Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Corona dan Tumpulnya Nilai Kemuliaan Kemanusiaan Kita

16 April 2020   21:41 Diperbarui: 16 April 2020   22:36 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wabah virus Corona yang kini menjadi pendemi di dunia saat ini, melahirkan sejumlah persoalan. Pendemi ini mempinakkan banyak momentum yang membuat nilai kemanusia kita sebagai manusia yang beradab mesti berkontemplasi diri. Nilai kemanusian kita seolah memudar dalam menghadapi virus Corona ini.

Bagaimana tidak berkontemplasi diri, kalau kita melihat penderita atau orang terkena virus ini bukan hanya harus menelan pil dan obat dari para tenaga medis, namun mereka harus menerima pil pahit dari sekitarnya yang menganggap mereka yang terkena virus ini sebagai sebuah aib. Perlakuan yang mereka terima pun tak pernah para koruptor terima. Padahal sudah sangat jelas para koruptor itu memiskin kita sebagai manusia. Padahal sudah dengan gamblang, koruptor itu membuat ekonomi kita terpuruk. Pertanyaannya pernahkah kita menolak penguburan seorang koruptor di tanah Ibu pertiwi ini?

Tak heran, bila beberapa penolakan terhadap pemakaman korban virus ini membuat kegaduhan dan hiruk pikuk di publik. Bahkan yang amat mengagetkan kita sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya di planet bumi ini, para tenaga medis yang menjadi garda terdepan pun harus menerima stigma negatif dari sekitarnya. Padahal mereka adalah orang yang berjuang paling depan dalam misi kemanusian ini sebagai penolong orang yang terkena virus Covid 19 ini. Para tenaga medis ini pun harus berjibaku menyelamat jiwa sesama manusia. Tapi kontradiksi dengan perlakuan yang mereka terima dipublik.

Fenomena ini memfaktakan kepada kita bahwa nilai kemanusian kita mulai tumpul. Mulai terkikis dengan narasi zaman yang berorientasi kepada apologi bahkan cenderung pembenaran atas nama kelompok. Fenomena ini memfaktakan kepada kita bahwa nilai-nilai kemanusian kita sebagai manusia paling beradab mulai terdistorsi.

Pada sisi lain, arahan dari pemimpin yang harusnya menjadi acuan kita tak dihiraukan. Narasi pemimpin diartikan sebagai pencitraan semata tanpa makna. Keteladanan lagi-lagi menjadi sumber ketidakpercayaan publik. Sementara para petinggi daerah pontang panting bekerja demi kepentingan publik untuk memutus mata rantai pendemi Covid -19 sebagai bentuk pertanggungjawabannya sebagai pemimpin yang dipilih rakyat di TPS-TPS.  

Kadang kala nilai kemulian kemanusian kita menjadi tumpul ketika aroma kekuasaan menjadi barometer dalam berkehidupan sosial. Tanpa diembeli dengan jabatan dan kekuasaan, seolah kehidupan sosial menjadi tak berwarna. Padahal nilai kemanusian seorang manusia diukur ketika dia mampu memberi warna baru bagi kehidupan sosial kemasyarakatannya sehari. Mampu memberi ornamen pencerdasan dalam kehidupan sosialnya di publik.

Buat apa kita memiliki kekuasaan, yang akhirnya dengan kekuasaan kita hanya memperkaya kita sendiri dan keluarga serta kroni kita. Buat apa kita memegang kekuasaan kalau kekuasaan itu dijadikan instrumen untuk memarginal sesama manusia. Untuk apa kita memiliki kekuasaan kalau hanya untuk menghukum sesama manusia? Bermanfaatkah kekuasaan itu untuk sesama manusia? Berfaedahkah kekuasaan itu untuk kepentingan sesama manusia?    

Fenomena Covid 19 yang kini menjadi pendemi dunia, tak terkecuali di Indonesia menjadi momentum bagi kita sebagai warga bangsa untuk mengeskalasi nilai-nilai kemanusiaan kita dengan prinsip saling menghormati sesama manusia. Tak ada alasan apapun bagi kita untuk memberi stigma kepada orang yang terpapar virus Corona. 

Tak ada dalih apapun bagi kita untuk menganggap corona sebagai aib. Tidak ada. Apalagi menolak manusia yang wafat karena terkena virus Corona. Apalagi ketika kita hidup di negeri yang menjadikan Pancasila sebagai Falsafah hidup kita sebagai bangsa.

Tampaknya sosialisasi hingga ke jantung warga bangsa hingga ke pelosok Desa perlu terus disenandungkan hingga warga bangsa menjadi paham bahwa Corona bukan aib tapi virus berbahaya yang perlu kita waspadai dengan mengikuti anjuran dari Pemerintah sebagai upaya kita memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.

Sebagai bangsa petarung, kita sangat yakin bahwa virus Corona akan mampu kita lawan tanpa harus menumpulkan nilai-nilai kemanusian kita sebagai manusia. Sebagai bangsa besar yang sudah teruji, kita sangat percaya diri akan mampu menang besar melawan penyebaran virus Coronan di Indonesia dengan terus mengasah nilai-nilai kemanusian kita sebagai manusia yang berdiam di Indonesia. (Rusmin)

Toboali, kamis malam, 16 april 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun