Aku tuliskan sajak sendu ini untukmu, Semit. Kepada tulisan yang meng krisan. Ini adalah malam tersendu. Sesendu tanganku mengusap kepalamu. Racikan perempuan tudung setengah baya.Â
Untukmu yang memilih malam ini sebagai kisah pilu. Aku menuntunmu. Barisan larik lirik lirihmu kupahami. Tak terdapat apapun kecuali sendu dan air mata yang jatuh.
Aku melonjak lepas dihadapanmu, Semit. Setelah angin mengabarkan kau ternganga memelintir hati. Jantungmu tanpa detak. Nadimu yang entah. Bilur biru di pundak tubuh lebam. Kakimu tergolek lemah. Tiada berdaya.Â
Kau terkapar.Â
Kau terkapar....
....
Lalu kuusap wajahmu. Kau tergagap. Lalu kuusap lagi wajahmu. Kau hanya tergagap. Tergagap.... Menghitung satu satu nafas... Kau tergagap...
Aku di sisimu, Semit. Bersama hati hati yang sendu menatapmu. Cepatlah pulih. Dengan semangatmu kerianganmu dengan segala cintamu. Ruangkan untukku. Hati hati ini yang sendu menatapmu.
26 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H