Mohon tunggu...
mimin sugiarto
mimin sugiarto Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Menjadi netizen jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pupuk Subsidi, Rebutan Rejeki

19 Desember 2024   07:29 Diperbarui: 19 Desember 2024   07:29 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pupuk nersubsidi

"Iya, iya, saya paham, tapi pupuk ini bukan jatah ormas. Ini subsidi pemerintah. Kalau mau, daftar jadi petani dulu!" balas Pak Imam tegas.

Alen tidak terima. "Waduh, udah ngurus izin ormas aja ribet, apalagi daftar jadi petani! Ya udah, kalau gitu, tak ambil satu karung aja buat simbolis. Ini kan buat menjaga nama baik ormas di mata rakyat!"

Pak Imam langsung berdiri dan menunjuk papan pengumuman di dinding kios. "Baca tuh! Tulisannya jelas: 'Pupuk hanya untuk petani yang terdaftar'. Simbolis ya simbol di tugu desa, bukan simbol karung pupuk!"

Melihat suasana makin memanas, Pak Udin yang tadinya marah, tiba-tiba ikut nimbrung. "Pak Imam, kalau ormas dapet, saya juga harus dapet! Saya warga biasa tapi bayar pajak, lho! Masak ormas yang nggak nanam padi dapet, saya yang tiap hari pegang cangkul malah nggak kebagian?!" protes Pak Udin dengan logika yang tak bisa dibantah.

"Betul tuh, Pak Imam!" kata beberapa petani yang juga ikut berkumpul.

Merasa dipojokkan, Pak Imam akhirnya mengangkat tangan seperti wasit pertandingan tinju. "Oke, oke! Semua diam! Gini aja, siapa yang bawa surat rekomendasi dari ketua kelompok, dia yang dapat pupuk. Kalau nggak ada surat, jangan banyak omong!"

Suasana hening. Alen dan Pak Udin sama-sama terdiam. Ternyata, keduanya sama-sama tidak punya surat rekomendasi. Pak Imam pun tersenyum puas.

"Nah, sekarang ngerti kan? Kalau mau pupuk, urus dari awal, jangan datang-datang mau ambil hak orang lain. Ini pupuk, bukan snack gratis di pengajian!"

Pak Udin dan Alen pun hanya bisa menggaruk kepala, merasa malu tapi gengsi mengaku kalah. Akhirnya, mereka berdua pulang dengan tangan kosong, tapi kepala penuh pikiran. Di jalan, Alen menggumam, "Mending tadi minta tahu bulat aja, pasti dapet."

Sementara Pak Imam hanya tersenyum dari jauh, sambil melanjutkan pekerjaannya. "Setiap musim tanam, pasti ada aja yang bikin drama. Heran, deh!" katanya sambil menggelengkan kepala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun