Mohon tunggu...
Minearti
Minearti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Story tale ..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahami Kata Lelah Seorang Penuntut Ilmu

4 Mei 2023   10:08 Diperbarui: 22 Juni 2024   11:33 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aku memulai dengan berterimah masih kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya. Lalu aku juga memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan yang aku lakukan di dunia yang sementara ini. Semua hal yang aku atau kamu lakukan di dunia ini, semoga selalu diniatkan kerena Allah. Tidak ada keberkahan dalam harta kecuali kamu menginfakan sebagian harta yang kamu sayangi itu di jalan Allah. Dan tidak ada kemuliaan dalam ilmu yang bergelar dewa sebelum kamu mengamalkan ilmu itu dengan niat baik semata karena Allah. Aku disini untuk menuliskan sebuah cerita tentang seorang pelajar yang hampir menyerah hanya karena ke minus-an otaknya yang tidak bisa mengikuti pelajaran di universitasnya.

Setiap hal baru merupakan fenomena atau dzat asing yang enggan di asumsi atau tertarik di teliti tergantung setiap orang yang memandangnya. Hal baru bahkan dikategorikan hal yang tidak tersentuh dan tidak dikenali. Setiap orang yang merasakan hal ini akan mencoba beradaptasi. Adaptasi seseorang berbeda-beda sesuai kemampuan. Jika ia membuka hati menerima hal baru dan memiliki skill adaptasi yang tinggi maka ia bisa saja menjadi master di lingkungan itu dengan mudah. Namun, jika ia seseorang yang engan menerima hal baru dan memiliki adaptasi yang minus maka mungkin saja ia akan tertelan bisikan insecure sebelum ia menyapa para penjaga hal baru. Kemampuan ini tidak bisa dipaksakan bagi seseorang yang menutup dirinya untuk berubah. Ia akan berkata jika dirinya terlahir memiliki watak dan kepribadian yang seperti itu. Padahal dalam fakta kehidupan, seseorang dapat mengubah dirinya menjadi apa saja yang ia inginkan dengan bermodal usaha dan juga hati terbuka dengan siap menerima.

Aku mengenal seorang wanita dengan lesung pipi pudar ketika ia tersenyum. Aku tidak menyebut kami berteman baik, tetapi aku selalu tertarik dengan apa yang ia pikirkan. Aku bahkan selalu penasaran tentang kelanjutan cerita yang akan aku tuliskan ini. Setiap aku bertanya, ia akan selalu menjawab jika kesusahan dalam hidupnya masih berlanjut dan ia tidak berniat memberikan ending untuk cerita yang aku tulis. Ini bukan cerita perjalan hidup liku-liku, ini hanya sebuah potongan alur yang semoga kita yang membaca dapat mengambil kebaikan atau beribu kebaikan untuk bekal diri kita yang saat ini berperang menuntut ilmu.

KATA LELAH

Story by Inisial “P”

Aku menatap diriku dalam cermin yang lusuh. Itu sangat mengerikan. Mata sembab dengan kelopak mata yang membesar, itu sedikit meninggalkan air disekitarnya. Hidung yang sedikit mancung itu memerah seperti dilapisi blush on. Wajahku penuh luka batin. Hah, jika ada nominasi wajah terjelek tahun ini, aku yakin aku pemenangnya.

Aku mengeringkan sisa air di wajahku dengan kain. Posisiku masih menghadap cermin bertatapan mata sendiri. Aku sudah berkali-kali memarahi diriku untuk berhenti menangis. Aku juga sudah mencoba memercikan air dan beritual sunnah sebagai penenang hati. Namun air mata tidak berhenti dan beribu kesedihan masih menumpuk di seluruh tubuh. Alih-alih berusaha menjadi wanita tegar yang tidak menangis, aku seperti anak bayi cengeng tanpa siapapun yang memahami. Ini baru terlewat 140 menit dari cuplikan asli replika otakku. Batasan ini masih dikatakan roti hangat jika ia begitu menyedihkan dan belum bisa melupakan kejadian tadi. Aku Seorang Mahasiswi yang Baru saja ditegur Oleh Dosen. Air mata ini menyedihkan serta memalukan.

Belasan hari sebelum kejadian H. Setiap mahasiswa memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan tugas. Kepribadian dan bawaan sifat mereka yang berbeda membuat masa pengerjaan tugas beraneka waktu. Aku sendiri tipe orang yang melirik tugas diawal waktu dan menyiapkan cuplikan per cuplikan seiring berjalannya hari. Dan seminggu sebelum deathline, aku akan mengerjakan extra dan super extra dimalam hari H. Itu terus berlangsung sampai bangun pagi tanpa jeda berdesakan dengan pena dan juga kertas-kertas yang berserakan di tempat tidurku. Aku sudah menyiapkan mental. Aku merasa sangat puas ketika dapat merangkai kata perkata dengan kemampuan sendiri. Aku menghembuskan nafas lega ketika tugas di depan mata sudah clear namun belum terverifikasi. Sebelum masuk kelas, aku merapalkan doa agar aku tidak di lemparkan Dosen kalimat itu. Kata yang perkatanya bisa saja membunuh semangat newbie meraih bintang.

"Kamu bodoh sekali. Masa belum bisa? Seharusnya kamu dikelas ini sudah mengerti beginian "

Ada ribuan jarum menusuk. Hal yang aku khawatirkan terjadi. Dosen ini melumpuhkanku di depan puluhan mahasiswa/i. Aku hanya bisa memandang kaki yang terselimuti kanvas, sebelum mengacak-acak kertas yang berserakan di atas meja mencari jawaban. Jawaban yang dosen itu inginkan. Namun apadaya, otak yang berkerja selama seminggu penuh menolak untuk kembali bekerja menerbitkan lampu bersinar. Aku tertunduk, menahan malu dan rasa sakit. Hanya hijab yang mampu menyembunyikan peluh dan perih.

Sepulang kuliah, rasa sakit tidak pergi. Aku sendiri bingung untuk mencari jalan keluar kesedihan ini. Aku mencoba berwudhu, membasuh penyakit dan kesedihan. Aku menatap diri sendiri dan menghina dalam hati orang yang aku pandang dalam cermin. Atau untuk sekedar memberikan kekuatan kepada orang itu dengan kata " semangat " atau " kamu sudah berusaha sebaiknya ". Namun aku rasa itu gagal, ia masih merasa sedih dan sakit. Lalu cara lain aku berikan, yaitu dengan menonton film comedy atau bergenre lain yang dapat menghalau atau menarik perasaan. Namun sekali lagi aku rasa itu gagal. Hatinya meminta lebih. Ia meminta cara lain yang mungkin dapat menghilangkan semua rasa sedih yang berselang setengah hari itu. Orang ini terus mencari cara untuk menenangkan hatinya hingga mendapati apa yang ia cari dari salah satu cara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun