Keflamboyanan dan kebaikan hati Pimpinannya yang biasa dipanggil Pak Kadin telah meluluhlantakan jiwanya yang sehat dan bersih. Lamunan tentang masa depan yang indah dan membahagiakan telah membuatnya mabuk angan-angan. Bayangan masa depan yang bahagia membentang dalam nurani dan pikiran bersihnya.Â
Tak pelak kondisi ini mengamnesiakan pikiran tentang status Pak Kadin yang telah berkeluarga. Pertemanan yang berlanjut kepada pergaulan malam yang menjadikan malam penuh bintang gemintang menjelma sebagai rumah kegelapan oleh kedua insan ini telah mengaburkan mata hati kedua insan ini.Â
Dan malam penuh kesasatan pun terjadi. Malam kerupawanan telah mengubah citra diri Priani dan martabat keluarganya Dengus liar kucing hutan menjadi saksi luluhlantaknya citra dan martabat dirinya sebgai wanita Malam yang sarat bintang gemintang pun mareka jadikan rumah kesesatan jiwa dan nurani yang tak terperikan.
Hati mareka saling berpadu dalam rajutan malam yang sesat dan menyesakkan nurani. Hanya kejantan malam dan airmata sebagai penghias malam itu Lolongan anjing malam tak mampu hentikan hentakan emosi dua hati manusia ini. Dan ketika rembulan mulai tergagap dalam rasa kantuk ditingkahi sinar mentari yang mulai menggeliat dari mimpi panjangnya, keduanya pun masih terlelap dalam pautan emosi jiwa tanpa mampu teredam dengan etika dan moralitas yang selalu menjadi citra diri Pak Kadin selama ini.
Kendati Pak Kadin siap mempertanggungjawabkan dengan sikap kejantanannya dengan cara jantan pula, namun penolakan datang dari keluarga Prini yang menganggap pak Kadin bukanlah pria yang pantas mendampingi ponakan mareka.Keluarga Priani pun menstigmakan Pak Kadin sebagai perusak masa depan ponakan mareka. Dan stempel perusak masa depan orang pun digemakan keluarga Priani yang membuat Pak Kadin tak bisamempertanggungjawabkan aksi kejantananya pada malam yang durjana itu.
Sementara itu desakan dan hasutan mulut bau dari keluarga membuat orang tua Priani tak bisa berbuat banyak. Hanya pasrah dengan keadaan. Kerentaan dan kepapaannya membuat suara mareka terpinggirkan. Tak didengar. Bagaikan teriakan para pendemo yang suaranya menggema namun tak pernah didengar mareka yang berada di rumah-rumah rakyat dan kekuasaaan.
" Kami disini lebih tahu dan paham dengan Pak Kadin. Kami tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Puluhan tahun kami bergaul dan bergaul. Jadi kami tahu dan sangat paham. Dan jangan harap harta yang ada akan dimiliki Priani. Karena Pak Kadin punya anak. dan belum tentu juga dirinya akan jadi pejabat. Belum tentu. Situasi politik disini amat ganas dan sarat hasutan," ujar Sang Paman dengan nada provokasi kepada Ayah Priani.
" Benar Paman. Saya yakin mutasi bulan ini pun Pak Kadin akan dinonjobkan. Lantas apa harapan Priani kepada lelaki tua bangka yang super pelit itu. Apa?," ungkap istri Pman Priani dengan nada setengah bertanya berapi-api bak orator wanita yang sedang kampanye di panggung politik. Kedua orang tua Priani pun hanya terdiam membisu. Tak ada satu kata pun meluncur dari mulut keduanya. hanya diam dan diam seribu bahasa.
Hari yang sakral bagi Priani dan Wowon pun tiba. Hari pernikahan yang menjadi hari bahagia bagi semua umat manusia justru menjadi awal bencana bagi Priani dan Wowon. Ijab kabul terpaksa beberapa kali diulang oleh Pak Penghulu mengingat ketidakseriusan Wowon dalam menarasikan janji ikrar pernikahan.Â
Bisik-bisik dari para hadirin pun mulai terdengar dan menggema kendati dalam bisik-bisik. Akhirnya narasi ijab kabul pun selesai setelah para saksi menyatahkan sah kendati dengan hati yang sangat terpaksa.
Malam usai pernikahan, rembulan tersenyum. Sinarnya menerabas masuk dalam ruang hati dan jendela jiwa penghuni bumi. Senyumnya memancarkan sinar terang yang indah. Hiasi bumi yang mulai ditinggalkan mentari yang berbegas kembali keperaduannya.