[caption id="attachment_319823" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi, sumber: portalkbr.com & pajak.co.id"][/caption]
Pemilu Legislatif telah usai dilaksanakan secara Nasional. Walaupun penghitungan suara masih berjalan di Komisi Pemilihan Umum, partai-partai politik beserta caleg-calegnya sudah menjadikan penghitungan cepat (Quick Count) sebagai sandaran dalam mengambil tindakan menyongsong Pemilihan Presiden (Pilpres) bulan Juli nanti. Hasil penghitungan cepat menjungkirbalikkan sebagian besar perhitungan atau target-target politik yang sering ditampilkan di media cetak maupun elektronik. Bahkan, hasil Quick Count tersebut menghempaskan mimpi orang-orang yang telah mendeklarasikan diri sebagai bakal Calon Presiden (Capres), baik melalui konvensi maupun yang muncul secara otomatis dari kalangan internal partai.Kenapa hal ini bisa terjadi?
Seringkali kali kita dengar ungkapan,”Dalam dunia politik, tidak ada musuh atau teman yang abadi. Yang ada hanyalah misi melancarkan terwujudnya kepentingan masing-masing.” Oleh karena itu, tak jarang kita lihat kemarin partai ini menjelekkan si A, tapi sekarang malah mendukung dan memuji habis-habisan tentang si A, dan sebaliknya. Berbagai cara dilakukan partai politik melalui tim sukses dan politisinya untuk bisa meraup suara sebanyak-banyaknya agar bisa mengantarkan wakil partai lebih banyak lagi ke Senayan, serta tujuan akhirnya mengambil alih Indonesia dengan menempatkan kadernya di kursi RI-1. Disini, rakyat perlu memahami satu hal dalam Pemilu, yaitu Deception Point.
Deception Point berarti titik muslihat. Bila sering melihat berita-berita di TV, anda akan merasakan bahwa berita-berita politik yang ada di satu channel berbeda dengan yang ada di channel TV lainnya dalam hal mengantarkan dan mengintepretasi berita yang disiarkan. Jika suka membaca koran setiap pagi, anda akan menangkap kemana arah opini politik yang ingin diciptakan oleh tiap-tiap koran yang ada. Lebih banyak lagi berita-berita negatif dan positif tentang partai, caleg, dan capres berterbaran di internet melalui media-media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Semuanya mengemas paket informasi yang dihantarkan dengan manis dan cerdas. Sulit menemukan titik cacat atau mencari kebenaran dari informasi-informasi yang sudah tersebar, kecuali orang-orang yang sedang menyebarkan informasi yang berlawanan. Hal ini tidaklah aneh, karena orang-orang dibalik semua informasi atau berita yang bertebaran itu adalah para pekerja professional yang dengan sentuhan tangannya, sebuah informasi sepele bisa menjadi senjata mematikan untuk lawan politik. Semua ini menciptakan luapan lautan informasi yang mengantarkan pada satu titik: titik muslihat (Deception Point).
Melihat Deception Point, Dan Brown
Rasanya tidak perlu dibahas mana informasi yang lalu terbukti benar dan tidak, karena hasil Quick Count Pileg sudah menyaringnya secara otomatis. Sekarang, hal yang menarik untuk dilihat adalah Deception Point seperti apa lagi yang akan bermunculan menjelang Pilpres bulan Juli nanti. Seperti yang telah kita lihat dan baca di media-media elektronik maupun cetak, manuver-manuver Capres mulai bergerak satu persatu memperebutkan dua kursi teratas dalam hierarki kepemimpinan bangsa Indonesia. Sebelum kita lebih dalam lagi terbawa arus-arus tipu daya politik yang berseliweran di media-media, ada baiknya kita melihat sebuah cerita fiksi yang mengangkat tema tentang pemilihan Presiden di Amerika Serikat karya Dan Brown berjudul Deception Point. Cerita ini menarik dan bisa membantu kita melihat lebih dalam beberapa tipu muslihat yang ada dalam politik Pilpres di Amerika secara Fiksi dan mungkin terjadi di Indonesia dalam bentuk yang berbeda.
Cerita dimulai dengan pertemuan antara Senator Sexton dan putrinya Rachel Sexton di Restoran Toulos.
[caption id="attachment_319824" align="alignleft" width="300" caption="Cover Novel Deception Point, sumber: http://3.bp.blogspot.com"]
Walapun mereka berdua adalah ayah dan anak, mereka sudah berselisih dan tak pernah bicara sejak meninggalnya istri sang senator, Ibu kandung Rachel. Rachel menuding ada campur tangan ayahnya dalam kematian Ibunya, ditambah lagi ayahnya memang terkenal hidung belang dan rela mengorbankan apapun termasuk keluarga untuk memuluskan karir politiknya. Dalam pertemuan singkat itupun, Senator Sexton membuang egonya dan mencoba meminta Rachel agar tidak bertindak dan berpihak pada lawan politiknya, tidak lain yang sekarang menjabat sebagai Presiden Amerika serikat. Rachel bekerja di National Reconnaissance Office (NRO), badan intelijen Amerika yang bertugas memastikan superioritas informasi Amerika Serikat di tingkat global. Oleh sebab itu, dalam kondisi ayahnya yang sedang bertarung menghadapi Presiden untuk pemilihan yang akan datang, pekerjaan Rachel terkesan membantu lawan politik ayahnya. Ketakutan Senator Sexton ternyata terjadi, bahkan lebih besar dari yang pernah diperkirakannya.
Senator Sexton sedang naik daun dan mendapatkan banyak dukungan. Dia menggunakan isu pemborosan uang banyak yang dilakukan Presiden di proyek-proyek yang dikerjakan oleh NASA. Sang senator memaparkan bagaimana uang yang terserap pada NASA melebihi apa yang diumumkan pada publik. Ditengah maraknya pengangguran dan pemotongan subsidi pendidikan untuk rakyat Amerika, Presiden malah menambah anggaran untuk menunjang proyek NASA. Tak pelak, protes-protes bertebaran dimana-mana dan menuntut Presiden untuk menutup NASA. Senator merasakan kemenangan sudah ada dalam genggamannya, namun sang Presiden malah berpikir sebaliknya, kemenangan baru saja berpihak padanya ketika melihat sang Senator mengangkat isu NASA.
Rachel diminta menemui Presiden Zachary Herney didalam pesawat pribadinya, Air Force One. Tanpa basa basi Presiden langsung mengutarakan maksudnya untuk meminta Rachel membantu dia dalam memverifiksi sebuah penemuan terbesar NASA. Penunjukkan Rachel sendiri tidak lain agar semakin memuluskan langkah Presiden untuk menutup kecongkakan Senator Sexton dalam mengumbar-ngumbar keburukan NASA. Dengan menunjuk Rachel, dia akan mendapatkan dua hal sekaligus: membuktikan bahwa dana yang diberikan untuk NASA tidaklah sia-sia dan menampilkan pada Publik kalau Senator Sexton dihancurkan oleh putrinya sendiri.
Dalam waktu singkat, Rachel sudah berada di Kutub Utara dimana para ilmuan NASA berkumpul untuk sebuah penemuan terbesar dalam sejarah manusia. Rachel diperlihatkan sebuah meteor besar yang terperangkap didalam es selama puluhan ribu tahun. Semua data-data mendukung kalau itu adalah meteor, termasuk ada ilmuan yang bisa membaca umur es, ilmuan yang bisa mempekirakan kandungan sebuah meteor asli, dan ilmuan kelautan. Penemuan meteor bukanlah hal yang besar, tapi penemuan makhluk hidup yang melekat pada meteor itulah hal yang paling besar, membuktikan bahwa ada kehidupan lain di luar sana. NASA gagal dengan isu UFO dan alien yang tak pernah jelas, namun sekarang keragu-raguan rakyat Amerika akan terbayarkan dengan bukti nyata ini. Rachel terbelalak ketika melihat sebuah serangga seukuran lima kaki menempel disisi meteor besar itu. Semua ilmuan mendemonstrasikan kemampuannya masing-masing dihadapan Rachel yang mengantarkan pada satu kesimpulan: itu meteor asli dan serangga itu tidak berasal dari Bumi. Sebuah penemuan yang akan memukul telak kampanye ayahnya tentang NASA yang tidak menghasilkan apa-apa selain menghambur-hamburkan uang rakyat Amerika saja.
Presiden kembali diundang dalam perdebatan dengan Senator Sexton, tapi dia mengirim seorang penasehat seniornya. Dalam perdebatan itu, Senator Sexton sengaja dipancing dan akhirnya berkata,”Potong kepalaku bila NASA bisa menemukan kehidupan lain di luar sana.” Sebuah pernyataan yang membuat Presiden dan tim suksesnya tersenyum lebar mengingat Putri Sexton sendiri sedang melihat hal yang dipikirkan ayahnya tidak ada.
Akhirnya, Presiden membuat sebuah konferensi pers pada seluruh negara di dunia yang akan mengumumkan penemuan besar NASA ini. Senator Sexton menonton konferensi pers tersebut bersama penyandang dana politiknya dirumah pribadinya. Dia mengira Presiden akan mengumumkan kekalahan dan pengunduran dirinya dari pemilihan Presiden nanti. Namun, setelah mengetahui bahwa Presiden mengumumkan bahwa NASA menemukan bukti baru seekor serangga luar angkasa yang akan membawa Amerika kembali disegani oleh dunia dan tetap memimpin dunia pengetahuan, Senator Sexton terkejut dan shocked berat, apalagi mengingat kata-katanya saat debat Presiden yang lalu. Presiden menikmati kemenangannya, dan Senator Sexton tenggelam dalam kesedihannya.
Tetapi, hal yang tak terduga terjadi di Kutub Utara. Rachel dan beberapa rekan ilmuan menemukan Plankton ditempat bekas meteor itu berada sebelum diangkat keatas. Ketebalan es di kutub utara tidak meninggalkan celah bagi Plankton untuk menyusup masuk, kecuali kalau meteor itu sebelumnya disusupkan kedalam es oleh seseorang dengan cara mengebor es tersebut. Setelah dipelajari lebih lanjut, ternyata seorang ahli kelautan menemukan data kalau ada serangga yang hidup di laut paling dalam yang memiliki ciri-ciri sama persis dengan serangga yang melekat pada meteor itu. Tidak hanya itu, teman si ilmuan pun mampu menjelaskan kalau meteor yang berada di kutub utara itu bisa jadi merupakan buatan, bukan meteor asli. Rachel dan teman-temannya ingin memberi tahu Presiden tentang semua rekayasa ini, tapi mereka diserang oleh tiga orang pasukan khusus. Mereka jadi ragu, apakah Presiden benar belum mengetahui rekayasa meteor ini atau Presiden yang mengatur semuanya?
Di pihak Senator Sexton, asisten pribadinya menemukan seorang ilmuan yang mengakui sebuah kebohongan kalau NASA sudah berhasil memperbaiki sebuah satelit yang mampu mendeteksi permukaan bumi secara detail. Dulu alat ini berhasil dibuat tetapi tidak sempurna hingga mendapatkan kecaman dari banyak pihak karena sudah menelan dana yang tidak sedikit. NASA mengungkapkan bahwa dengan menggunakan satelit inilah meteor yang terkubur itu bisa ditemukan dan keberadaan serangga yang melekat disisinya bisa didapatkan. Tetapi, kalau alat itu sendiri masih tidak berfungsi secara sempurna, lantas bagaimana NASA bisa menemukan meteor tersebut? Dia mencium aroma kebohongan dan segera melaporkan pada sang senator.
Kemudian, apakah Senator Sexton seorang Capres yang baik? Tidak juga. Kampanye Sexton didanai oleh perusahaan-perusahaan swasta yang tertarik dengan eskploitasi ruang angkasa yang saat ini dikuasai oleh NASA. Jika Sexton berhasil menjadi Presiden, NASA akan ditutup dan eksplorasi ruang angkasa akan diserahkan kepada perusahaan-perusahaan swasta ini. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Komersialisasi ruang angkasa. Perusahaan-perusahaan ini akan memainkan biaya peluncuran satelit ruang angkasa, membuka program-program wisata ke luar angkasa, memperdagangkan benda-benda ruang angkasa dan lain sebagainya. Bahkan, Sexton sudah berencana untuk kembali mengajukan rancangan undang-undang tentang privatisasi ruang angkasa oleh pihak swasta yang sebelumnya selalu ditolak oleh Pemerintah. Hal ini tidak diketahui publik. Yang diketahui publik hanyalah Sexton menentang NASA yang menghabiskan uang rakyat Amerika dan menuntutnya untuk ditutup. Rakyat Amerika bahkan senang dengan rencana Sexton untuk mengalihkan dana untuk NASA ke sektor-sektor lain seperti Pendidikan dan Kesehatan yang lebih bermanfaat untuk rakyat Amerika.
Baik Sang Presiden maupun si Senator memainkan perannya dengan sangat baik. Apa yang tampak di publik tak selalu merefleksikan apa yang ada didalam otak mereka. Tak tahu apa yang terjadi selanjutnya, karena saya baru membaca sebatas ini, halaman 506. Jika penasaran, silahkan anda cari novelnya dan melanjutkan membacanya J
Melihat Deception Point di Pilpres
Cerita dari novel Dan Brown tadi hanya sedikit gambaran betapa tipu muslihat itu ada dalam politik, bahkan dilakukan oleh orang-orang dianggap ‘suci’ oleh sebagian orang. Bagaimana dengan Pilpres di Indonesia? Silahkan buka Fecbook sesering mungkin, anda akan menemukan berbagai berita yang menyudutkan Jokowi. Ada yang mengatakan Jokowi didukung oleh konglomerat-konglomerat Cina sampai kaum Zionis. Jika Jokowi jadi Presiden, Indonesia akan hancur dan dikuasai asing. Tak kalah, berita-berita yang mendukung Jokowi jadi presiden juga banyak. Berita atau informasi tersebut mematahkan semua argumentasi dari para Haters Jokowi. Tidak hanya Jokowi, Prabowo dan Aburizal Bakrie juga mendapatkan dukungan dan cemoohan di berita-berita yang beredar. Prabowo diangkat sejarahnya saat di militer, sedangkan ARB di angkat isu lumpur Lapindo dan yang terbaru foto mesranya dengan seorang artis. Para pendukung mereka tentu saja tak tinggal diam, berita-berita tentang keburukan Capres mereka dihapus dari media-media yang mereka miliki dan diganti dengan berita-berita yang menampilkan kebaikan.
Siapapun Capres pilihan anda nanti, saya sarankan jangan pernah lupakan bahwa ada Deception Point disetiap berita atau informasi yang and baca atau tonton di media-media. Pandai-pandailah memilah. Jangan biarkan semua informasi yang ada mengantarkan anda pada titik muslihat yang diinginkan oleh si politisi tersebut. Semoga kita semakin cerdas memahami informasi, dan semoga kita mendapatkan Presiden yang lebih baik lagi tahun ini, amin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H