Cerpen : Perempuan yang Merajamkan Diri Dengan Belati Bermata Dua
Kecerahan cahaya mentari menyelimuti jaga raya.Hangatkan jiwa manusia sebagai penghuni bumi. Semua penghuni bumi mulai bergegas dengan kesibukannya masing-masing. Dijalanan lalulintas kendaraan mulai bersahutan seiring ramainya lalu lalang para pejalan kaki menuju tempatnya. Tak terkecuali wanita muda itu yang bergegas melawan waktu.
Sudah setengah jam, wanita berpenampilan modis itu menunggu di sebuah halte bus yang mulai ramai dengan wajah-wajah gelisah Kota. Sesekali diliriknya jam yang berada ditangan kirinya yang putih bersih. Kacamata hitam menutupi dua bola matanya yang liar menatap sekitar. Dan sebuah kendaraan roda empat produk terkini berada didepannya. Lewat remote, pintu depan mobil terbuka. Wanita muda itu langsung masuk kedalam dan mobil pun tancap gas. Meninggal sisa asap dari knalpot yang memencar ke udara bebas.
Wanita muda yang bernama Apri dan lelaki dalam mobil itu kini berada dalam selimut yang sama. Dengus nafas keduanya menggelora mengikuti irama hasrat sebagai manusia dewasa. Saling berbagi kenikmatan tanpa malu hingga akhirnya kedua pun terkulai dalam ranjang. Hanya senyuman yang tertebar dari keduanya.
" Saya ingin menikahmu, jeng," ujar lelaki muda itu.
" Saya sudah bersuami, mas. Ikatan pernikahan ku tak bisa membuat kita hidup bersama," jawab Apri.
" Saya tidak ingin menambah dosa, jeng. Saya siap dengan segala resikonya," ucap lelaki muda itu sambil menyalahkan sebatang rokok. Apri terdiam.
Bukan hanya sekali ini saja Apri mendengar narasi berkekuatan ingin mememiliki dirinya itu dari lelaki muda itu. Sudah amat sering didengarnya, setiap mareka usai berbagi kenikmatan. Apri selalu saja berapologi dengan jawaban yang sama, bahwa dirinya sudah menikah dan bersuami. Tapi lelaki itu selalu saja menohok nuraninya dengan pertanyaan yang sama tanpa henti dan tanpa malu. Apri seolah berada dalam kegamangan hidup.
Bersama suaminya yang tua bangka itu, dia tidak mendapatkan hasrat syahwatinya sebagai perempuan dewasa. Sementara untuk mengakhiri perkawawianan mareka bukan sesuatu yang mudah laksana membalik telapak tangan. lelaki tua bangka yang sudah beruban itu adalah orang yang mengalirkan nafas hidupnya hingga dia dan keluarganya di Kampung bermartabat sebagai manusia. Mengakhiri perkawaninan berrti sama saja dia harus memutuskan hubungan biologis dengan keluarganya. Kemiskinan menjadi sumber segalanya yang membuat dia rela mengikuti arahan keluarganya untuk menerima pinangan lelaki tua bangka itu.
" Pak bandot itu orang baik dan kaya raya Nak. beliau sangat bersungguh-sungguh ingin memeinangmu sebagai istrinya. walaupun usianya terpaut jauh, tapi dia bukan suami orang. Dia duda yang dtinggal mati istrinya," bujuk keluarganya saat itu.
" Iya, Apri. hanya Pak bandot yang bisa mengaliri nafas kehidupan kepada keluarga kita. Hanya beliau,nak," sambung Ibunya dengan diksi memelas.