Mohon tunggu...
Budi Waluyo
Budi Waluyo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

An IFPer & a Fulbrighter | An alumnus of Unib & University of Manchester, UK | A PhD student at Lehigh University, Penn, USA. Blog: sdsafadg.wordpress.com. Twitter @01_budi. PIN BBM: 51410A7E

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjadi "Alien" di Amerika

29 April 2015   20:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_380847" align="aligncenter" width="504" caption="Diatas kapal Cruise menuju Liberty Island.."][/caption]

Ditengah sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas akhir semester, sebuah e-mail tentang trip ke Statue of Liberty dan Ellis Island masuk. Trip ini dibuat oleh Graduate Students office dengan bantuan dari seorang donatur. Seperti biasa, perjalanan yang diatur oleh kampus akan selalu lebih murah dari biaya normal, bahkan bisa gratis. Bulan lalu saya memutuskan registrasi untuk perjalanan ini dengan biaya $20 perorang, semua sudah ditanggung. Kalau pergi sendiri, ongkos bus Bethlehem – New York seharga $ 45, belum termasuk biaya ongkos naik Cruise dan masuk ke Patung Liberty sampai ke Mahkotanya. Walaupun setiap bulan ke New York, untuk dua tempat ini belum pernah saya kunjungi karena enggan mengatur rencana perjalanan dimana harus booking tiket online dahulu, dan lain sebagainya. Sayangnya, waktu perjalanan di ujung semester, disaat mahasiswa di kampus sedang banyak begadang mengerjakan tugas dan mempersiapkan ujian.

Beberapa mahasiswa, termasuk teman saya dari Brazil, memutuskan tidak mengikuti trip ini, merelakan uang yang sudah dibayarnya. Untungnya, ketika sudah berada di dalam bus menuju New York, penanggung jawab trip ini mengumumkan kalau uang yang sudah kami bayar akan dikembalikan dan perjalanan ini gratis! Beginilah enaknya mengikuti perjalanan yang diatur oleh kampus. Terkadang, agar membuat mahasiswa serius mengikuti perjalanan atau rencana yang sudah dibuat, dibuatlah biaya tertentu untuk registrasi sehingga mahasiswa punya ikatan komitmen untuk menghadirinya. Ada banyak acara dan perjalanan yang dibuat kampus setiap bulan, dengan sistem siapa cepat registrasi, dia dapat, sering kali mahasiswa hanya registrasi  tapi tidak datang, tidak ada beban disebabkan tidak ada uang yang dibayar. Jadi, sistem uang dikembalikan ketika sudah ikut sudah biasa terjadi di kampus ini, mungkin juga di kampus lain di Amerika.

Statue of Liberty dan Ellis Island terletak di dua pulau yang berbeda, harus menaiki sebuah kapal Cruise untuk mencapai dua pulau ini. Ada juga Cruise gratis yang berangkat dari New York menuju Staten Island. Beberapa turis, termasuk saya sebelumnya, memanfaatkan Cruise gratis ini. Kapal ini melewati patung Liberty, jadi jika hanya ingin berfoto dengan latar belakang patung Liberti cukup naik Cruise, kemudian menunggu sampai Cruise mendekati patung Lady Liberty. Skycrappers di New York terlihat indah dari atas Cruise, terutama di malam hari dengan kerlap-kerlip lampu menyeruat dari kegelapan. Bus yang kami tumpangi berhenti di 17 Battery Place, dekat pelabuhan menaiki Cruise menuju Liberty Island.

Sudah bisa ditebak, antrian untuk menaiki Cruise ini panjang sekali, belum lagi harus melewati screening proses yang ketat seperti saat pertama kali memasuki bandara di Amerika. Tiket yang diberikan kampus berlabel ‘reserved’ artinya sudah di booking online jauh-jauh hari. Di line sebelah, antrian panjang terlihat, mungkin itu jalan masuk bagi yang tidak reserve tiket terlebih dahulu. Tetapi, kapal Cruise yang disiapkan bisa langsung mengangkut banyak penumpang, membuat antrian yang panjang berkurang banyak seketika. Rute Cruise biasanya dari New York menuju Liberty Island, lalu penumpang bisa menghabiskan waktu melihat-lihat pemandangan disekitar pulau serta naik ke puncak mahkota patung Liberty, memandang kota New York dari ketinggian. Setiap 15 menit sekali Cruise yang menuju Ellis Island datang, tidak terlalu lama menunggu, begitu juga dari Ellis Island menuju New York. Dua tempat ini sudah menjadi salah satu tujuan utama para turis yang berkunjung ke Amerika, sehingga sistem transportasi sudah disiapkan dengan baik.

[caption id="attachment_380848" align="aligncenter" width="485" caption="Kapal Cruise yang mengangkut penumpang menuju Liberty Island dan Ellis Island"]

1430312418647875366
1430312418647875366
[/caption]

Turun dari Cruise, saya bergabung dengan seorang teman dan anaknya dari Vietnam. Istrinya adalah teman sekelas saya yang memutuskan untuk tidak ikut, karena harus menyelesaikan tugas kuliah. Setelah mengambil audio yang bisa digunakan untuk mendengarkan tour guide, kami berjalan menuju patung Liberty, disini kembali ada screening proses. Patung Liberty memiliki tangga dan lift di dalamnya yang membuat pengunjung bisa naik menuju Pedestal dan Mahkota. Pedestal patung Liberty bisa sampai lantai empat, sedangkan Mahkotanya jauh di puncak. Bagi yang menyukai pemandangan ala pelabuhan dengan latar belakang skycrappers modern, Liberty Island bisa memberikan kepuasan tersendiri.

Selama menikmati eksplorasi di Liberty Island, banyak hal yang saya bicarakan dengan suami teman ini. Beliau dan istrinya satu tahun lebih dulu sampai di Amerika. Istrinya menyelesaikan studi S2 di Australia dengan beasiswa Australia Awards, sedangkan dirinya sendiri disini bekerja untuk membantu biaya hidup keluarga selama istrinya studi. Kuliah S3 dengan tanpa dukungan beasiswa memang berat, dan itu yang sedang dialami istrinya sekarang. Setiap akhir tahun, istrinya harus mulai mencari dan melamar berbagai Graduate Assistant yang tersedia di College of Education. Kampus-kampus di Amerika umumnya menyediakan dana-dana bantuan dalam bentuk Graduate Assistant, Research Assistant, atau Teaching Assistant yang bisa membantu mahasiswa untuk membayar tuition fee dan mendapatkan uang bulanan. Sayangnya, dana semacam ini hanya menanggung paling lama satu tahun, jadi harus kembali mencari dana baru untuk tahun berikutnya.

[caption id="attachment_380849" align="aligncenter" width="504" caption="Pedestal Patung Liberty.."]

14303124982127784983
14303124982127784983
[/caption]

Kampus-kampus di Amerika jarang sekali memberikan dana sejenis Graduate Assistant untuk periode lebih dari satu tahun. Kalau ada yang dapat, umumnya dari jurusan Tekhnik atau kampus yang banyak menerima bantuan dana penelitian. Hal yang sering saya temui adalah teman lulus diterima disebuah kampus dengan bantuan dana sebagai Graduate Assistant selama satu tahun. Saya pernah bertanya dengan teman dari Afrika yang mengalami hal ini untuk program PhD, kemudian saya pun bertanya bagaimana dia akan membayar kuliahnya setelah satu tahun berakhir. Dia menjelaskan kalau kampus di Amerika jarang sekali memberi kenyamanan pada mahasiswa dari segi dana dengan langsung menjamin biaya dari awal sampai akhir kuliah. Kampus biasanya hanya menjamin satu tahun, itu pun dengan bekerja sebagai Graduate Assistant. Karena si mahasiswa paham harus mencari dana kembali di tahun berikutnya, dia akan berusaha sebaik mungkin mempertahankan prestasi belajar; begini cara kampus di Amerika membuat mahasiswa terus belajar walaupun di waktu yang sama harus memikirkan soal dana. Bila kampus menjamin dana dari awal sampai akhir kuliah, si mahasiswa bisa saja ‘bersantai ria’, sekedar memenuhi prestasi rata-rata, disebabkan semua hal yang sudah ditanggung. Sistem yang sama juga diterapkan di beasiswa Fulbright yang sedang saya terima, setiap tahun diperbarui dengan melihat kondisi prestasi akademik.

Istri teman ini sebenarnya sebelum berangkat ke Amerika mendapatkan beasiswa dari pemerintah Vietnam, namun ditolaknya karena tidak mau di dikte oleh pemerintahnya. Terlebih lagi, penelitian yang ingin ditekuninya berkaitan dengan demokrasi, sedangkan Vietnam sebuah negara Republik Sosialis. Disamping itu, dia juga kembali mendapatkan beasiswa Australia Awards untuk menempuh S3 di Australia, tapi lagi ditolaknya. Disini, saya terkejut mendengarnya mengingat beasiswa Australia Awards memberikan bantuan dana studi yang cukup banyak. Alasannya menolak sederhana, yaitu kemarin sudah pernah studi di Australia, dan ingin mencoba menjelajah negeri Paman Sam. Beberapa menit saya tertegun mendengar penjelasan suami teman ini yang sambil tertawa kecil.

Dia dan istrinya sadar kalau keputusannya untuk memilih Amerika dengan menolak dua beasiswa tersebut bisa membuat hidup mereka tidak nyaman. Terbukti, seraya studi, istrinya harus bekerja sebagai Graduate Assistant dan berburu dana bantuan setiap tahun, dan dia sendiri harus bekerja, belum lagi termasuk menjaga anaknya yang masih sekolah. Dia memahami kebingungan saya dengan keputusan yang diambil, sambil tersenyum dia berkata,” I know we chose the hard way, but that’s life. We will figure it out”. Sebuah kalimat yang sederhana, tapi mengandung perjuangan berat untuk menjalaninya.

Selanjutnya, kami beranjak menuju Cruise yang akan berangkat menuju Ellis Island. Berbagai bangunan dengan desain unik terlihat dari kejauhan di pulau ini. Ellis Island adalah tempat monumen nasional untuk mengingat para imigran yang datang ke Amerika dengan semua kesulitan yang ada, berharap mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Ah, rasanya situasinya hampir sama dengan teman saya yang sedang berjuang ini. Mahasiswa internasional disini juga disebut dengan ‘Alien’, kata yang digunakan untuk menyebut para Imigran yang datang ke Amerika. Berbagai bentuk tulisan, dokumen, video, audio, dan lain-lain yang menceritakan tentang sejarah imigran di Amerika bisa ditemukan di Ellis Island. Mereka, para imigran yang datang ke Amerika, bahkan harus bertaruh nyawa agar bisa mencapai negara Liberti ini, tidak sedikit dari mereka yang meninggal dalam perjalanan mencapai Amerika.

[caption id="attachment_380850" align="aligncenter" width="504" caption="Pemandangan disekitar Ellis Island�"]

1430312560285888425
1430312560285888425
[/caption]

Diatas kapal Cruise, sambil menikmati pemandangan Skycrappers kota New York, saya teringat satu nasehat yang pernah dibaca di salah satu Album Grup Nasyid terkenal waktu SMA yang bernama “Justice Voice”. Di luar album tertulis,” Hidup itu pilihan. Setiap pilihan memiliki resiko. Pilihlah jalan hidupmu, dan hadapilah resiko dari pilihan yang kamu ambil”. Angin dingin menghempas, kapal Cruise terus berjalan, ah.. sepertinya saya mendapatkan sesuatu lain lagi yang berharga, selain perjalanan gratis ini.

– – – – – – – – – – –

Budi Waluyo I BBM 7DCB0622 I Line ID: Sdsafadg I Twitter @01_budi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun