Menyaksikan program di salah satu televisi swasta yang menayangkan program transisi Pemerintah dengan narasumbernya Akbar faisal beberapa malam lalu sungguh menarik dan kontradiksi.
Bagaimana tidak menarik mantan politisi Hanura yang kini merupakan salah satu Deputi Rumah Transisi Jokowi selalu bersemangat 45 kalau berbicara. Diksi dan narasinya selalu kencang dan berapi-api.
Tak heran saking bersemangatnya beberapa diksi yang dilontarkan Akbar bukan hanya menyudutkan pemerintahan SBY, namun terkesan selalu menyalahkan SBY dan meninggalkan bom waktu bagi pemerintahan Jokowi-JK.
Tak kurang Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam dialog itu menilai narasi Akbar faisal sebagai sesuatu yang kiang bijaksana mengingat kata Menko Polhukam tidak ada seorang Presiden pun didunia ini yang mewarisi bom waktu bagi pemerintahan yang akan menggantikannya.
Kontradiktif karena saat sebagai anggota DPR RI Akbar Faisal adalah salah seorang yang menentang dan mengkritik habis-habisan saat SBY berniat menyesuaikan harga BBM pada tahun 2012 lalu.
Lantas kini ketika SBY belum menyesuaikan harga BBM Akbar faisal dengan narasinya yang berapi-api lantas menyatakan bahwa itu adalah bom waktu hanya karena Akbar adalah salah satu deputi Rumah Transisi Jokowi.
Akbar lupa dan tampaknya amnesia bahwa seorang pemimpin harus mampu mengendalikan konsisi dalam situasi dan konsisi apapun tnpa harus menyalahkan pihak dan orang lain.
Keterujian seorang pemimpin dapat dinilai ketika dirinya mampu menyelesaikan berbagai persoalan dengan kondisi apa adanya. Kehebatan seorang pemimpin bukan diukur dari berbagai fasilitas yang diterimanya dari pendahulunya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Dianalogikan sebagai seorang sopir, seorang pemimpin dikatakan hebat ketika dengan beban yang berat dengan kondisi mobil yang kurang bahan bakar namun mampu membawa penumpangnya dengan selamat dari jalanan yang sarat kubangan dan tanjakan yang tajam.
Seorang sopir tidak bisa dikatakan hebat ketika tanpa beban dengan kondisi mobil yang mulus melalui jalanan yang lurus beraspal hotmit mampu membawa penumpang dengan selamat. Itu sopir tanpa beban dan sarat pencitraan diri.
Mendengar aksi narasi Akbar Faisal beberapa malam lalu itu di televisi, saya sebagai rakyat menilai narasi Akbar itu adalah ' Lebih Puteng Dari Ulu " (LPDU) dalam bahasa kampung saya Toboali alias over akting.