Cahaya rembulan malam ini terpancar meliuk-meliuk. Cahaya terangnya bersaing dengan liukan tubuh seorang penyanyi yang asyik menyanyikan sebuah tembang lawas diatas pangung seadanya. Sorakan penonton menambah riuhnya malamnya. Bersaing dengan ketatnya balutan baju sang penyanyi. beberapa orang naik ke atas pentas secara bergantian.
Memasukan sesuatu dicelah baju bagian depannya yang terbuka. Sementara sepasang gunung yang menonjol di bagian tubuhnya menjadi sasaran empuk para pria yang iseng memasukan helai demi helai uang.
Setidaknya sudah seminggu Laila harus menjual suara emasnya kepada para penonton jalang yang mengundangnya untuk bernyanyi di kawasan kumuh yang terkenal dengan kawasan prostitusi klas bawah. Dan sudah seminggu ini pula martabatnya sebagai wanita terendahkan oleh ula para lelaki berpikiran kotor itu. Bahkan ada pula yang mengajak kencan usai bernyanyi.
Laila baru terbangun ketika orang-orang sudah memulai aktivitasnya mencari makan. Pulang larut malam dari kegiatan menyanyi yang dilakoninya di kawasan kumuh itu membuatnya tidak bisa bangun pagi. Maklum jadwal perhelatan nyanyi di kawasan itu tak mengenal waktu. kadang usai ketika rembulan mulai terkantuk-kantuk keperaduannya.
Laila tidak menyangka sama sekali dalam otak jernihnya, kedatangannya ke ibukota harus berhadapan dengan persoalan pelik dan menorehkan airmata. bagaimanaa tidak, saat datang berkunjung ke rumah temannya, dia mendapati Ibu temannya sangat membutuhkan pertolongan. Sakit yang diderita Ibu temannya membutuhkan banyak uang. Sementara temannya hanya berprofesi sbagai seorang Sales yang gajinya hanya berdasarkan jumlah penjualan.
" Mohon maaf, laila. Kedatanganmu malah ku sambut dengan keluh kesah dan penderitaan," kata temannya dengan nada sedih.
" Selagi saya bisa membantu, saya akan bantu. Sebagai sesama manusia hanya tolong menolong yang menjadi andalan kita dalam berkehidupan," jawab laila.
" Aku sudah menyusahkanmu," lanjut temannya.
" Aku malah bahagia bisa menghibur mareka dengan suaraku. Dan mareka pun bahagia memberiku uang untuk membantu meringankan biaya tambahan berobat Ibumu," jawab laila sambil memeluk temannya.
Laila dan temannya yang bernama Nani adalah teman sepermainan saat mareka masih di Kampung. Nani lantas hijrah bersama keluarganya ke Kota. Kota ternyata bukan tempat yang istimewa bagi keluarga nani yang hanya hijrah bermodalkan tekad dan niat yang membaja. Nani yang hanya berpendidikan SMA akhirnya harus membanting tulang membiayai kehidupan keluarganya.Â
Kehidupan Nani dan keluarga makin terpuruk ketika ayahnya dipecat sebagai pegawai pabrik. serbuan buruh asing dari negara lain membuat Ayahnya hanya menambah pengangguran Kota yang makin ganas. Ayah Nani pun jatuh sakit dan akhirnya meninggal.