Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Lelaki Tua dan Lembaran Koran Bekas

3 Juni 2017   14:10 Diperbarui: 3 Juni 2017   15:29 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja mulai tiba. Belasan burung camar mulai menghiasi langit. Kepak sayapnya membentang luas. Seluas  awan yang biru yang mengornamen cakrawala. Kunang-kunang pun mulai bermunculan. Saling berkejaran. Seiring datangnya suara azan magrib dari masjid yang berkumandang dengan sakral.  Relegiuskan jiwa-jiwa manusia untuk bergegas menghadap Sang Maha Pencipta. Bersujud kepada Sang Maha Penyayang.

Lelaki tua itu pun bergegas ke Masjid.  Langkah kakinya tergesa-gesa. Takut ketinggalan dengan jemaah yang lain yang terus berdatangan menghampiri masjid. " Alhamdulilah," desisinya saat sampai di masjid.

Lelaki tua yang akrab dipanggil Pak Tua oleh warga Kampung memang belum terlalu lama tinggal di Kampung Ini. Masih dalam hitungan jarilah. Antara 5 sampai 10 tahun. Ya, saat reformasi mulai bergulir di negeri ini.

Pertama kali lelaki tua itu datang ke Kampung Ini saat malam hari.  Penuh dengan pengawalan aparat dan sejumlah mahasiswa. Riuh reda sekali rumah itu pada malam itu. Mobil-mobil berseliweran. Datang silih berganti.  Rumah yang ditempatinya sekarang adalah milik seorang petinggi negeri yang kini telah wafat. Rumah itu bergaya kuno. Sangat kuno sekali. memiliki nilai artistik. Peninggalan era Belanda. Halamannya sangat luas dan berteras tinggi. dari terasnya yang tinggi kita bisa menikmati suasana Kampung yang damai dan tenteram dimana semangat gotong royong warganya masih terpatri dalam jiwa penghuninya.

Biasanya, di teras rumahnya itu Pak Tua menerima tamunya dari Kota atau sekedar berbincang dengan warga kampung yang datang berkunjung ke rumahnya. Pak Tua sangat bahagia kalau ada warga yang berkunjung ke rumahnya. Pintu rumahnya memang selalu terbuka buat siapa saja, tak terkecuali warga Kampung. Segurat senyum selalu hadir di wajah tuanya saat menyambut tamu yang datang. Dan tentunya dengan tambahan segelas kopi sebagai penghangat obrolan.

Dan biasanya setiap tamunya izin pulang, Pak Tua selalu meminta para tamunya untuk datang kembali ke rumahnya. " Jangan sungkan-sungkan datang ke rumah ini. Kita jalin silahturahmi. Bukankah dengan menjalin silaturahmi akan menambah usia kita? Termasuk rezeki kita," ujarnya yang biasa dijawab para warga yang datang dengan kalimat Insya Allah Pak.

Tamu yang berasal dari Kota biasanya datangnya pagi. Soalnya sore hari mareka bisa kembali ke Kota. Jarang sekali tamu Pak Tua dari Kota yang menginap. Kecuali yang datang pada sore hari. Itu pun dengan rombongan yang jumlahnya lebih dari empat orang. Dan biasanya mareka mengobrolnya tak di teras. Tapi dihalaman belakang rumah Pak Tua yang luas yang dipenuhi rimbunan pohon-pohon mangga yang rimbun. derai dedaunannya membuat suasana obrolan makin terinspirasi dan menghijaukan pikiran. Apalagi bagi pak Tua dan tamunya. Tak heran obrolan mareka hingga subuh. Bagi para tamu yang datang dari Kota, Pak Tua adalah guru mareka. Tak heran tamu  yang datang dari Kota adalah wajah-wajah yang sering para warga lihat di televisi. Entah apa yang mareka perbincangkan.

Hanya biasanya selalu terdengar frasa kata " Kita Bisa  dan Kita Rebut Kembali"  keluar dari mulut Pak Tua saat mengantarkan tamunya dari Kota yang akan meninggalkan rumahnya. Dan segulung senyuman bahagia muncrat dari wajah tuanya usai para tamunya meninggalkan rumahnya. Secerah sinar  matahari yang mulai menyinari bumi. 

___

Sore itu, seperti biasanya menjelang buka puasa, Pak Tua menikmati senja dari teras rumahnya. Lelaki tua itu sudah lama tidak menikmati tenggelamnya matahari  dari teras rumahnya. Biasanya menjelang tenggelamnya mentari, ada sejumput lembayung yang berwarna kemerah-merahan yang datang dan mengornamen senja sebelum hilang ditelan  rembulan yang datang dengan sejuta sinarnya yang sangat indah. Mengeksekotiskan malam dengan segala kegundahannya.

" Sungguh besar kuasaMU, Ya Allah kepada kami manusia. Dan sungguh banyak nikmat yang Engkau berikan kepada kami manusia yang sering alpa kepadaMU," desisnya seraya matanya tiba-tiba tertuju kepada lembaran koran bekas yang ada di bawah meja yang tak jauh dari tempat duduknya. Sebuah judul berita terpampang sangat besar dengan huruf kapital. " Presiden Diminta Mundur ". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun