Opini : Hak Koreksi
Dalam UU NO 40 tahun 1999 ditegaskan bahwa masyarakat sebagai bagian dari perkembangan kardinal pers nasional mempunyai hak untuk mengembangkan kemerdekaan pers sebagaimana yang diatur dalam UU Pers Pasal 17 Bab VII. Selain itu masyarakat sebagai bagian dari perkembangan kemerdekaan pers mempunyai HAK KOREKSI dimana hak setiap orang untuk mengkoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang dilakukan Pers baik tentang dirinya maupun orang lain. Sementara kewajiban koreksi harus dilakukan Pers sebagaimana yang diatur oleh UU 40/1999 pasal 1
Namun realitanya Pers kadangkala enggan untuk memenuhi kewajiban dalam menunaikan Hak Koreksi dengan apologi bahwa Hak Koreksi yang mareka lakukan akan membuat Pers tersebut merasa bersalah. Padahal Hak Koreksi adalah kewajiban dan diatur dalam UU Pers.
Fenomena ini membuat kita sebagai rakyat diabaikan Haknya oleh Pers. Pers seakan-akan merasa mareka paling benar dan HAK Koreksi adalah sesuatu yang tak penting. Pers berasumsi bahwa HAK Jawab dari pihak yang terberitakan lebih urgen ketimbang Hak Koreksi dari masyarakat.
Kegagalan memahami Hak yang dimiliki rakyat dalam kemerdekaan Pers memfaktakan kepada kita bahwa Pers Nasional belum mampu menjadi pemberi informasi yang benar dan akurat sebagaimana yang diatur dalam UU pers pasal 3. Pers seakan-akan hanya mementingkan Hak Kontrol Sosial. Sekan-akan kontrol Sosial adalah bagian penting dalam kemajuan Pers.
Pada sisi lain peran pers sebagai kontrol Sosial kadangkala tak dilengkapi dengan data dan fakta yang akurat sebagaimana yang diatur dalam UU NO 40 tahun 1999. Sajian informasi yang dilakukan Pers tak diimbangi dengan data dan fakta yang akurat dan benar. Padahal dalam pasal 6 ayat C Pers dalam mengembangkan pendapat umum didasari dengan informasi yang tepat, akurat dan benar.
Dalam kode etik wartawan Indonesia (KEWI) ditegaskan bahwa Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Wartawan Indoensia dilarang menyampaikan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan asusila. Kegagalan memberikan informasikan yang akurat dan benar kepada masyarakat membuktikan bahwa pers Indoensia belum mampu mengaplikasikan kemerdekaan Pers yang sesungguhnya untuk kepentingan rakyat dan kemajuan bangsa.
Pers apapun bentuknya adalah bagian dari perkembangan suatu bangsa dan negara. Makin bermartabat Pers suatu daerah, bangsa dan negara maka makin bermartabat pula masyarakat daerah, negara dan bangsa itu karena informasi yang diberikan Pers selalu tersaji lewat piring informasi penting, akurat dan benar. Dan peran Pers sebagai bagian dari usaha mencerdaskan bangsa dan pendidikan akan teraih dan berhasil. Inilah hakikatnya eksistensi pers dalam kehidupan dan kemajuan suatru daerah, bangsa dan negara.
Terlepas apaun yang terjadi dalam kehidupan pers kita dalam konteks hari ini, Pers daerah dan negeri ini memang perlu mengintrospeksi diri dan kontemplasi jiwa sehingga produk Pers yang disajikan kepada masyarakat memiliki nilai informasi yang bukan hanya benar dan akurat namun mampu memberikan nilai pencerdasan dan pencerahan bagi rakyat negeri ini.
Sudah waktunya pers di negeri ini tampil dalam bungkusan pers yang sesungguhnya sebagimana yang diperjuangkan insan pers saat reformasi dulu dengan selalu menyajikan bukan hanya berita yang bernilai tinggi namun mampu membungkus informasi ayng tersaji dengan menjunjung tinggi informasi yang benar, dan akurat sebagai panglima. Pers sebagai salah satu kemewahan yang dimiliki bangsa ini harus kita rawat dengan mengaplikasi diri sebagaimana amant UU Pres yang menjadi tonggak dalam menjalankan tugas Pres yang hakiki dan memberi manfaat bagi masyarakat ramai.
Toboali, kamis malam, 25 Februari 2021