Cerpen : Pejuang Tua dan Rumahnya
" Saya sungguh-sungguh sangat heran dengan Pemerintah. Kok pejuang seperti Pak Liluk dibiarkan merana bak anjing kudisan? Dimana matahati petinggi negeri ini," ungkap Cagel dengan nada suara bersungut-sungut.Â
" Setuju sekali kawan. Pak Liluk adalah salah seorang pejuang yang ikut memerdekan bangsa ini. Tapi balasannya apa? Rumahnya pun ikut tergusur. Tak ada apologi dari pemerintah untuk beliau," sahut warga lainnya sembari menyaksikan aksi para petugas melakukan pembongkaran terhadap kawasan perumahan penduduk.
" Ini bukti nyata bahwa pemerintah tidak pernah menghargai jasa para pahlawan. Mareka hanya menghargainya dinarasi untuk media massa saja," celetuk warga yang lain dengan nada suara geram.
Dan hanya dalam waktu tak lebih dari satu jam perumahan penduduk yang padat dikawasan kumuh itu pun rata dengan tanah. Sementara suara tangisan terus bergemuruh sekencang suara gemuruh alat-alat berat yang terus menggeruduk rumah penduduk tanpa malu dan tanpa nurani.
Disebuah warung kopi, seorang lelaki tua tampak lusuh. Beberapa petugas tampak menemaninya tanpa suara. Bajunya penuh dengan keringat yang menebarkan aroma tak sedap. Matanya masih tertuju kepada aksi istimewa alat-alat berat yang terus menggeruduk dan menyapu bersih bangunan rumah yang berjejer dikawasan padat penduduk itu.
" Kami diperintahkan pimpinan untuk membawa Bapak dari lokasi ini. Bapak akan diberikan sebuah rumah dikawasan yang layak dan jauh dari kebisingan Kota. Sangat layak untuk Bapak menikmati masa tua," kata seorang petugas dengan nada suara yang teramat lembut.
" Benar sekali Pak. Di rumah yang baru nanti Bapak bisa beristirahat dengan tenang. Jauh dari kebisingan. Udaranya juga sangat segar. Sangat cocok untuk Bapak," sambung petugas yang lainnya.
Lelaki tua itu tak menjawab. Tak suara yang keluar dari mulut tuanya. Mulutnya sangat tertutup rapat-rapat. Terkunci rapat. Hanya matanya yang terus memandang rumah yang terus roboh dan roboh hingga rata dengan tanah.
Kekecewaan melanda sekujur tubuh tuanya. Hal ini ditandai dengan degup jantungnya yang turun naik. Dan seluruh mata tiba-tiba tertuju kepadanya saat dirinya berlari ke arah penggusuran ketika alat berat hendak merobohkan sebuah bangunan rumah semi permanen. Dirinya berdiri persis didepan alat berat. Suasana menjadi hening. Suara alat berat pun mati.