Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Bersama Angin

16 April 2016   23:04 Diperbarui: 17 April 2016   18:40 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelaki setengah baya itu menghela nafas panjang. Panjang sekali sebagaimana panjangnya musim kemarau tahun ini yang merotokkan berbagai ramalan. Sebatang rokok kretek merk terkenal dibakarnya. Asapnya membumbung tinggi. Ingin berkompetisi dengan awan.

"Ah...," desah lelaki itu sembari kembali menyemburkan asap rokoknya. Asapnya membumbung tinggi. Seolah hendak bersaing dengan awan dan bintang dilangit.

"Kalau saja...," desah batinnya.

Sudah tiga hari ini lelaki itu bergulat dalam sebuah penderitaan hati. Hatinya berkecamuk. Nuraninya terusik hebat. Sementara itu belum ada jawaban yang patut dia berikan. Pengembaraannya selama tiga hari tiga malam belum membuahkan hasil. Padahal dia berharap pengembaraannya akan memproduk sebuah jawaban yang akan menuntaskan permasalahan yang hakiki. Akan menuntaskan segala lara yang dialaminya.

"Saya tunggu jawabanmu, Mas dalam tiga hari ini. Kalau tidak maka saya akan datangi keluargamu biar mareka tahu apa yang telah engkau lakukan terhadap diriku selama ini," pinta seorang wanita muda. Malam makin melarut selarut duka di hati lelaki itu saat mendengar pinta wanita muda itu. 

Asap rokoknya pun terhenti. Seolah ikut merasakan kelaraan yang dideritanya.

"Saya hanya ingin kamu bertanggungjawab atas aksimu kepada ku selama ini," sambung wanita muda itu.

"Tapi kamu kan...," potong lelaki yang bernama Rian itu.

"Apa karena saya tidak hamil lantas kamu bisa seenaknya membiarkan aku dalam kenestapaan ini? Apa kamu itu pikir kalau saya hamil baru kamu bertanggungjawab?," tanya wanita muda itu." Kamu itu lelaki. Bukan banci," sambung wanita itu dengan nada tinggi. lelaki itu terdiam. Mulutnya terkunci. Malam makin syahdu. Kesahduannya melahirkan kegelapan. Kegelapan jiwa bagi dua anak manusia ini.

Sebagai tokoh muda terpopuler, Rian memang pantas menjadi idola publik. Kegantengannya tak kalah dengan artis papan atas yang sering seliweran di televisi. Pengetahuannya tak kalah klas dengan para narator yang sering muncul di acara talkshow televisi nasional. Hanya nasib yang membuatnya hanya terkanl di daerahnya saja.

Keflamboyan Rian memang menjadi energi baru bagi para kaum hawa di Kota kami. Wajah gantengnya seringkali menghias media massa lokal. Narasi garangnya menjadi sumber energi baru bagi para aktivis Kota kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun