Timses atauTim pemenangan adalah bagian urgen bagi seseorang yang akan berkompetisi dalam pesta Demokrasi. Apakah level Kabupaten untuk PilBup, provinsi untuk PilGub dan nasional untuk Pemilihan Presiden.
Timses atau tim pemenangan adalah suatu struktur dan bagian yang bukan hanya sekedar memoles citra sang figur menjadi baik dan berdaya simpati tinggi sehingga mampu merebut hati pemilih (rakyat). Timses dibentuk untuk melahirkan dan menciptakan lumbung-lumbung suara bagi sang kandidat sehingga tujuan akhir mampu memenangkan kompetisi. Pertanyaan kita adalah bagaimana bila kehadiran timses atau tim pemenangan justru membuat citra sang kandidat rubuh dimata masyarakat pemilih?
Setidaknya kini dialami oleh pasangan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Dalam timses keduanya hadir tokoh Adian Napitupulu dan Fadli Zon. Keduanya menjadi kartu mati bagi kandidat Capres/cawapres ini.
Melihat dua kali penampilan Adian Napitupulu di media televisi, yakni di program Mata Najwa dan Bincang Pagi Metro TV tadi pagi saya berkesimpulan apa yang diungkapkan Adian Napitupulu justru akan menjadi blunder bagi pasangan Jokowi-JK. Dikomparasikan dengan Anies Baswedan, levelnya Adian masih jauh tertinggal.
Adian bukan hanya melahirkan diksi yang harusnya memoles citra Jokowi -JKÂ pada porsi yang sebenarnyasehingga empati dan simpati rakyat bertambah, namun sebaliknya. Narasi yang terlalu menyerang akan membuat rakyat merasa Prabowo-Hatta adalah pasangan yang terzolimi.
Demikian pula dengan aksi fadli Zon. kendati tak selalu menyerang, namun apologi yang terlalu over akting dalam membela Prabowo-Hatta justru membuat masyarakat kurang simpati seolah-olah Prabowo-Hatta adalah manusia sempurna dan tiada salah dalam berkehidupan bangsa dan bernegara. Nabi saja masih melakukan kesalahan. Apalagi cuma selevel manusia yang ditakdirkan sebagai tempatnya kesalahan. Klas Fadli Zon memang belum sebanding dengan Porf. Mahfud MD.
Dalam perhelatan demokrasi baik di level daerah maupun nasional, sudah kelaziman untuk menjadikan tokoh-tokoh terkemuka dan mumpuni sebagai bagian dari timses. Di level daerah pun para tokoh masyarakat dan agama kerap diajak dan masuk dalam tim pemenangan satu kandidat. Tujuannya untuk mengeskalasi suara bagi kandidat yang akan berkompetisi.
Kegagalan dalam menyusun timses justru merupakan blunder bagi kandidat. Pengalaman mengajarkan bahwa banyak rakyat tidak memilih kandidat tertentu bukan disebabkan pemilih tidak simpati dan kurang senang dengan kandidat, Banyak pemilih tidak memilih kandidat tertentu dikarenakan masyarakat pemilih benci dengan kelakuan para timses yang berlaku over ackting dan berlebihan.
Pengalaman di berbagai daerah dalam Pilkada memfaktakan kadangkala, kandidat yang baik belum tentu menang ketika timsesnya dihuni para tokoh-tokoh yang justru menjadi bagian yang tak tersenangi oleh masyarakat pemilih. Ketidaksenangan masyarakat terhadap timses dikonversikan masyarakat pemilih dengan tidak memilih kandidat yang baik dan mumpuni itu.
Kepada para kandidat Capres/cawapres saya berharap dalam momentum tertentu, terutama yang berkaitan dengan publik ramai dan media televisi, tentunya sungguh bijaksana kalau kedua tokoh itu dikurangi porsi penampilan di media massa.
Kedua kita berharap para kandidat Capres?Cawapres menampilkan tokoh dan timses bukan hanya sekedar mampu bernarasi di media televisi dengan baik soal figur para kandidat, namun mampu pula mencerdaskan rakyat pemilih dengan diksi-diksi yang bernas dan memberikan rasa simpati terhadap para kandidat.