Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Pemanggul Dosa

24 Juli 2016   15:24 Diperbarui: 24 Juli 2016   15:27 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki itu melangkah dengan kaki yang berselimutkan sekaratnya jiwa. Langkahnya sempoyongan. Terkadang kehilangan arah menuju rumahnya. Sementara malam makin menjauh cahayanya. Suara kokok ayam mulai terdengar meriuhkan alam. Beberapakali lelaki itu harus menabrak orang yang mulai membaktikan diri umat Sang Maha Pencipta dengan mendatangi masjid seiring dengan datangnya suara azan subuh yang mengreligiuskan alam.

Dan brakkk. Suara pintu rumah terbuka dengan tendangan kakinya yang makin melemah. Tubuhnya langsung tersungkur diatas kasur tipis yang warnanya sangat bervariasi bak pelangi yang datang disenja hari. Lelaki itu pun terlelap dalam mimpinya yang tak pernah datang menghampirinya. Sebuah angan yang hanya ada dalam angannya semata.

Lelaki itu biasanya terbangun dari mimpinya yang kusut masai ketika orang-orang mulai bergegas ke masjid seiring terdengar suara azan Magrib yang mereligiuskan alam. Kopi kadang tanpa gula menemani awal kehidupannya. Kadang sebatang rokok ikut menemani kopi itu. bahkan terkadang sisa puntung rokok pun menjadi sahabatnya usai bergulat dengan mimpi yang tak pernah ada sebagai sahabat lelapnya.

" Malam sudah tiba kembali," desis dari mulutnya yang beraroma kopi dan sisa-sisa asap rokok. Matanya memandang keseluruh pojok rumah kontrakannya.

Malam ini ternyata lelaki itu ada janji dengan seorang wanita setengah tua yang biasa dipanggilnya Tante. Ya, Tante itu menjadi dekapannya untuk hidup dan bertahan hidup. Hanya Tante itu yang bisa membahagiakan nurani dan jiwanya yang kering kerontang dimakan ganasnya rimba kehidupan yang tak bertuan. Hanya Tante itu yang bisa menyambungkan nyawa hidupnya walaupun dirinya pun harus menyambungkan kehormatan dirinya dengan sangat murah kepada wanita setengah tua itu.

Tante itu bukan hanya memberikan roh dalam hidupnya, namun wanita setengah tua itu telah mengajarkannya dalam kehidupan dosa yang tak bisa ditinggalkannya. Hidup sebatang kara di Kota yang tak bertuan dan tak berkasih sayang, membuat kasih sayang yang diberikan Tante saat suaminya tak memberi air dalam rongga syahwatinya, membuatnya terjerumus dalam hidup berselimutkan dosa.

Perkenalaannya dengan warung minuman klas murah di pemukiman kumuh yang menjadi target operasi pencitraan pemimpin membuatnya semakin jauh dari hidup yang sesungguhnya. Sebuah kehidupan yang sarat dengan ornamen keindahan yang mestinya harus dinikmati dirinya sebagai lelaki muda di sebuah Kota.

Lelaki itu sudah menunggu sekitar setengah jam di sekitar pemukiman yang sepi. Sebuah jalan yang sangat sunyi seharmoni dengan kesunyian hatinya dalam belantara Kota yang tak berperikemanusiaan. Sudah berbulan-bulan areal sunyi itu menjadi tempatnya bertemu dengan wanita setengah tua itu. hanya cahaya syahdu rembulan yang menjadi saksi peretmuan itu. Hanya anjing liar yang berkeliaran mencari mangsanya dilokasi itu yang sering memergokinya. Sebuah tempat yang sunyi. 

Dan sebuah sepeda motor tua pun menghampirinya. Sebuah klakson memberi tanda kepadanya. Usai bertukar posisi, dengan dirinya sebagai pembonceng, motor tua itu pun melaju menembus malam yang gulita hingga akhirnya keduanya pun bersatu dalam sebuah gubuk kecil yang jauh dari penglihatan manusia.

Keduanya asyik memadu kasih bak dua manusia yang sedang kasmaran. Kadang terdengar suara rintihan yang membuat gubug tua itu pun sekan-akan bergerak seiring gerakan keduanya dalam menikmati indahnya malam. Keduanya terus memacu nafsu syahwati sebagai manusia hingga keduanya terlelap dalam satu pelukan dan menebarkan rasa kebahagian yang tak terperikan. Malam pun berlalu dari keduanya. Hanya cahaya kegelapan yang menjadi ornamen gubuk tua itu.

" Terimakasih, anak mudaku. Engkau telah memberikan aku segelas air dalam jiwaku yang kering kerontang," ujar Tante sambil mengelus rambut lelaki itu yang masih terkapar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun