Cerpen : Lelaki yang Datang di Bulan Oktober
Setiap bulan Oktober tiba, sejuta keindahan terhampar dalam pikiran manusia. Setidaknya hujan akan datang menyapu kekeringan yang mendebui seluruh jagad raya. Sorak sorai para petani berderai saat Oktober datang. Sementara para nelayan mulai gelisah mengingat setiap bulan Oktober tiba, biasanya angin barat akan datang menghantam perahu mareka di lautan lepas dan mengombangambingkan mereka.
Bagi Bunga, setiap bulan ke sepuluh dalam kalender itu datang, lara selalu datang menghampirinya. Sejuta kenangan pahit kembali menghantui pikirannya. Bagaimana tidak di bulan yang yang selalu diidentikkan masyarakat sebagai bulan yang baik buat pernikahan,justru di bulan ke sepuluh itu dirinya harus menghapus kerinduannya melepas masa lajangnya dengan lelaki pilihan hatinya. Lelaki yang telah membuahi sel telur dalam rahimnya kini entah kemana rimbanya. Padahal semua persiapan telah terjadwal dengan baik sesuai dengan tahapan yang telah keluarga mareka tetapkan.
" Insya Allah, bulan oktober akan menjadi bulan yang baik bagi kalian berdua untuk menikah," ujar Ibu Bunga kepada bunga dan calon suaminya.
" Iya,nak. Berdasarkan perhitungan para kaum tua dulu, oktober tahun ini katanya memberikan sejuta rezeki bagi mareka yang ingin menikah," sambung Ayah Bunga.
" Ah, Bapak dan Ibu bisa saja," jawab Bunga dengan tersipu..
" Bagi saya bulan apa pun tak masalah. Toh saya sangat mencintai Bunga," ujar sang lelaki sembari matanya mengeling ke arah Bunga yang duduk di sampingnya dengan sorot mata mesra dan penuh arti.
" Walaupun bagi kalian kaum muda moderen hal itu mungkin tak begitu penting, bahkan mungkin dianggap kuno, tapi bagi kami hal itu masih berlaku. Semua itu kami lakukan untuk kebaikan kalian berdua juga menyongsong masa depan kalian," papar Ayah Bunga dengan detail.
Sementara Bunga dan calon suaminya terkagum-kagum mendengar narasi kuno dari ayahnya.
Malam itu, Bunga dan calon suaminya menghabiskan separuh malam di kamar Bunga yang mewangi dengan saling memuncratkan hasrat mareka sebagai manusia dewasa. walaupun belum resmi, namun janji manis yang terlontar dari mulut calon suaminya membuat Bunga ikhlas memberikan tubuh indahnya untuk dilahap calon suaminya dengan dengus liarnya sebagai lelaki jantan hingga Bunga berkali-kali harus menggelepar bak burung yang tertembak oleh sang pemburu di rimba yang tak bertuan.
" Terima kasih Bunga atas cintamu malam ini. Aku bahagia sekali. Bahagaia sekali," ujar sang calon suami sambil mengecup kening Bunga yang masih berselimutkan keringat.