukur, dia mengerti. Dengan cepat dia menyambar satu handuk kecil di mobilnya, dan menekankan handuk itu di kepalaku yang berdarah. Tidak apa-apa, Glass. Ayo nyetir mobilnya. Kita tadi mau ke pasar, kamu tahu jalannya khan? Aku meracau, gonggonganku memenuhi mobil. “Tenang, Mike. Tenang.” Dengan sigap, tangannya yang satu lagi memutar kunci dan melaju dengan cepat. Hanya butuh tujuh menit untuk sampai di lokasi tabrakan tadi. Glass menggendongku turun. Dia berlari menuju Keira. Menelepon Ambulans. Dan semua berlangsung cepat. Aku menggonggong tanpa henti. Aku takut, aku takut, aku takut sekali. Keira tidak membuka mata. Aku mengelilingi tubuh keira yang ditangani petugas ambulans. Aku takut. Beberapa petugas ambulans itu berusaha menenangkan aku, menjauhkan aku dari Kei. Aku menggeram keras pada mereka. Jangan ganggu aku. Jangan. Keira, ayo buka mata. Kita mau kepasar, lalu ke taman. Petugas ambulans itu mengiris tenggorokan Keira. Aku terpaku menatapnya. Mereka memasang satu selang melalui tenggorokannya, lalu menghubungkannya dengan satu pompa. Memaksa paru-paru Keira berkerja. Aku diam, memiringkan sedikit wajahku dan mendengarkan. Ayo kei, ayolah… Satu menit. Ah, ada. Ada! Denyutnya ada! Aku menyalak pada tim medis. “Akhirnya.” Kata mereka. Aku menggonggong. Tuh kan! Dia ga akan menyerah… Aku menggonggong sekali lagi. Glass! Bayinya! Bayinya! Namun mereka mengangkat Keira, dan memasukkannya kedalam ambulans. Glass mengangkatku dengan tangan kirinya, melompat ke dalam mobil ambulans. Aku mulai berpikir, kapan hari mengerikan ini akan segera selesai. Aku mendengar suaraku mulai takut dan mengerang lemah. Glass mengelus pundakku. “Keira tidak akan apa-apa.” Aku mendengarnya berbicara, entah padaku atau pada dirinya sendiri. Namun, aku menghargainya. Rasanya aku mengakui dia sebagai alphaku sekarang. Aku menjilati wajahnya pelan. Dia juga takut, sama sepertiku. Kami tidak akan bisa mengatasinya jika kehilangan Keira. Aku kuatir sekali dengan adik bayi diperut Kei. Kepalaku terlalu sakit, kakiku sepertinya pecah dan terluka parah. Sebentar lagi, Mike. Sebentar lagi, tahan sedikit. Mereka akan membawaku ke dokter. Aku suka dokter, mereka membuatku menjadi sehat dan kuat. Jadi, bertahanlah, Kei. Mereka juga akan membawamu ke dokter. Kamu dan adik bayi yang di perut akan baik-baik saja. *** Glass tahu, aku tidak mau ditinggal. Namun rumah sakit tidak mengizinkan aku masuk. Dia meminta Joli, teman dari Keira, menjemputku dan membawaku untuk diperiksa. Sesampainya di depan rumah sakit, Joli sudah berada disana, menunggu. Keira tinggal bersama Joli cukup lama sebelum pindah, saat menikah dengan Glass. Joli adalah dokter-ku. “Aku tahu kamu khawatir pada Kei. Sekarang, aku akan mengobatimu. Lalu aku akan memberimu makan, dan kita akan kembali di sini. Duduk di dalam mobil, atau duduk di taman, dan menunggu Keira sadar.” Aku mendongakkan kepalaku pada Joli. Menyentuhkan hidungku pada dadanya. *** Aku takut pada air, aku tidak suka mandi. Jika Keira hendak memandikanku, dia akan memelukku, dan kami akan masuk ke bath tub bersama-sama. Dia akan berbisik padaku, “Mike, airnya hangat. Don’t be scared. It’s okay, I’m here.” Dengan tegang, aku akan mematuhinya. Aku takut pada hujan dan petir, dia akan di rumah menemaniku, dan berkata “Don’t be scared.” Sepertinya sudah seminggu, setiap malam, Joli membawaku menunggu. Dan kini aku sepertinya mulai takut untuk menunggu. Setiap kali aku menunggu, Keira selalu pulang ke rumah. Tidak