Mohon tunggu...
Budi Waluyo
Budi Waluyo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

An IFPer & a Fulbrighter | An alumnus of Unib & University of Manchester, UK | A PhD student at Lehigh University, Penn, USA. Blog: sdsafadg.wordpress.com. Twitter @01_budi. PIN BBM: 51410A7E

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Lekuk Mekar Sakura dan Cherry, dan Perjuangan yang Menanti

6 April 2015   20:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:27 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_377131" align="aligncenter" width="441" caption="Mahasiswa Lehigh yang mengikuti DC Trip, di dominasi mahasiswa International (Foto: OISS)"][/caption]

Studi di negari Paman Sam, Amerika, serta menyandang status sebagai mahasiswa internasional bisa menawarkan tantangan tersendiri bagi para penuntut ilmu. Tantangan yang dihadapi tidak hanya tentang perbedaan dalam bentuk kebudayaan dan sistem pendidikan saja, tetapi juga bisa mencakup hal-hal kecil dalam menjalani aktifitas sehari-hari. Biasanya setiap kampus di Amerika memiliki kantor atau departemen yang sengaja dibuat untuk membantu mahasiswa internasional beradaptasi dengan hal-hal berkaitan dengan bidang akademik maupun kehidupan sehari-hari. Sebagai negara yang sudah menjadi tujuan studi mahasiswa internasional, kampus-kampus di Amerika sangat memahami bagaimana membuat mahasiswa betah dan hidup layaknya di negeri sendiri.

Di kampus saya, setiap hari selalu dikirim satu e-mail yang berisi setiap acara yang akan diadakan di Kampus. E-mail ini bisa berisi sampai seratus kegiatan berikut dengan rincian tanggal dan tempatnya. Kegiatan yang ada bervariasi, mulai dari seminar, diskusi, nobar film-film berdasarkan klub negara yang mengadakan, kegiatan sukarela, olahraga sampai malam kebudayaan dan konser musik; ada yang gratis dan bayar. Saya selalu menyempatkan diri membaca e-mail ini walaupun panjangnya bisa buat mata lelah. Tahu kegiatan apa yang selalu saya cari? Kegiatan favorit saya yang gratis, ada makanan, dan dapat kaos gratis. Beberapa hari lalu ada sesi musim panas, dimana cukup datang, mengisi survei, kemudian dikasih kaos kampus gratis. Kaos kampus harganya cukup mahal, bisa sampai $20, jadi mengikuti kegiatan-kegiatan kampus merupakan cara lain agar bisa mendapatkan yang gratis.

Hari minggu lalu, kantor yang menangani mahasiswa Internasional di kampus saya, Lehigh University, Office of International Students and Scholars (OISS) namanya, mengadakan perjalanan ke Washington, DC untuk melihat Cherry Blossom. Mahasiswa cukup membayar $30, biaya yang cukup murah jika dibandingkan dengan bepergian sendiri. Tanpa pikir panjang, saya ikut registrasi. Kantor ini memang selalu mengadakan kegiatan jalan-jalan mengunjungi kota-kota lain di Amerika. Sama juga, terkadang gratis, dan di lain hari, bayar tapi masih masuk dalam kategori murah. Ini berarti tidak perlu khawatir dan bersusah payah mengatur rencana perjalanan mengunjungi tempat dan kota besar di Amerika selama masa studi, cukup tunggu saja kabar dari kantor mahasiswa international. Di bulan April, musim semi di Amerika, bunga-bunga mulai bermekaran termasuk bunga Cherry dan Sakura; kota Washington merupakan tempat yang paling enak untuk menikmati pemandangan ini, meskipun di taman hampir setiap kota di Amerika terdapat juga bunga-bunga seperti ini yang bermekaran.

Pukul enam pagi, setelah mandi dan shalat subuh, saya berangkat menuju Dialogue Center tempat menunggu bus. Angin ribut menyambut di luar dengan temperatur 3’C, untungnya saat cek prakiraan cuaca di Washington, DC, informasinya cerah. Dengan sedikit tergesa, saya melangkah memasuki lingkungan kampus. Ketika melewati gedung University Center, terlihat awan berwarna jingga di atasnya dengan semburan cahaya yang sedikit redup. Kampus ini memang indah, bahkan hampir setiap hari selalu saya liat mahasiswa Lehigh memberikan campus tour pada calon-calon mahasiswa baru dan orang tua mereka. Gedung-gedung di bangun dengan gaya seni yang direncanakan dengan baik, tidak asal bangun. Tanaman-tanaman yang ada di desain agar bisa memberikan suasana tersendiri bagi penghuni kampus.

[caption id="attachment_377132" align="aligncenter" width="504" caption="Suasana pagi hari Minggu lalu di University Center, Lehigh University (Foto: Budi Waluyo)"]

14283272061931476859
14283272061931476859
[/caption]

Mendekati tempat menunggu bus, kerumunan mahasiswa dan orang tua sudah terlihat. Setiap mahasiswa boleh mengajak satu orang teman yang bukan mahasiswa Lehigh dalam DC Trip ini. Saya sendiri registrasi bersama dengan ibu dari seorang teman asal Vietnam karena dia hanya bisa registrasi untuk anak perempuannya saja. Yang menarik dari mengikuti acara-acara dari OISS adalah sebagian pesertanya mahasiswa internasional dari berbagai negara yang studi di Lehigh University, bisa menjadi kesempatan untuk berkenalan dan bersosialisasi juga. Menjaga hubungan baik sesama mahasiswa Internasional bisa menjadi cara untuk memiliki keluarga baru disini. Namun, teman saya asal Vietnam ini sudah beberapa hari sebelumnya ragu apakah benar bunga Sakura dan Cherry di Washington, DC sudah mekar mengingat cuaca masih dingin.

Washington, DC memang kota yang menarik dan indah. Sangat tertata rapi, berbeda dengan kota New York. Tempat wisata terkenal seperti White House, Washington Monument, Lincoln Memorial, World War II Mermorial, US Capitol, and National Park berlokasi tidak berjauhan. Bagi mahasiswa yang bermodal kantong beasiswa, jalan kaki adalah pilihan utama. Semua tempat ini bisa dikunjungi dalam waktu satu hari. Untuk sampai di DC, perjalanan menggunakan bus bisa menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam dari kota Bethlehem, PA tempat saya tinggal. Kalau ingin bepergian sendiri, saya harus mengabil rute Bethlehem – Philadelphia dan Philadelphia – DC, naik Mega Bus yang terkenal murah. Hidup di negeri Liberti ini harus pandai melihat peluang transportasi murah jika tidak mau menghabiskan uang di ongkos.

Perjalanan kali ini terasa cukup menarik. Ada putri teman dari Vietnam ini yang bisa diajak bermain, melepas jenuh selama perjalanan. Usianya baru lima tahun. Wajahnya putih dan imut seperti orang Cina. . Dia baru beberapa bulan datang ke Amerika, belum terlalu bisa berbicara bahasa Inggris. Namun, dia terlihat berusaha berkomunikasi dengan bahasa Inggris, dan saat menemukan kata yang sulit, dia bertanya pada ibunya dengan bahasa Vietnam. Bus berhenti beberapa menit di daerah Delaware untuk memberikan kesempatan pada kami mencari Sarapan pagi. Tempat pemberhentian bus ini terlihat sama dengan yang pernah saya lihat ketika studi di Inggris dahulu. Andai saja bisa menemukan Rumah Makan Padang didalamnya, pasti sungguh nikmat sekali.

Sekitar dua jam kemudian, kami tiba di Washington, DC, di dekat U.S. Capitol. Setelah berfoto bersama romobongan mahasiswa, kami berpencar membentuk grup-grup sendiri, saya ikut bersama teman dari Vietnam ini. Matahari bersinar cerah di DC, namun angin yang berhembus cukup kencang, mungkin kalau bawa payung sudah langsung rusak. Terasa dingin, tapi setidaknya cuaca masih bagus buat jalan kaki dan berfoto ria. Kami mulai eksplorasi dengan mengunjungi U.S. Capitol yang terlihat dekat di depan mata. Gedung tempat Congress Amerika dan lokasi di lantiknya Presiden Obama lalu ini atapnya sedang diperbaiki, membuat kecewa para wisatawan yang datang. Kolam luas buatan berada didepannya beserta patung-patung kuda dan singa. Disekitaran U.S. Capitol terlihat beberapa pohon Cherry yang sudah bermekaran berwarna putih dan merah. Satu pohon yang bunganya sudah bermekaran adalah pohon yang ditanam oleh first lady.

[caption id="attachment_377133" align="aligncenter" width="449" caption="Duduk di sisi kolam buatan depan U.S. Capitol dengan background bangunan Obelisk (Foto: Budi Waluyo)"]

14283272991091720303
14283272991091720303
[/caption]

[caption id="attachment_377134" align="aligncenter" width="441" caption="Gedung U.S. Capitol yang atapnya sedang diperbaiki (Foto: Budi Waluyo)"]

1428327367329668091
1428327367329668091
[/caption]

[caption id="attachment_377137" align="aligncenter" width="448" caption="Bunga dari pohon yang ditanam oleh First Lady bermekaran.. (Foto: Minh)"]

14283276461711898895
14283276461711898895
[/caption]

Puas dengan melihat U.S. Capitol, kami berjalan menuju Washington Monument, World War II Memorial, dan Lincoln Memorial. Ini kali ketiga saya mengunjungi Washington, DC, bukan hal yang baru. Tetapi, saya selalu terpukau setiap kali melihat Washington Monument atau yang disebut Obelisk. Satu bangunan tinggi menjulang ke langit sebagai simbol perdamaian di bumi. Desain bangunan yang sama bisa ditemukan di beberapa negara lain. Laiki, perempuan, anak-anak dan orang dewasa terlihat asik bermain disekitaran lapangan monument ini. Beberapa pohon bunga sudah bermekaran dengan warna putih dan merah jambu. Sebagian bermain layang-layang, memanfaatkan hembusan angin yang kencang. Bendera-bendra Amerika mengelilingi kaki bangunan Obelisk. Saya ingat, ketika mengikuti International Weeks di kampus tahun lalu, sebuah desain yang sama dibuat dari semen dengan ukuran kecil, kemudian ditanam didekat kantor OISS. “May peace prevail on Earth”, begitu kalimat yang terdapat disisi sampingnya.

[caption id="attachment_377138" align="aligncenter" width="220" caption="Washington Monument � Obelisk (Foto: Budi Waluyo)"]

14283277121845332751
14283277121845332751
[/caption]

Dalam perjalanan menuju World War II Memorial dan Lincoln Memorial, ada kerumunan orang yang sedang ‘berkelahi menggunakan bantal’. Ada yang digedong, tak peduli laki-laki maupun perempuan, mereka memukul satu sama lain dengan menggunakan bantal. Kapas-kapas berhamburan ke luar, tapi mereka semua tertawa dengan riang gembira.  Di zaman Martin Luther King Jr, pernah terjadi demonstrasi besar di depan Lincoln Memorial yang menyangkut masalah perbudakan. Gedung Lincoln Memorial pun sempat menjadi perdebatan mengenai bentuknya. Dilihat dari sketch kasar desainnya, pernah bangunan ini ingin dibuat seperti Piramid, tapi tidak dilakukan. Asalannya adalah Lincoln Memorial harus mewakili kesetaraan – equality – karena itulah yang diperjuangkan oleh Abraham Lincoln. Bentuk akhirnya dibuat menjadi horizontal dengan pilar-pilar besar yang menopang; patung Presiden Lincoln besar sedang duduk menghadap Obelisk, simbol perdamaian. Sepertinya, acara perang bantal ini rutin dilakukan untuk menggambarkan perjuangan untuk kebebasan itu.

Selesai dengan semua kunjungan dan melihat bunga-bunga bermekaran di Washington, DC, kami beranjak pulang menuju bus sesuai dengan jam yang telah ditetapkan. Kaki terasa pegal bukan main. Perkiraannya, busa akan sampai di Bethlehem pukul sembilan malam, tidak terlalu malam, dan masih ada waktu untuk bersantai ria sebelum tidur. Sayangnya, perjalanan tidak sesuai rencana. Di daerah Delaware, bus kembali berhenti, dan disaat yang sama, di sopir mengatakan kalau ada kebocoran di bahan bakar. Bila dilanjutkan, bisa menyebabkan kebakaran. Ini membuat kami harus menunggu selama hampir tiga jam di tempat pemberhentian bus. Perjalanan baru akan dilanjutkan menunggu bus lain yang datang.

[caption id="attachment_377139" align="aligncenter" width="441" caption="Suasana bunga yang sudah mekar di Washinton, DC� (Foto: Budi Waluyo)"]

14283277781063592003
14283277781063592003
[/caption]

Selama menunggu bus baru datang, saya berbincang dengan teman dari Vietnam ini sambil bermain dengan putrinya. Kami berbincang tentang masa depan seperti apa yang akan didapatkan setelah selesai studi nanti. Perbincangan ini terasa menarik karena ada dua situasi berbeda yang dihadapi oleh mahasiswa yang studi di luar negeri dengan beasiswa, tapi tidak belum memiliki  pekerjaan yang tetap. Di satu sisi, mahasiswa-mahasiswa ini banyak disanjung karena berhasil mendapatkan beasiswa studi ke luar negeri dan banyak orang meminta nasehat dan bimbingannya agar bisa mendapatkan hal yang sama. Di sisi lain, ada kekhawatiran didalam diri mereka tentang masa depan seperti yang akan dijalaninya seusai studi nanti. Banyak tantangan yang akan dihadapi ketika pulang ke negeri sendiri. Sudah pasti tidak semua orang bisa menerimanya dengan mudah. Kompetisi di bidang pekerjaan selalu ada. Artinya, ditengah banyak orang yang ingin studi ke luar negeri dengan beasiswa, orang yang sedang studi di luar negeri dengan beasiswa juga tengah berjuang untuk masa depannya saat kembali ke negeri sendiri.

Saya jadi teringat dengan kalimat bijak dari Nelson Mandela yang diputar saat beliau wafat lalu. Beliau mengatakan,” After climbing a great hill, one only finds that there many more hills to climb.” Keberhasilan mencapai sesuatu terkadang hanyalah ujung dari satu perjuangan dari ribuan yang menanti. Kenapa? Success is not a destination, but a journey. Jadi, hiduplah melewati satu persatu tantangan yang ada, one after another, buat satu perjalanan yang bisa diingat melebihi umur yang kita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun