Minarti Ruth A. - Dalam ilmu manajemen proyek rekayasa, procurement dapat diartikan sebagai proses pengadaan barang maupun bahan baku dalam perusahaan maupun pemerintah terutama pada perusahaan manufaktur. Procurement memiliki hubungan yang kuat dengan supply chain. Sebab, procurement berada dalam ruang lingkup supply chain management, procurement dapat membantu dalam mengontrol inventory produk/bahan baku dalam perusahaan. Selain itu, perlu adanya procurement dalam perusahaan adalah untuk menjaga dan menjamin kualitas barang yang diadakan dan terjadinya negosiasi yang baik dalam pengadaan barang. Dalam ilmu management procurement, pengadaan barang memiliki empat langkah dalam pelaksanaannya, yaitu: perancangan pengadaan barang dengan mengidentifikasikan daftar barang yang hendak diadakan dengan begitu perusahaan dapat mengestimasi biaya yang dikelaurkan agar dapat mencari pemasok barang, pencarian pemasok barang disesuaikan dengan standar barang yang telah disesuaikan sebelumnya, baik berdasarkan kualitas barang maupun kemampuan pemasok dalam bernegosiasi harga, setelah pemasok barang telah ditentukan dan telah terjadi kesepakatan dan transaksi jual beli, pihak perusahaan wajib mengcontrol proses pengadaan barang dengan tujuan agar tetap menjaga kualitas barang hingga barang tiba di perusahaan, dan ketika barang telah tiba di perusahaan maka perlu adanya pemeriksaan akan barang yang diadakan dan penyelesaian dokumen pengadaan baik untuk keperluan perusahaan maupun kesepaktan dengan pemasok. Inilah siklus procurement yang terus terjadi dalam setiap proses pengadaan barang yang terjadi dalam suatu perusahaan.
“Bagaimana supply chain dan procurement yang terjadi selama masa pandemi Covid-19 sekarang ini?”
Berdasarkan pengertian yang dijabarkan oleh World helath Organization (WHO) Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia, beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19. Pada tahun 2019 Coronavirus muncul di Wuhan, China, kemudian menyebar ke beberapa negara lainnya, yaitu salah satunya Indonesia, yang akhirnya menjadi sebuah pandemi dunia, dengan sebutan Pandemi Covid-19. Sejak awal kemunculannya Covid-19 telah banyak membawa dampak negatif bagi kehidupan beberapa negara. Sebab, China memiliki hubungan kerja sama dalam berbagai bidang dengan sebagian besar negara di dunia. Hal itu juga terjadi di Indonesia, sebelum Covid-19 masuk, Indonesia telah merasakan dampak dari munculnya virus ini melalui nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing yang semakin tinggi dan gangguan pada hal ekspor dan impor barang. Di tahun 2020 Corona telah masuk dan berkembang pesat di Indonesia. Semakin banyak dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu keberadaan perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur mengalami beberapa kendala baik secara eksternal maupun internal.
Kita bisa ambil contoh untuk perusahan otomotif mobil di Indonesia sebagai salah satu contoh dari dampak eskternal dan internal yang dirasakan perusahaan selama pandemi ini. Seperti yang diketahui bahwa dalam proses produksi mobil, ada beberapa perusahaan yang melakukan perakitan yang dimana didukung oleh beberapa perusahaan, seperti misalnya komponen badan mobil (exterior maupun interior body) untuk komponennya diproduksi oleh perusahaan A, untuk komponen Air Conditioner diproduksi oleh pihak perusahaan B, dan untuk beberapa komponen elektroniknya diproduksi oleh perusahaan C, dan beberapa perusahaan lainnya. Padahal, pihak distributor juga mengalami kendala selama pandemi Covid-19, yaitu keterlambatan datangnya bahan baku yang menggangu proses perakitan mobil.
Kebijakan Pembatasan Bersosial Berskala Besar juga menjadi kendala terbesar perusahaan otomotif. Dengan adanya kebijakan ini permintaan dan penjualan mobil mengalami penurunan, dampak ini adalah dampak yang paling terasa oleh perusahaan otomotif. Sebab, dalam hal ini alur rantai pasokan barang/bahan baku perusahaan terganggu. Peningkatan penumpukkan jumlah inventor, management procurement tidak berjalan dengan baik, dan penumpukkan pendistribusian barang/bahan baku. Di sisi masyarakat, masa pandemi membuat tidak ada minat pelanggan untuk membeli mobil (willing to pay). Bukan hanya pada pusat produksi mobil yang terkena dampak Pandemi ini, beberapa perusahaan juga mengeluarkan kebijakan untuk memberhentikan sementara operasional dealer mobil sampai adanya informasi lebih lanjut nantinya dari pihak pemerintah dan berdasarkan lokasi dealer apakah termasuk dalam zona merah, zona kuning, atau zona hijau Covid-19.
- Selain itu, operasi perusahaan juga menjadi terhenti, hal tersebut membuat menurunnya utilitas produksi perusahaan. Dimana, hal ini merupakan dampak langsung dari kekacauan manajemen procurement yang dirasakan oleh perusahaan. Estimasi waktu yang diperkirakan perusahaan dalam proses pengadaan bahan baku terkendala di tengah jalan akibat dari pandemi ini. Sehingga, untuk komponen yang dipasok dari dalam negeri sudah masuk penyimpanan, sedangkan komponen yang berasal dari negara yang terinfeksi Covid-19 terjadi penundaan pendistribusian bahkan terancam pembatalan. Karena adanya permasalahan tersebut pihak perusahaan pun harus berani mengambil langkah untu untuk menghentikan proses produksi sementara. Selain untuk meminimalisirkan kerugian perusahaan, pemberhentian proses produksi produk ini adalah langkah yang tepat untuk menjaga kesehatan dari para pekerjanya. Terkhususnya untuk perusahaan yang menganut sistem JIT atau just in Time. Dimana, JIT adalah suatu sistem produksi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tepat pada waktunya sesuai dengan jumlah yang dikehendakinya. Tujuan sistem produksi Just In Time (JIT) adalah sendiri adalah untuk mengindari kerugian yang disebabkan dari masalah kebelihan kuantitas produksi (overproduction), peningkatan jumlah inventory, dan waiting time yang terlalu lama. Hal tersebut yang membuat perusahaan harus siap siaga dalam mempersiapkan bahan baku dan komponen produknya atau dapat dikatakan dengan management procurement status siap siaga, artinya perusahaan dapat mengendalikan dan mengontrol inventory komponen produk setiap waktu,
Bicara mengenai penyimpanan bahan baku dan komponen terdapat hubungannya dengan Inventory cycle. Dimana, inventroy cycle yang dimaksudkan adalah lot sizing yang bergantung pada waktu pemesanan/order. Jadi, seperti yang terjadi pada beberapa perusahaan otomotif selama Pandemi Corona ini adalah pemenuhan kebutuhan komponen yang telah dipesan kepada suppliernya memakan waktu yang cukup lama, sehingga terjadi penumpukkan antrian pada procurement lainnya yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Waiting time, pada penumpukan proses pengadaan barang ini, meningkatkan kerugian biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, yaitu untuk biaya penyimpanan komponen lain untuk menjaga kualitasnya.
Inventory dalam rantai pasokan terkendala, procurement atau pengadaan barang tentunya juga terkendala. Hal ini bukan hanya terjadi pada perusahaan tetapi juga pemerintah dalam pengadaan barang/jasa selama Pandemi Covid-19 baik itu alat kesehatan maupun bantuan logistik untu warga. Menurut penulis, pemerintah sekarang ini sedang mengalami kendala dalam management procurement bantuan logistik untuk masyarakat atau apa yang kita kenal sebagai sembako. Banyak sembako yang tidak sampai pada tareget yang dituju, banyak sembako yang disalah gunakan oleh beberapa pihak, banyak sembako yang tertimbun dan tidak disalurkan, banyak sembako yang tersalurkan secara duplikat, dan masih banyak lagi kendala lainnya. Hal itu menandakan bahwa proses dari manajemen procurement rekayasa itu tidak terjalankan dengan optimal oleh setiap pelakunya. Maka itu, penulis sendiri berpendapat bahwa dengan tidak menentunya keadaan saat pandemi Covid-19 pembaharuan procurement perlu diadakan yang dimana bertujuan untuk memperbaiki alir rantai pasokan agar sesuai dengan target dan tidak ada lagi peningkatan penyimpanan atau penumpukkan barang. Sehingga, perusahaan otomotif dapat menjalankan operasi produksinya dan pemerintah tetap dapat melakukan pengadaan alat kesehatan & APD serta bantuan logistik untuk masyarakat dengan baik, tepat waktu, dan tepat sasaran.
“Apa yang dimaksud dengan pembaharuan dalam management procurement?”
Pembaharuan procurement yang dimaksud adalah dengan melakukan tranparansi dalam proses pengadaan barang yaitu dari segi jumlah barang, spesifikasi barang, harga, daftar pemasok dan status barang. Model pembaharuan yang baik digunakan selama masa Pandemi Covid-19 dan seterusnya adalah e-procurement dengan bersifat tranparansi. E-procurement adalah pengadaan barang/bahan baku dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan internet yang dapat dilakukan oleh perusahaan maupun pemerintah. Dengan adanya e-procurement akan mendukung kebijakan pemerintah untuk physical distancing dan akan lebih mudah pengaksesan dan pengontrolan sistem. Keuntungan yang didapatkan dari adanya e-procurement yang transparansi adalah :
- Proses negosiasi dengan pemasok dapat terjadi dengan baik melalui sistem dan dapat diakses dengan mudah oleh semua karyawan atau orang yang berwenang. Dimana, perusahaan atau pemerintah bukan hanya memperhatikan harga yang ditawarkan pemasok tetapi juga memperhatikan kualitas yang diberikan oleh pemasok sebelum menyetujui kesepakatan kerja sama.
- Alir rantai pasok menjadi lebih jelas dan tepat. Sebab, dengan e-procrement, perluang terjadinya kekosongan barang/bahan baku akan lebih kecil. Sehingga, persediaan inventory tetap dalam kategori aman. Apabila, pemasok A tidak dapat memenuhi pemrintaan, maka slot pemasok A dapat diberikan kepada pemasok B atau C atau pemasok lainnya yang dapat memenuhi permintaan.
- Waktu yang disedakan untuk pengadaan barang akan terjadi lebih singkat, sebab sistem mengenai jumlah barang akan terus terbaharui sehingga pemasok yang sudah bersepakat dapat bekerja cepat mungkin. Sehingga, proses pelaksanaan proyek maupun produksi dapat menjadi lebih mudah. Dengan begitu, dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan meningkatkan angka penjualan serta mempengaruhi permintaan produk.
- Dengan adanya, e-procurement selama masa pandemi Covid-19, komunikasi mengenai pengadaan barang dapat terkontrol lebih jelas dan terjamin, terutama mengenai status barang yang sudah dipesan oleh perusahaan tetapi mengalami pending distribusi karena covid-19.
- Secara tidak langsung e-procurement juga akan membuka peluang usaha untuk pemasok yang bersedia dan mampu bersepakat dalam memenuhi permintaan perusahaan/pemerintah, membuka peluang pekerjaan yaitu untuk mengadakan program aplikasi atau sistem e-procurement itu sendiri.
Disamping adanya keuntungan tentunya akan ada kerugian atau kelemahan dari sistem e-procurement ini yaitu, proses ini bergantung pada jaringan internet yang mana, harus memiliki kekuatan internet yang stabil dan dengan adanya sistem e-procurement ini dapat meningkatkan persaingan pemasok baik dari dalam negeri maupun dalam negeri yang sewaktu-waktu dapat mempengaruhi nilai tukar rupaih terhadap mata uang asing, yang sewaktu-waktu dapat berubah. Sebab, hal tersebut dipengarui oleh kondisi ekspor dan impor yang terjadi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya dengan perusahaan-perusahaan dari luar negeri.