Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Wanita yang Memangku Rembulan

18 September 2021   04:31 Diperbarui: 18 September 2021   05:00 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, jam didinding rumah kontrakan Prisa yang terletak di ujung gang telah menunjukkan angka delapan. Prisa pun telah bersiap-siap untuk berekspresi dan berganti dunia. Ketukan pintu membuatnya membatalkan niat untuk berganti baju.
"Siapa?" Tanya Prisa sambil bergegas menuju pintu depan.
"Saya. Pak RT," jawab seseorang dari luar. 

Pintu pun terbuka. Tampak Pak RT didampingi dua hansip berdiri di depan pintu rumah.
"Ada apa ya, Pak RT," tanya Prisa penuh keheranan.
"Anu, Mbak Prisa. Di depan gang tergolek seorang lelaki dalam keadaan yang menyedihkan. Dan nama Mbak Prisa  berkali-kali disebutnya. Apakah Mbak  kenal? Atau barangkali masih punya ikatan keluarga," jelas Pak RT penuh wibawa.
"Siapa ya? Tahu namanya, Pak," tanya Prisa lagi.
"Wah, saya tidak tahu. Tapi, bagaimana kalau kita ke sana untuk melihatnya. Barangkali Mbak kenal dan tahu dengan orang itu. Dan siapa tahu pula, lelaki yang tergeletak itu masih ada ikatan keluarga dengan Mbak," ajak Pak RT.

Ajakan Pak RT langsung diangguki Prisa. Dengan langkah penuh kepastian, Prisa menuju mulut gang. Tampak keramaian orang memadat. Beberapa petugas keamanan RT tampak sibuk mengamankan area dimana seseorang pria setengah baya itu tergolek. Saat menembus kerumunan manusia, Prisa kaget setengah mati. Jantungnya mau copot.  Prisa tahu dan amat kenal dengan pria yang terkapar itu.
"Pak Kakan," jeritnya saat melihat pria itu. 

Yang dipanggilpun menoleh. Menatap tajam Prisa. Seakan-akan terpatri kegembiraan yang tak terperikan. Airmata pun mengalir dari kedua kelopak mata Pak Kakan. Senyumnya pun masih tetap menggoda dan menggoda.
"Maafkan aku," ujar Pak Kakan terbata-bata dan lirih. 

Seiring dengan itu, kepalanya pun terkulai. Detak napasnya berhenti. Suara religius Innalillahi Wainnalilalhi Rojiun pun bergemuruh dari mulut para warga.

Toboali, 18 September 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun