Perkembangan motorik pada anak merupakan bagian integral dari proses pertumbuhan dan
perkembangan secara keseluruhan. Berbeda dengan pertumbuhan yang lebih berkaitan dengan
aspek kuantitatif, perkembangan motorik anak lebih menitikberatkan pada aspek kualitatif, di
mana anak mengembangkan kemampuan pengendalian gerakan tubuh melalui proses yang
terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Untuk memahami dengan lebih
baik tahapan perkembangan motorik anak, dapat digunakan pendekatan berdasarkan usia,
seperti yang dinyatakan oleh Nation Association For the Education of Young Children
(NAEYC) yang membaginya menjadi enam tahap, yaitu: infant, older infant, young toddler,
older toddler, preschool, dan primary school.
Secara umum, perkembangan motorik anak meliputi dua aspek utama, yaitu motorik kasar dan
motorik halus. Motorik kasar berkaitan dengan gerakan besar seperti berjalan, melompat, dan
berguling, sementara motorik halus mencakup gerakan yang lebih halus seperti menggambar,
menulis, dan menggunting.
Teori yang mendeskripsikan sistematisasi perkembangan motorik anak secara rinci adalah
Dynamic System Theory, yang menekankan pentingnya persepsi anak terhadap lingkungannya
yang memotivasi mereka untuk bergerak. Faktor-faktor seperti perkembangan sistem syaraf,
kemampuan fisik, keinginan anak, dan lingkungan yang mendukung memainkan peran penting
dalam membangun kemampuan motorik anak.
Ciri-ciri spesifik perkembangan motorik anak dapat diamati melalui standar tingkat pencapaian
perkembangan anak (STPPA) yang menetapkan berbagai kemampuan yang diharapkan pada
setiap rentang usia. Misalnya, pada usia 3 bulan, anak diharapkan dapat memainkan jari tangan
dan kaki serta meraih benda di depannya sebagai bagian dari perkembangan motorik halus,
sementara pada usia 6-9 bulan, mereka diharapkan dapat mengambil benda yang terjangkau
dan merangkak ke segala arah sebagai bagian dari perkembangan motorik kasar.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak, baik sebelum maupun
setelah lahir. Faktor-faktor tersebut meliputi pengaruh obat-obatan dan penyakit bawaan ibu,
faktor genetik, nutrisi ibu hamil, lingkungan, aktivitas fisik, dan nutrisi anak. Kurangnya
nutrisi, lingkungan yang tidak mendukung, atau kurangnya aktivitas fisik dapat menjadi
penghambat bagi perkembangan motorik anak.
Terkadang, anak mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik mereka. Hal ini
dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti gangguan genetik, cerebral palsy, atau dyspraxia.
Orang tua perlu memperhatikan tanda-tanda keterlambatan perkembangan motorik anak,
seperti gerakan yang kaku atau tidak seimbang antara anggota tubuh, serta mengambil langkah-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H