Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Opini Korupsi dan Delinkuensi Wakil Rakyat

5 Januari 2014   21:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maraknya wakil Rakyat baik ditingkat pusat maupun daerah yang terlibat dalam aksi purba korupsi sungguh memmiriskan hati kita sebagai rakyat sekaligus pemberi amanah kepada mareka sebagai representatif kita di lembaga perwakilan yang terhormat itu.
Kendati sempat digerami dan dilawan para wakil rakyat itu dengan sejuta dalih dan apologi, namun ketika fakta mulai terkuak maka kegeraman dan dalih seribu bahasa pun terpatahkan. Citra para Wakil Rakyat pun tercoreng. Dan apatisme rakyat terhadap lembaga ini pun sedikit demi sedikit mulai mengalami eskalasi penurunan yang tajam. Tingkat kepercayaan rakyat kepada Wakil Rakyat sungguh rendah. Korupsi yang dianggap sebagai delinkuensi atau tingkah laku yang menyalahi secara norma dan hukumng berlaku dalam suatu masyarakat justru inheren dengan lembaga DPR.
Kuatnya struktur kekuasaan yang dimiliki DPR merupakan salah satu elemen dan instrumen kardinal lahirnya aksi purba korupsi di lembaga perwakilan rakyat itu. Pengalihan locus  fungsi legilasi dari Presiden ke DPR melalui proses amandemen konstitusi memberikan peluang yang sangat besar bagi DPR untuk memperluas otoritasnya melebihi yang seharusnya dimiliki DPR dalam skema sisitem presidensial. Pengangkatan pejabat publik harus mendapat persetujuan dari DPR mulai dari anggota komisi negara, hakim agung, pimpinan KPK, pimpinan BPK dan Gubernur BI kini menjadi otoritas DPR sehingga fungsi Presiden hanya sebagai pengusul nama, yang disyahkan melalui keppres.
Pada sisi lain pedangkalan pemahaman para wakil rakyat terhadap essensi politik, partai politik, parlemen dan hakikat keterlibatan mareka sebagai representasi rakyat dalam kehidupan politik nasional tak istimewa. Politik didistorsikan secara kongret sebagai sekedar sebagai kekuasaan sehingga perdebatan dan diskursus tentang nurani, moralitas, etika dan keberpihakan mareka kepada rakyat yang mareka wakili tak ada lagi dalam kamus para wakil rakyat. lembaga ini cenderung dipraktekkan sebagai tempat mengambil ketimbang untuk mengabdi bagi rakyat dan Ibu pertiwi.
Citra yang buruk terhadapanggota DPR memang harus dilawan oleh para anggota DPR itu. Berulangkali Ketua DPR Marzuki Ali menyatakan bahwa aksi korupsi di DPR dilakukan oknum dan banyak anggota DPR yang bersih dan berwibawa dalam memperjaungkan aspirasi rakyat dan berpihak kepada rakyat.  Akuntabilitas dan pertanggungjawaban penggunaaan kewenangan DPR harus ditingkatkan. Luasya cakupan kewenangan DPR yang terlalu besar sehingga terjadi legislative heavy memang harus dikaji ulang. Kontrol atas penggunaan kewenangan yang bersifat internal dan eksternal harus diperkuat dengan melibatkan kontrol publik yang bersifat masif dan dan berkwalitas.
Sementara itu Partai sebagai pilar penting dalam menyumbang wakil rakyat di DPR harus melakukan perombakan mendasar dalam perekrutan kadernya. Tidak ada lagi kader Partai yang direkomenedasikan sebagai wakil rakyat karena faktor kedekatan dengan elite Partai. Seleksi harus dilakukan oleh Partai sehingga wakil rakyat yang dikontribusikan dalam lembaga perwakilan itu sungguh mumpuni dan berkwalitas sebagai legislator.
Penguatan lembaga KPK sebagai instrumen pengawasan terhadap lembaga DPR harus diperkuat sehingga lembaga hukum ini diharapkan dapat menjadi elemen yang membangun mekanisme chek dan balance mengingat kewenangan DPR hampir tak ada kontrolnya.
Upaya-upaya ini memang harus dilakukan dalam upaya menciptakan wakil rakyat yang berkualaitas dan mumpuni sebagai aspirator rakyat dan legislator yang berpihak kepada rakyat sehingga stigma korupsi sebagai bagian delinkuensi yang melekat dalam pikiran dan nurani rakyat akan terhapus. Dan kewibawaan DPR sebagai lembaga terhormat makin berwibawa dan terhormat. Pada sisi lain kita sebagai penguasa negeri ini dan pemberi suara pada bilik suara sudah saatnya cerdas dalam memilih wakil rakyat di DPR. Saatnya kita memberikan hukuman kepada Wakil rakyat yang korup dan penggiat aksi purba korupsi yang memiskinkan kita sebagai wakil mareka. Saatnya kita cerdas dalammemilih. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun