Wanita setengah baya itu amat ramah. Tutur bahasanya khas. Gampang bergaul. Tak heran temannya banyak. Bukan hanya di lingkungan tempat kerjanya semata, namun meluas hingga ke masyarakat umum.
Di kalangan teman sejawat dan sepergaulannya, wanita ini dikenal sebagai penarasi atau pencerita. Ya, pencerita tentang aib dan stigma orang. Di mana pun dia berada, selalu saja persoalan orang yang menjadi bahan omongan dan trending topic yang dibicarakannya. Seakan-akan tiada hari tanpa menarasikan aib sesama manusia di bumi.
Wanita penarasi itu datang ke kantornya dengan terburu. Pedal gas di tangan dikebutnya. Seolah-olah ada yang hendak diburunya. Bak pemburu yang sedang mengintai mangsanya di hutan rimba.
"Hey, kalian tahu nggak ternyata Bapak anu itu selingkuh dengan bawahannya," ungkapnya saat kakinya baru beberapa langkah masuk kantor.
Tentu saja narasi wanita itu mengagetkan para pegawai kantor yang sedang asyik bekerja. Mareka bertanya-tanya ada apa lagi dengan wanita narator itu.
"Tidak disangka-sangka ternyata peselingkuh juga. Padahal gayanya amat alim," ujarnya sembari duduk di kursi kerjanya.
Sebagai penarasi aib manusia, wanita narator ini berkolaborasi dengan keluarganya sehingga mudah mendapatkan info buruk tentang kehidupan orang di sekitarnya. Maklum keluarganya bekerja di sebuah warung di pasar sehingga informasi banyak didapatnya dari para ibu-ibu yang berbelanja ke pasar.
Wanita narator ini juga mendapat informasi dari sang suami yang kerap bergaul dengan kaum minoritas yang mudah mendapatkan informasi dari segala penjuru mata angin. Tak pelak kolaborasi keluarga ini amat harmonis dalam menjalankan aksi purbanya. Amat komplit.
Sore itu langit cerah. Awan berarak. Cakrawala membiru. Di belakang rumah, tiga serangkai ini sedang asyik bercerita tentang berbagai masalah. Tak terkecuali masalah keluarga yang sedang mereka hadapi, yakni ponakan mareka yang baru datang dari dusun disinyalir sedang menjalin hubungan pribadi dengan atasannya. Kabar ini tentu saja menyengat kehidupan keluarga ini.
"Saya heran, apa hebatnya Bapak Anu itu sehingga ponakan kita mau menerima uluran tangannya. Apakah dia tidak paham dengan perilaku kikir dan pelitnya," ujar sang suami sambil mengisap rokoknya dalam-dalam. Asapnya menerjang langit.
"Iya, saya juga amat heran dan kaget. Padahal bosnya itu duda," sela wanita narator.