Opini : Pers Bermartabat dan Memartabatkan Pers
Tanggal 9 februari merupakan hari yang sangat istimewa bagi kalangan dunia pers. Keistimewaan politik berupa kemerdekaan pers kini ternikmati dan mendapat legitimasi yang kuat dari negara. Kemerdekaan pers yang merupakan salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis kini amat terjamin sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945.
Kemerdekaan pers yang kini ternikmati oleh pers harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan bagi seluruh rakyat negeri ini sebagai pemegang kekuasaan di negeri ini untuk meraih kesejahteraan. Sejarah puluhan tahun yang silam dimana kelahiran pers koheren dengan rakyat yang saat itu amat tertindas dan terjajah baik secara moral maupun ekonomi oleh kaum penjajah memfaktakan bahwa pers dan rakyat tak dapat dipisahkan.
Pada era pergerakan konsep jurnalistik sebagaimana yang dirumuskan wartawan senior Brotokusuwo adalah mempunyai tugas untuk membakar hati pembacanya supaya benci kepada pemjajah.
Sementara itu legenda pers nasional H. Rosihan Anwar (almarhum) menegaskan bahwa pada zaman pergerakan orang menjadi wartawan karena misi dan perjuangan wartawan adalah membela rakyat terhadapa penjajahan, kezaliman dan ketidakadilan.
Fenomena ini diaplikasikan pula dalam peran dan fungsi pers sebagaimana yang diatur dalam UU NO 40 tentang Pers pasal 3 yang menegaskan bahwa pers mempunyai fungsi  sebagai media pendidikan disamping pers memegang fungsi sebagai media informasi, hiburan dan kontrol sosial. Fungsi pers sebagai media pendidikan yang bermuara kepada aksi dan langkah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menjadikan pers memikul peran yang amat penting dalam menerangi langkah-langkah kehidupan rakyat.
Pada pasal 4 ayat 1 UU Pers  ditegaskan pula bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak azazi warganegara, Bahkan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informas (ayat 3).
Sementara itu setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak rp.500 juta (UU Pers Bab VIII pasal 18)
Sedangkan bagi mareka yang menganggap pemberitaan pers melanggar etika dan norma-norma kehidupan dapat memberikan hak jawab sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 ayat 2 UU No 40 tahun 1999. Demikian pula dengan masyarakat dapat melayangkan hak koreksi yaitu hak setiap orang untuk mengkoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.( ayat 3).
Dalam Kode Etik jurnalistik (KEJ) pasal 11 dinyatakan bahwa wartawan Indoensia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional dalam arti bahwa setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Bagi perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 Â ayat 2 tentang hak jawab ini akan dipidana dengan denda paling banyak rp.500 juta sebagaimana yang diatur dalam UU NO 40 tahun 1999 pasal 18 ayat 2
Fenomena ini membuktikan kepada kita bahwa pers (wartawan) tidak bisa sewenang-wenang dalam memberitakan fakta peristiwa dan fakta pendapat. Wartawan tidak bisa seenaknya saja ( bahasa Toboali : sekenek-kenek perut) dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya,