Hari ini panas terik tak sebanding kemarin. Di bawah tubuh langit, bergelimpangan ruh ruh yang terpenjara di antara jeruji waktu dan ruang tanpa kendali. Ia terpapar. Terpapar sinaran matahari. Yang membara, menguliti sisa sisa nurani. Â
Ada sebagiannya yang mengabu. Menjadi onggokan tanah tanah yang kering. Kerontang seperti tersiram bubuk mesiu. Ada lagi... Sebagian dari mereka tercabik, dalam hitam dan pekat kelabu awan yang menggantang. Terjerembab dalam kubangan yang ia buat sendiri.Â
Usah menjadi singa yang mengaum jika hanya untuk menakuti binatang lainnya. Menjadikan warta untuk meninggikan pamor. Dengan menghembuskan nafas nafas ketidakpatutan. Paru paru kita jangan jangan sudah beralih fungsi.
Bahkan hanya di musim ini kemarau mendatangkan air bah dari segala penjuru. Bukan lagi embun atau tetesan air yang menyejukkan.
Padahal apa yang kita cari sebenarnya? Jika rumah masa depan sudah menanti kita di sana.
25 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H