Mohon tunggu...
Budi Waluyo
Budi Waluyo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

An IFPer & a Fulbrighter | An alumnus of Unib & University of Manchester, UK | A PhD student at Lehigh University, Penn, USA. Blog: sdsafadg.wordpress.com. Twitter @01_budi. PIN BBM: 51410A7E

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Haruskah Photo Bayi di Posting di Facebook?

8 April 2014   16:45 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_319134" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi, sumber: http://images.sodahead.com & http://www.kitguru.net"][/caption]

Seorang Ibu menerima satu e-mail dari temannya yang bertanya tentang bagaimana kondisi kehamilannnya sekarang, padahal si Ibu baru saja melahirkan beberapa bulan yang lalu. Namun, si Ibu tidak mem-posting photo-photo bayinya di Facebook, Twitter, Istagram, dan media sosial lainnya. Ketika dia memberitahu temannya kalau anaknya sudah berusia hampir tiga bulan, temannya itu terkejut dan menjawab,” Kenapa saya tidak melihatnya (photo-photonya) di Facebook?”

Jauh sebelum bayi mereka lahir, si Ibu bersama suaminya memang telah memutuskan untuk tidak mem-posting photo atau informasi apapun tentang bayinya di social media. Kalaupun anak mereka ini nanti memutuskan untuk muncul di social media, biarlah anaknya itu yang memutuskan nanti. Mereka ingin buah hati mereka sendiri yang menulis dan membuat cerita hidupnya di social media tanpa campur tangan dari orang tua. Kedua orang tua ini sebenarnya memberitahu secara pribadi keluarga dan kerabat dekat bahwa bayi mereka sudah lahir sembari menunjukkan photo-photonya. Tetapi, karena mereka tidak memposting photo-photonya di Facebook dan social media lainnya, ada orang yang menganggap bayi mereka belum lahir? Lantas, apakah seorang bayi belum dianggap benar-benar lahir jika belum masuk di Facebook?

Cerita diatas adalah isi dari sebuah artikel di Wall Street Journal pagi ini. Ditengah-tengah semakin menjamurnya jenis-jenis social media yang memfasilitasi chatting, photo, video, dan lain-lain, si Ibu lebih memilih menjauhkan anaknya dari berbagai social media yang ada. Bukan karena mereka tak paham cara menggunakan social media, melainkan karena mereka memikirkan tentang masa depan anaknya. Bagaimana bila nanti di masa depan saat sudah besar, si anak menemukan photo-photo masa kecilnya yang ‘aneh-aneh’ bertebaran di internet atau didokumentasi oleh orang lain. Photo-photo yang sudah di posting di social media, berarti sudah menjadi milik khalayak umum, tidak sulit mendownload dan menyimpannya untuk kepentingan pribadi. Artinya, ketika orang tua memposting photo-photo anaknya di Facebook, dia sebenarnya tidak hanya memberi kabar pada teman-teman dekatnya saja, tetapi juga pada pengguna social media lainnya. Lebih buruk lagi ternyata photo-photo masa kecilnya ada yang di edit dan dibuat untuk slogan atau poster tertentu. Bagaimana perasaan anda jika hal ini terjadi pada anda?

Para pencipta social media sangat paham bahwa setiap orang butuh ‘pengakuan’ dari orang lain. Pengakuan ini meliputi pengakuan akan keberadaannya, aktivitas yang dilakukannya, pemikiran dan pendapatnya, sampai pada pengakuan kalau dia itu ‘ada’. Social media membuat kebutuhan tentang ‘pengakuan’ ini bisa didapatkan lebih mudah di dunia maya dibandingkan di dunia nyata. Tidak sedikit orang yang di dunia nyata pendiam, tetapi sangat vokal dan aktif di dunia maya, dan seterusnya. Bila terus berlanjut, social media tidak akan terasa maya lagi. Setiap orang akan tergoda memindahkan semua yang dia miliki ke dalam dunia maya, karena dianggap disanalah hidup sebenarnya tanpa disadarinya. Hal ini dapat dilihat dari cerita diatas, karena tidak memposting photo-photo bayinya di Facebook, bayi itu dianggap belum lahir.

Satu hal yang banyak dilupakan oleh para pengguna social media, yaitu privacy. Sayangnya, sedikit yang menyadari betapa pentingnya menjaga privacy diri sampai privacy itu hilang dari dirinya. Kita boleh bangga meng-upload photo-photo diri di social media, senang ketika banyak yang memberi like dan comment, tetapi jangan terkejut kalau nanti kita menemukan photo-photo kita ada di tangan orang lain, disimpannya secara pribadi, digunakannya untuk kepentingan sendiri dan seterusnya tanpa sepengetahuan kita. Sukakah anda jika ini terjadi pada bayi anda? Sedari kecil sang bayi sudah kehilangan privacy diri, karena keluguan orang tuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun