Hari ini resmi sudah diumumkannya kematian Kolonel Muammar Gaddafi. Dua peluru yang bersarang di dada dan kepalanya ternyata cukup untuk mengakhiri rezim yang telah dibangunnya lebih kurang selama 42 tahun. Dilahirkan di kota Sirte, dan ditewaskan di kota Sirte. Laki-laki yang menyebut dirinya the king of the kings itu telah menghadap raja yang sesungguhnya sekarang. Hanya saja, terlalu banyak nyawa yang sudah hilang serta harta yang telah lenyap hanya untuk memenuhi ambisi pribadinya. Entah, apakah masa depan warga Libia juga akan lenyap bersama dirinya.
Terlepas dari itu, beragam tanggapan muncul dari berbagai sisi. Bagi warga Libia sendiri, ini adalah waktu yang dinanti. Peperangan yang dikobarkan selama beberapa tahun terakhir ini tak lain untuk mewujudkan keadaan menjadi seperti ini. Dokter yang memeriksa tubuh Gaddafi pun menangis gembira setelah memastikan nadi Gaddafi tidak berdetak lagi. Di London, Perdana Menteri Inggris, David Cameron langsung berujar bahwa saat ini adalah satu langkah maju untuk Libia dalam membangun masa depan demokrasi yang cerah. Serta, juga merupakan waktu yang tepat untuk mengingat korban-korban Gaddafi yang telah meniggal dunia. Dari gedung putih sendiri belum ada tanggapan. Mungkin sibuk dengan urusan finansial.
Aku jadi teringat Ali dan Ihsan, teman yang berasal dari Libia dan Irak. Awalnya aku terkejut ketika tahu Ali berasal dari Libya bulan Juli lalu. Karena saat itu pemberitaan tentang perang di Libia sedang panas-panasnya. Ketika itu aku hanya bingung saja, orang lagi perang koq dia malah sibuk mau ngambil s2. Tetapi, Ali pun menjelaskan padaku bahwa hanya di daerah-daerah tertentu saja yang terjadi perang. Masih banyak daerah-daerah di Libia yang hidup damai termasuk di kota tempat tinggalnya.
Cerita Ihsan juga tak kalah menariknya, beliau ikut tergabung menjadi tentara ketika Irak akan menyerang Kuwait. Saat itu Saddam Hussein mengerahkan kekuatan penuh menuju Kuwait. Sayangnya, ditengah jalan pulang mereka di kepung oleh tentara dari darat dan udara yang entah darimana asalnya. Ditengah gurun. Akhirnya, puluhan ribu tentara Irak tewas saat itu juga. Dia termasuk yang selamat. Sejak itulah, permusuhan Saddam Hussein dengan Negara-negara sekutu dimulai. Dia pernah menunjukkan padaku videonya di youtube bila ingin melihatnya. Hanya saja aku lupa apa judulnya. Ihsan pernah berkata nasibnya sama dengan Ali, yaitu memiliki presiden yang suka berperang yang akhirnya membawa penderitaan bagi rakyatnya.
Bagaimana dengan Indonesia? Mungkinkah hal seperti ini akan terjadi? Tak ada yang tahu pastinya. Hanya saja, kesabaran orang ada batasnya. Selama kursi yang di duduki itu tidak digunakan sebagaimana mestinya. Tunggu saja tanggal mainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H