Mohon tunggu...
Miswaka Mine
Miswaka Mine Mohon Tunggu... -

Tertarik pada isu-isu sosial dan domestik rumah tangga.

Selanjutnya

Tutup

Money

Melihat Kocek Kelas Menengah

29 Juni 2016   06:25 Diperbarui: 29 Juni 2016   07:45 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu pesona Indonesia adalah pesatnya pertumbuhan kelas menengah. Kelompok yang bertanda daya beli tinggi ini, menjadi incaran para pebisnis.

Mulai dari merek dalam negeri hingga brand ternama di kelas dunia, membidik entitas yang berjumlah sekitar 130 juta jiwa si kelas menengah. Kita saksikan, di pusat-pusat perbelanjaan merek fashion seperti Hermes, Victoria’s Secret hingga Armani, laris manis.

Di saat yang bersamaan, kelompok ini berhasil (secara tidak terorganisir) menciptakan anasir new life style. Gaya mereka, menjadi kultur baru sekaligus komponen utama pembentuk mainstream pop culture.

Gelombang gaya hidup ini, menciptakan lipatan riak hingga menyusun irama baru di berbagai sektor kehidupan. Yang paling nampak dan mudah dikaji adalah di bidang ekonomi.

Ketika mereka hadir sebagai mesin konsumtif, pasar menyambut dengan rangkulan hangat. Ambisi untuk memuaskan gaya hidup dengan barang-barang branded, disahuti penawaran memudahkan.

Salah satunya melalui skema kredit untuk kepemilikan barang. Jika dulu hanya barang mewah yang diberikan opsi kredit, kini liburan dan membeli handpone pun bisa dikredit. Ada yang mengatakan itu demi menjaga gengsi.

Tapi jika ditelisik lebih dalam, kelompok ini sebetulnya sangat rasional. Konsumsi bukan sekadar karena alasan brand, tapi keyakinan akan kualitas. Mereka rela membayar mahal, demi mendapatkan kualitas terbaik.

Laris manis produk baru dan berkualitas, bahkan sebelum produk tersebut diproduksi menegaskan hal tersebut. Di bidang otomotif atau properti misalnya, kita sering mendengar istilah indent dalam pembelian. Masyarakat memesan dan membeli produk yang belum ada secara fisik.

Contohnya, ketika pengembang kenamaan, Agung Podomoro Land membangun kawasan hunian terpadu Orchad Park, yang mengusung konsep one stop green living dengan berbagai fasilitas high class, serta merta pemasaran produk Agung Podomoro tersebut disambut antusias dengan serapan pasar yang sangat tinggi.

Untuk sebuah kawasan baru, Orchard Park Batam sukses terjual 97% adalah pencapaian fantastis. Kembali ke soal kualitas tadi, bahwa kelompok yang memiliki produktivitas tinggi ini, berani merogoh kocek lebih dalam demi membeli kualitas.

Ketika mereka membeli properti di Orchad Road, selain memperoleh barang dalam bentuk fisik, juga mendapatkan nilai tambah untuk kehidupan berkualitas. Kelompok kelas menengah tak segan membayar lebih untuk satu hal yang rasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun