Mencuatnya isu politik dinasti melalui Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mendorong banyak kalangan melihat politik dinasti yang dibangun elite politik lainnya. Walaupun dinasti Ratu Atut dibangun melalui kejawaraan ayahnya, Tubagus Hasan Shohib yang wafat beberapa tahun lalu, ‘hasilnya’ bisa dilihat masyarakat.
Misalnya 200 sertifikat tanah di berbagai lokasi dan 11 mobil mewah yang tersimpan di garasi di Jalan Denpasar, Kuningan, rumah Tubagus Chaery Wardhana, adik Atut. Atau tersebarnya kekayaan Ratu Atut di beberapa tempat, termasuk di Bandung. Masyarakat sudah lama tahu akan hal ini. Lalu, prasangka yang terbangun ialah kekayaan yang didapat itu dicapai melalui runtunan dinasti politik.
Jika Tubagus Hasan Shohib sukses membangun dinasti politik melalui pemilu, beberapa elite lain membangun dinasti melalui kekuasaannya di partai. Orang kemudian melihat Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, SBY, dan Prabowo Subianto.
Di Indonesia, soal ini sudah muncul sejak era kerajaan di Jawa, Sulawesi, dan tersebar di kepulauan Nusantara. Oleh Mochtar Lubis, masalah itu disebut sebagai bangsa munafik. Inilah yang sedang kita saksikan sekarang. Dari soal Bank Century, kasus Hambalang ini menunjukkan bahwa problem KKN sudah menggurita dan membudaya.
Yang tidak habis pikir ialah bagaimana mungkin mereka para pejuang reformasi dan menyebut diri sebagai reformis, justru sekarang berperilaku politik munafik dan bisa mematikan denokrasi kita yang telah mengalami kemajuan. Jika hal demikian dituding karena orangnya, dan mereka masih membela diri bahwa sistem demokrasi tidak demikian dan kondisi sekarang, merupakan bukti tidak murninya penerapan pemikiran demokrasi Barat.
Dalam demokrasi, meritokrasi yang dikedepankan, bukan kedekatan keluarga atau patron klien. Meritokrasi melahirkan sosok-sosok berkualitas yang telah melalui “seleksi alam” yang kuat dan ketat. Seseorang dipilih bukan karena kedekatan keluarga, tetapi karena prestasi, kapabilitas, integritas, dan seterusnya.
Dalam demokrasi yang berkualitas, partai politik bekerja keras mencari dan menyeleksi calon-calon penguasa yang berkualitas, bukan berpikir pragmatis mendukung seseorang karena alasan kedekatan keluarga. Mereka terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa popularitas seseorang berjalin berkelindan dengan kedekatan keluarga penguasa.
Dinasti politik akan banyak menyimpan potensi masalah ke depan karena minimnya akuntabilitas dan transparansi.
Ini menunjukkan kita belum beranjak dari persoalan mendasar; politik munafik. Yang berganti cuma pelakunya, sedangkan nilai-nilai dasarnya tetap sama. Itu sebabnya pemimpin bangsa ini begitu mudah menyerahkan harkat dan martabat bangsa ke tangan pemodal asing.
Sekarang ini di tubuh Partai Amanat Nasional juga sedang santer kabar bahwa Amin rais juga sedang membangun politik dinasti yaitu ingin mencalonkan Zulkifli Hasan untuk maju menjadi calon ketua umum PAN.
Kalau melihat sikap politik Amien Rais dalam menghadapi Kongres IV PAN nampaknya berat sebelah. Seharusnya, sebagai sesepuh partai PAN, Amien Rais harus bisa mengayomi semua kader yang ingin maju sebagai calon ketua umum siapaun itu Hatta Rajasa atau Zulkifli Hasan atau ada calon lain lagi.
Seharusnya Amien Rais tidak berpihak pada salah satu calon. Biarlah para kader yang menilai nanti siapa yang didukung, meskipun semua orang sudah pasti bisa menerka dan menduga siapa jagoannya Amin Rais.
Selain tidak adil, Amien Rais juga dinilai tidak konsisten. Mengapa tidak konsisten? Karena beberapa waktu lalu, Amien pernah menyatakan mempersilakan semua kader untuk maju menjadi ketua umum. Namun, beberapa waktu terakhir ini, Amien menyatakan bahwa di PAN tidak ada budaya ketua umum dua kali. Ini membuktikan bahwa Amin Rais menutup kesempatan bagi salah satu kandidat.
Dengan sikap seperti itu sebagai Bapak reformasi Amien Rais itu tentu tidak baik dalam mengembangkan budaya demokrasi di PAN. Amien Rais yang semestinya menjadi pilar dalam memerangi ketidakadilan dan budaya nepotisme, tetapi Amin Rais baru akan memulai politik dinasti.
Meskipun begitu saya berkesimpulan semua kader pasti sangat menghormati Amien Rais. Tetapi semua kader juga mengharapkan kearifan Amien Rais untuk bersikap adil. Bahkan, Amien Rais semestinya mendorong semua kader untuk berkompetisi secara sehat dalam kongres nanti. Saya hanya berharap semoga kongres PAN di Bali nanti bisa berjalan lancar dan bisa menghasilkan Ketua umum PAN yang baru yang di sukai rakyat.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H