sejak seminggu yang lalu. Dan Joli tidak berkata banyak, jika Glass meneleponnya. Aku tidak mampu berdiri. Tubuhku sakit. Kulit kakiku, pecah dan memar di tulang pinggulku sungguh menyakitkan. Karenanya, Joli sudah memberiku obat penahan nyeri. Aku terbangun karena Joli memanggilku. Aku pasti tertidur sejak semalam, obat-obat itu membuatku mengantuk. Dan, sudah pagi lagi. “Mike. Itu Keira, dia sudah boleh keluar dari rumah sakit.” Apa? Apa? Aku bisa bertemu Keira? Sungguhan? Joli mengulangi perkataannya, “Keira akan keluar dari rumah sakit pagi ini. Ayo, aku bawa kamu untuk bertemu dengannya.” Dia menggendongku keluar, dan duduk di kursi taman yang di letakkan beberapa langkah dari pintu rumah sakit. Jantungku berdebar keras sekali. Telingaku naik. Ekorku mengibas-ngibas pelan. Pandangan mataku menatap pintu rumah sakit itu serius. Lima menit. Tujuh menit. Kenapa lama sekali? Dan aku merasakannya, aku mencium baunya, menangkap suaranya dalam pendengaranku. Aku melompat dari pangkuan Joli. Sakit sekali. Namun, aku ingin berdiri di depan pintu, menyambutnya. Terjatuh, memalukan sekali. Sakitnya telapak kakiku membuatku meraung, dan sakitnya pinggulku, tidak mampu menahan berat badanku. Namun, aku berusaha. Dengan kedua kaki depanku, aku menahan sedikit demi sedikit. Tertatih, dan langkah oleng. Perban di kepalaku menghalangi pandanganku. Aku berhasil berjalan dan duduk di tengah, tepat di depan pintu masuk. Dia duduk di kursi roda. Glass mendorongnya. Aku meraung menatapnya. “Dia tidak apa-apa, Mike. Kursi roda hanya prosedur, keluar dari rumah sakit. Dia boleh berjalan.” Fiuhhh, pikirku. Bikin kaget saja. Dia, Keira. Keira yang kukenal. Aku tidak mampu bergerak, aku tidak mampu melompat. Aku terlalu senang, melihat dia kembali. Butuh dua detik, akhirnya aku mengibas-ngibaskan ekorku kuat, mengonggongnya ceria. Aku tidak bisa berdiri, aku hanya duduk, dan menggunakan kaki kanan depanku, menyentuh-nyentuh tangannya yang ia ulurkan. Keira jahat. Kenapa begitu lama? Ayo pulang! Sesuatu hilang dari Keira. Sesuatu yang aku khawatirkan. Dalam perjalanan, Keira terdiam, namun terus mengelus punggungku. Aku juga diam. Berusaha menyangkal hal yang aku sadari. Kami sampai di rumah, Glass menggandeng Keira masuk. Semua berjalan seperti biasa. Keira duduk di tempat tidurnya. Dengan lembut dia mengeluarkan penggaris plastik yang sebelumnya ia perlihatkan padaku. Lalu dengan perlahan dia melangkah menuju kamar mandi, dan membuang penggaris plastik itu ke dalam tong sampah. Aku menundukkan wajahku. Maafkan aku, Kei. Aku tidak lebih cepat menolongmu. Maafkan aku. Langkahku tidak cepat, lariku lamban sekali. Maafkan aku… Jangan sedih. Aku ada di sini, jangan takut. Jangan takut, keira… don’t be scared… Aku menghampirinya, duduk tegak. Menatapnya yang terisak pelan. Bahunya berguncang. Aku ada disini. Aku dan Glass. Menangislah, besok akan lebih baik. Jika kamu hanya ingin tidur, aku akan menemanimu. Jika kamu masih ingin menangis, aku akan menemanimu. Keira diam, dan berbaring. Matanya menatap ke langit-langit. Dia butuh waktu. Aku berbaring di sampingnya dengan daguku diatas perut Keira. Please don't try to understand it. Let it passed, Kei. Hari yang kutakutkan sudah berlalu. Keira ada disini, dan disampingku. Kadang kita tidak memiliki kesempatan untuk memilih keduanya. So sorry, Kei… Pic grab from here : (http://www.flickr.com/photos/linalina945/4802032518/in/pool-schnauzer)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun