Angin topan yang mengerikan. Suaranya begitu keras pohon-pohon bergerak pasrah tertiup kesana kemari bahkan ada beberapa yang tumbang. Andai tak kehausan akupun enggan keluar kamar. Bagamana lagi aku juga belum makan malam. Seven-eleven(7-11) adalah alternatif yang paling tepat. Karena memang cuma mini market satu ini yang buka 24 jam disekitar rumah sakit tepatnya Chan Gung Memorial Hospital, Taipe. Salad dan orange jus ada ditanganku. Akupun siap-siap antri ke bagian kasir. Ada sekitar lima orang antri di depanku. Inilah enaknya hidup di Taiwan karena orang-orangnya selalu teratur memiliki rasa disiplin yang lumayan tinggi. Satu orang berlalu, tinggal empat orang lagi…
Wah…angin semakin kencang, suaranya pun makin menyeramkan. Aku semakin enggan menyebrang karena sudah pasti aku basah kuyup. Payung tidak berguna sama sekali karena akan rusak oleh terjangan angin. Aku berdiri mematung. Antara takut nenekku akan menangis karena aku tinggal sendirian di kamar inap yang ada di lantai 10. Sambil memasukan selang kedalam mulutku aku mencoba untuk sabar menunggu barangkali hujan akan sedikit reda.
“Hai..” aku menoleh kearah suara sekaligus pemilik tangan yang menyentuh bahuku. Seorang laki-laki berkacamata, mengenakan setelan biru tua lalu bagian luarnya mengenakan jas putih. Beberapa pensil terselip dikantongnya, pakaian yang biasa dikenakan dokter saat melakukan operasi atau sedang dalam ruang pasien.
“Dokter, Ni hau,? Sapaku sambil sedikit membungkuk sebagai salam hormat. Dokter itupun membalas salamku dengan hal serupa.
“Lama tidak bertemu, ko ta hau ma?” maksudnya menanyakan bagaimana kabarmu selama ini.
“Hen hau (baik), Ni neh? (lalu anda)
“Hai hau, (lumayan baik)” ucapnya sambil tersenyum. Namanya Alex tiga tahun lebih tua dariku, kami kenal sejak delapan bulan yang lalu saat nenekku dirawat selama 15 hari. Kebetulan dia bertugas menjadi Dokter spesial di lantai 10 waktu itu.
“Oh, ya kata ayi (tante)kamu sudah punya pacar?” ucapnya tiba-tiba sambil merogoh ponsel kecil dari saku bajunya. Aku tercengang. Kenapa ayi cerita ke dia kalau aku sudah punya pacar.
“Kok, ngga dijawab?” tanyaku, tanpa sadar.
“Pacarku,” jawabnya ringan sambil menarik nafas dalam. “Repot,serba salah,” lanjutnya. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya. Tanpa kusadari ternyata dia sedang memperhatikan aku hingga tanpa sengaja mata kami bertemu. Aku tau dia merasa canggung hingga segera membuang muka.
“Kok cuma tersenyum?”