Mohon tunggu...
Stefanus Dominggus
Stefanus Dominggus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Fakultas Filsafat Unika Parahyangan Bandung. culture studies, lovely music and writing

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Evolusi Penipuan

5 Juni 2013   13:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:30 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

judul diatas memang tidak ada keren-kerenya, namun jika hal tersebut kemudian kita lihat dari  sudut yang berbeda  tentunya akan melahirkan persespsi yang berbeda. nahc, persepsi kali ini saya angkat dari suatu pengalaman , bisa dibilang sebagai pengalaman pribadi, namun saya rasa , hal ini mungkin juga dialami oleh teman-teman.

evolusi penipuan,  bisa dibilang demikian walaupun agak memaksa sebenarnya, telah banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, contoh sderhana saja, coba siapa yang masih ingat, dulu sewaktu kecil, jika  orang tua  sebutlah Ibu , (soalnya kita cenderung takut toh sama Ayah) yang meminta tolong kepda kita untuk membeli sesuatu di warung, sadar atau tidak, pasti diantara teman-teman berharap ada sisa uang dari belanjaan tersebut, atau bahasa kerenya "kembalian".  nah , kembalian inilah yang kemudian menjadi "proyek" lahirnya hasrat penipuan ,(kurang kuat yahc argumennya).

maksud saya adalah , saya tidak megenaralisasi suatu peristiwa, jadi sory2 aja nehc bagi yang tidak merasa serpti apa yang saya sebutkan diatas. akan tetapi, disini saya mau mengatakn bahwa, betapa "canggihnya" sistem sebab akibat yang sudah membentuk dalam keseharian kita.  layaknya dualisme kartesian, jika a maka b, dan sebaliknya. kita dihadapkan pada kebebasan, namun kebebasan itu  ada pada sistem yang sebenarnya tidak bebas. kamu bebas, tapi kebebasan itu yang kemudian menciptakan "peluang"  bagi terciptanya  ketidak bebasan.

hadeh, makin rumit euy, saya teh  tadinya mau membahas penipuan, kenapa "ujuk2" malah bercerita ttg kebebasan.

kembali pada perkara penipuan,

sore ini, saya sengaja berjalan kaki dari kampus saya dijalan nias No.2  menuju tempat kost di jalan patrakomala dalam no.34 Bandung. jarak  tersebut jika ditempuh dengan jalan kaki, memakan waktu -+ 25 menit.  yang membuat saya mengapa harus menuliskan cerita ini, sebenarnya berangkat dari fenomena yang saya jumpai sore ini.

teman-teman pernah nggak, sewaktu di jalan di datangi oleh orang tua tapi  tidak terlalu tua, terkadang mas-emas . dengan modus kira-kira umumnya seperti ini:

bapak2 agak tua: "maaf dek, kalo cimahi dari sini masih jauh gak yak ? saya teh dari cianjur, mau ke cimahi, tapi sisa uang saya tinggal 2 ribu, kira2 cukup nggak yahc? (tatapanya memelas)

trus setelah korban menjawa bla2...bla2...

bapak tua tersebut melanjutkan, : " dek punya 2  ribu nggak ? buat nambahin ongkos saya ke cimahi!!...

!@!#@#$$#%

what!!!...

haduhh,,, intronya terlalu lama pak deh...  ini  sebenarnya modus lama , tapi  sekaligus baru buat saya. lama dikarenakan , saya pernah mengalami hal yang serupa, baru dikarena kan saya mengalami hal tersebut sore hari ini, dan yang paling saya tidak terima adalah, :

Why???  tapi kenapaa!!!

saya bertemu dengan orang yang sama , dengan cara yang sama, dia coba untuk menipu saya dan tersangka hanya merubah alur ceritanya saja. dulu dia berasal dari pengalengan dan mau ke gedebage.

sebebtulnya ini bukan hanya suatu kebetulan, tapi ini adalah suatu keseharian. keseharian bagi dirinya, dan keseharian bagi saya.

saya tidak mempersoalkan berapa kali pun saya pernah ketipu( walaupun dari awal saya sudah tahu kalua itu hanya usaha atau modus dia saja). dan saya pun sudah banyak menjumpai modus sperti ini, bahkan dengan format yang sangat rapi, tersusun,pasti dan "meyakinkan" kalau mereka benar2 mau menipu. tapi guys, pernah gak sih kita sedikit berpikir ,  bahwa sebenarnya,  kita adalah bagian dari kebebasan mereka, bahwa kita adalah bagian dari pilihan mereka. ketika kita menolak kita benar dalam mengapresiasikan kebebasan kita, tapi sekaligus "memperkosa kebebasan kita".

guys,  yang mau saya sampaikan disini adalah, bahwa keseharian sadar atau tidak adalah bentuk lain dari "penipuan".  kesaharian mewakili realitas paradoks , ia seperti cermin yang seakan -akan menawarkan, mewakili apa yang kita inginkan yang sebetulnya kita hnya memuja hasrat palsu. atau jangan2 itu hanya keinginan gen semata.dan sebaliknya, apabila kita dihadapkan pada realitas yang bukan kita inginkan, jangan2 disanalah tedapat kebenaran yang sesungguhnya . atau jangan2 kini kebenaran telah muak dengan realitas, sehingga kebenaran menjellma menjadi "penipuan" yang sesungguhya disitu terdapat ketersingkapan baru tentang makna kebenaran.

atau jangan2 penipuan2 yang ada saat ini adalah 'jembatan' untuk mengantar kita pada realitas kebenaran.

atau jangan2 kebenaran dan penipuan kini setipis kertas dan memiliki makna yang kabur!

dari pengalaman sore ini,setidaknya telah mengantar saya untuk mempertanyakan , mengkritisi, dan meng"evolusi" sang ilusi sejati. yaitu Tuan Paradoks.

salam hangat. mingguz / bandung Unt4inkable

w

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun