[caption id="attachment_325505" align="aligncenter" width="491" caption="Ilustrasi, sumber: http://1.bp.blogspot.com"][/caption]
Beberapa minggu lalu, saya berinisiatif mengadakan pertemuan untuk sharing tips cara memenangkan beasiswa S2 dan S3 ke Luar Negeri. Sebuah rencana yang ingin sekali saya lakukan sebelum berangkat ke negeri Paman Sam Amerika awal bulan depan. Diluar dugaan, status Facebook saya yang mengajak teman-teman di Bengkulu ini mendapatkan respon yang banyak, sampai status itu juga di share oleh teman-teman di daerah lain. Bagi yang tidak bisa datang karena masalah jarak dan waktu, saya mengirimkan files yang berguna untuk melamar beasiswa S2 dan S3 Luar Negeri ke e-mail mereka.
Di hari pelaksanaan, ada sekitar 20-an orang yang datang. Kedatangan mereka dari berbagai kampus di Bengkulu membuat saya semakin semangat menularkan virus berburu beasiswa luar negeri. Waktu dua jam yang dialokasikan terasa tidak cukup hingga harus menembus Adzan Magrib beberapa menit. Peserta yang datang pun bervariasi; mulai dari yang masih mahasiswa sampai yang sudah bekerja. Tetapi, mereka datang dengan satu tujuan, yaitu ingin tahu bagaimana caranya memenangkan beasiswa S2 dan S3 ke Luar Negeri seperti yang telah saya lakukan.
Setelah selesai pertemuan itu, rasa puas terasa memenuhi hati saya. Dulu saya seperti mereka, punya mimpi untuk melanjutkan studi ke Luar Negeri. Namun, masalah biaya selalu menjadi penghalang utama. Untungnya, sejak menginjakkan kaki di Kampus Universitas Bengkulu, saya sudah bertekad untuk mempersiapkan diri sebaiknya agar bisa melamar beasiswa S2 luar negeri setelah lulus, dan kemudian dilanjutkan dengan S3. Alhamdulillah, tekad ini disambut Ridho Tuhan; Saya lulus S1, dapat beasiswa S2 studi ke Inggris lalu lanjut akan studi ke Amerika dengan beasiswa lagi. Cerita tentang bagaimana saya bisa memenangkan beasiswa S2 luar negeri bisa dibaca di sini.
Travelling Santri
Salah seorang petinggi Panitia Seleksi Beasiswa Fulbright, Pak Bana, pernah berpesan pada saya,” Lebih baik kita belajar dari satu perkumpulan pengajian ke perkumpulan pengajian lainnya, berpindah-pindah, daripada belajar di satu perkumpulan pengajian saja terus menerus dan selamanya. Gus Dur menyebut pembelajar seperti ini dengan istilah Travelling Santri.” Raut wajah laki-laki ini sudah terlihat renta, dengan keriput dimana-mana, tapi keluasan cara berpikirnya terpancar dari setiap kata-katanya.
Saat itu, sebutan Travelling Santri segera menyergap pikiran saya. Sebuah panggilan yang menarik untuk menyebut para penuntut ilmu yang berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya, begitu saya memahaminya. Pengalaman studi di Indonesia, Inggris dan nanti di Amerika sangat memberikan dampak besar dalam pertumbuhan cara berpikir saya dalam memandang sesuatu. Ketika sebelum sampai ke Inggris, saya memiliki pandangan kalau negara tercinta ini, Indonesia, adalah sejelek-jeleknya negara; banyak koruptor, kriminalitas, pengangguran, penyimpangan dan lain-lain. Tetapi, setelah mengalami kehidupan di negeri Tiga Singa sambil menuntut ilmu di University of Manchester, sebuah perspektif berfikir baru terbuka; Indonesia ternyata tidak sejelek yang saya pikirkan atau seperti yang tersebar di media masa. Indonesia punya potensi besar untuk menjadi negara yang maju. Semua hal yang saya anggap jelek di Indonesia ternyata terjadi juga di Inggris. Ada kiriminalitas, seorang wanita yang sedang menunggu Bus dipaksa masuk kedalam mobil, diperkosa, kemudian dikeluarkan dari mobil begitu saja di Jalan. Pengangguran dan pengemis menghiasi pinggiran jalan. Perdebatan tentang sistem pendidikan masih terjadi, terutama tentang students loan, dan sebagainya.
Perpindahan saya dari Indonesia ke Inggris memberikan perspektif berpikir baru yang mungkin tidak akan saya dapatkan saat studi di Indonesia. Rasa optimisme terhadap bangsa dan anak-anak Indonesia meningkat, khususnya setelah saya mengetahui ada orang-orang Indonesia yang berprestasi di luar negeri yang bekerja sebagai akademisi dan profesi lainnya. Mereka sangat dihormati dan menjejakkan prestasi-prestasi membanggakan diluar sana, serta membuat cengang orang asing tempat dia hidup. Pak Habibie hanya satu dari ratusan orang-orang Indonesia yang menggoreskan tinta emas di negara orang. Artinya, anak-anak Indonesia bisa bersaing dengan orang-orang luar bila diberikan kesempatan untuk berkembang.
Inilah manfaat dari berburu beasiswa luar negeri. Kita bisa travelling menuntut ilmu dari satu negara ke negara lainnya. Bertemu dan belajar dari berbagai guru dari penjuru dunia. Memahami dan beradaptasi dengan lingkungan dan kultur kehidupan yang berbeda-beda. Berselancar dari satu pemikiran ke pemikiran lain, mendalami luasnya samudra ilmu yang dibentangkan Tuhan. Begitulah yang dilakukan oleh seorang Travelling Santri. Dan semua peserta yang datang dipertemuan saya kemarin dan para pemburu beasiswa luar negeri adalah calon-calon Travelling Santri masa depan, sedang mempersiapkan bekal sebelum melakukan perjalanan yang lebih jauh.
Semoga akan ada lebih banyak lagi Travelling Santri dari Indonesia di masa depan dan anda menjadi salah satu diantaranya :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H