Eksisitensi Komisi Pemberantas Korupsi atau KPK dikenal angker dan musuh besar para koruptor. Aksi heroik KPK dalam memenjarakan para penggiat aksi purba Korupsi sungguh menggetarkan nurani. Tanpa kenal takut, KPK meringkus para penjahat kemanusia itu tanpa melihat siapa orangnya. Tanpa peduli KPK menyikat para koruptor mulai dari pengusaha, kepala daerah, Ketum Parpol hingga para jenderal. Bahkan menteri aktif pun mareka ringkus. Tak terkecuali para aparat hukum.
Siapapun orangnya dan apapun jabatannya kalau sudah berhadapan dengan KPK, nurani pun jadi berkerut. Lembaga hukum yang dibentuk khusus untuk menangani kasus-kasus korupsi ini memang menjadi branch sebagai penegak hukum yang berkualitas.
Tak heran kini tugas dan wewenang KPK pun telah melebar menjadi salah satu lembaga yang selalu diminta Presiden untuk menelisik rekam jejak calon Menteri dan pembantu Presiden lainnya sebelum Presiden mengamanahkan jabatan kepada yang bersangkutan.
Catatan stabilo merah KPK akan membuat Presiden bisa membatalkan pengangkatannya sebagai Pejabat negara. Walaupun untuk Jaksa Agung dan Kapolri Presiden tak meminta catatan dari KPK.
Di level kekuasaan pusat dan Jakarta, KPK boleh menepuk dadanya sebagai lembaga yang ditakuti semua orang dan para bangsawan pikiran bangsa. Didaerah justru sepakterjang KPK sebagai penegak hukum yang berkualitas dalam menebas pedang ke leher para koruptor tumpul sekali. Entah mengapa.
Padahal begitu banyak persoalan hukum yang mestinya harus ditangani KPK biar ada efek jeranya bagi para pemegang kekuasaan didaerah yang kadang mengimplementasikan jabatan Kepala daerah secara sempit dan seolah-olah dengan jabatan kepala daerah bisa bertindak seenak perutnya.
Begitu juga dengan korupsi yang merugikan negara paling sedikit 1 Milyard yang merupakan kewenangan KPK sebagaimana amant UU 30 tahun 2002 pasal 11 tentang KPK bukanlah sesuatu yang sulitdidapat didaerah. Setidaknya kini proyek-proyek besar mulai menghujani Daerah seiring dengan penguatan daerah sebagai bagian dari Desentralisasi.
Yang menjadi persoalan kenapa KPK seakan-akan tutup mata atas banyak peristiwa aksi purba yang melanda daerah ini? Kenapa KPK lebih berbunyi ketika menyikat kasus-kasus korupsi di daerah Jawa?
Publikasi tampaknya menjadi bagian penting dari aksi heroik KPK sehingga pencitraan KPK sebagai lembaga penegak hukum tercitrakan kepada publik dan tereskalasi dihiruk pikuknya pemberitaan. Apalagi kita tahu sebagaian besar media massa besar dan berpengaruh ada di pusat kekuasaan.
Sebagai lembaga hukum adhoc, KPK perlu dukungan dan support dari publik mengenai eksistensi lembaga ini ditengah derap politisasi dari senayan terhadap lembaga ini. Makin banyak kasus penegakan hukum yang diekploitasi media ke publik maka dukungan publik terhadap KPK makin mengkristal. Dan kalau rakyat sudah bersatupadu maka apapun bisa terjadi. Masih ingatkan kasus cecak dan buaya dulu? Bagaimana dukungan terhadap komisioner KPK sangat luarbiasa dari publik.
Untuk penanganan kasus korupsi di daerah-daerah KPK tampaknya masih mengandalkan metode tangkap tangkap dalam meringkus para penggiat purba di negeri ini. Padahal kita paham begitu banyak persoalan hukum yang terjadi di daerah-daerah terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam berikut perizinannya.