Apa kabar, Bangka Selatan? Pertanyaan itu selalu ditanyakan publik terutama disaat Bangka Selatan merayakan Hari Jadinya pada tanggal 27 Januari. Dan setiap 27 Januari pertanyaan itu selalu terulang dan berulang. Semua pertanyaan yang datang dari publik itu adalah bentuk atensi yang serius dari khalayak luas, khususnya bagi warga Bangka Selatan, baik yang berkehidupan di luar Bangka Selatan ataupun yang berdiam diri di Bangka Selatan yang terbentang dari Pulau Pongok hingga ke desa Sebagin.
16 tahun perjalanan Bangka Selatan memang harus terakui penuh dengan onak dan rintangan. Sebuah aksioma yang tak terbantahkan. Sebagaimana perjuangan kawan-kawan Komite Perjuangan Pemuda Toboali (KPPT) menggemakan hingarbingarnya pembentukan Kabupaten Bangka Selatan 16 tahun dulu.
Dan seandainya kita analogikan usia Bangka Selatan sebagaimana usia seorang manusia yang berusia 16 tahun yang sudah menginjak dewasa dan sudah menginjakkan pendidikannya di tingkat SMA, maka tentunya dia memiliki cita-cita selepas duduk di bangku SMA. Apakah nanti akan meneruskan pendidikannya di Perguruan Tinggi dan mengambil jurusan sesuai dengan cita-cita dan keinginannya sebagai manusia yang bermartabat?
Untuk mencapai cita-cita dan keinginan, tentunya sumber daya, terutama sumber daya manusianya. Tanpa ditopang sumber daya manusia yang berkwalitas dan mampu bersaing ditengah persaingan global yang makin menguat, tentunya Bangka selatan hanya akan berjalan terseok-seok. Tanpa didukung sumber daya manusia yang baik, maka Bangka selatan HEBAT sebagaimana tagline Hari Jadi Bangka selatan ke-16, Insya Allah Bangka Selatan akan mampu mensejajarkan dirinya bersama daerah Kabupaten lainnya bukan hanya di Bangka Belitung, namun sejajajr dengan kabupaten lainnya di Indonesia yang sudah berusia sanga tua.
Otonomi daerah pada dasarnya adalah mendekat negara dan daerah terhadap masyarakat melalui perencanaan partisipasif  dan perbaikan pelayanan publik yang bermuara kepada tercapainya kesejahteraan rakyat.Â
Namun untuk mengelola agar Otonomi Daerah tidak salah sasaran dan tujuan demi tercapainya kesejahteraan warga, maka diperlukan dan dibutuhkan aparatur  pemerintah yang Profesional akan bidang tugasnya dan berjiwa pamong Praja yang selalu berpihak kepada kepentingan masyarakat. Dan selalu menjadikan kesejahteraan untuk rakyat sebagai tolak ukur keberhasilan dalam memegang amanah berupa jabatan sebagaimana ide dasar dari otonomi daerah itu sendiri. Â
Wolfgang Meyer dari Jerman menyatakan ada tiga (3) kecenderungan utama (megatrend) dalam reformasi yang berkaitan dengan pengelolaan daerah. Pertama adalah moderenisasi birokrasi agar lebih efisien dan efektif. Kedua meningkatkan kadar demokrasi dalam pemerintah daerah agar segenap persepsi dan aspirasi berbagai pihak, khususnya masyarakat luas dapat terakomodasi. Dan ketiga inovasi dalam kemitraan pemerintah dan swasta.
Sementara itu seorang tokoh perencana  Nathahiel Van Einsiedel mengemukan adanya lima (5) syarat untuk meningkatkan kinerja perencana dan aparat Pemda agar berhasil dalam mengemban tugas.
Syarat pertama adalah kehendak untuk mengubah dan memperbaiki diri. Yang kedua yang bersangkutan mesti jujur dan memiliki kadar integritas yang tinggi terhadap tugas yang diamanahkan pimpinan kepadanya dan tidak tercemari dengan sikap interes pribadi dengan lebih mementingkan kepentingan pribadi, keluarga dan koleganya. Ketiga mesti memiliki komitmen yang tidak mudah luntur. Keempat mengembang budaya yang mendukung kreativitas dengan saling membantu memecahkan masalah dalam satu team kerjasama yang baik serta tidak merasa lebih hebat dan lebih mampu dalam menjalankan tugas. Dan kelima pimpinan yang selalu tanggap terhadap kenyataan dilapangan yang harus ditanggunglangi dengan penuh kearifan dan bijaksana.
Pada sisi lain, untuk menilai kinerja aparatur dan perencana Pemda dalam pengelolaan daerah, koenrad Adeneur Stictung telah menetapkan delapan tolak ukur sebagai parameter keberhasilan.
Pertama adalah akuntabilitas dalam arti bahwa setiap tindakan dan aksi Pemda harus dapat dipertanggungjawabkan dihadapan siapa saja, termasuk masyarakat luas. Kedua sikap tanggap Pemda terhadap masalah-masalah yang dihadapi warga masyarakat atau daerah dapat tertanggunglangi dengan baik. Ketiga inovasi manejemen dalam wujud terobosan-terobosan baru, khusnya yang menyangkut peningkatan pendapatan daerah. Keempat kemitraan swasta dan pemerintah dengan landasan yang saling menguntungkan (mutual benefit). Kelima interaksi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat secara resiprokal, mencegah terjadinya miskominikasi atau salah pengertian. Keenam pengelolaan pemerintah yang didesentralisasikan agar lebih mengakar dan sesuai dengan harapan masyarakat. Ketujuh jejaringan dengan Pemda yang lain, didalam maupun diluar negeri. Misalnya dengan bentuk sister cities atau sister proviences dan kedelapan adalah pengembangan sumber daya manusia sesuai potensi aparatur masing-masing dengan prinsip The right man the right place tanpa harus tercemari dengan sikap kolusi dan nepotisme.