Berziarah ke makam orang tua adalah sesuatu yang wajib dilakukan seorang anak dan menantu. Diawal bulan Syawal ini, saya dan istri pun wajib berziarah kemakam orang tua, walaupun jarak tempuhnya sangat jauh lintas Kabupaten dan harus melewati satu Kotamadya.
Senin pagi lalu, sekitar pukul 08.00 WIB saya bersama istri pun berangkat ke Kota Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung yang jaraknya sekitar 316 Km dari Kota saya Toboali, Bangka Selatan. Dari Toboali menuju Kota Pangkalpinang Ibukota Babel jaraknya sekitar 126 Km. lalu dari Pangkalpinang menuju Kota Mentok jarak yang harus kami lalui sekitar 138 Km dengan waktu tempuh perjalanan yang harus kami jalani sekitar 5 jam perjalanan.
Sepanjang perjalanan dari Kota Toboali hingga Kota Mentok (Bangka Barat), saya melihat begitu banyak poster dan baliho para calon Gubernur Bangka Belitung (Babel) yang mendiorama perjalanan kami. Hampir disetiap Desa yang kami lalui, selalu terpampang poster dan baliho calon kandidat Gubernur dalam bentuk rupa dan ukuran dengan segala taglinenya menjadi penghias mata selama perjalanan.
Poster dan baliho itu pun letaknya di beragam tempat dan lokasi. Ada yang ditengah hutan. Ada yang ditengah perkampungan. bahkan ada yang dilokasi masjid hingga Poskamling. Ada kandidat yang memasang foto bersama istrinya di baliho ataupun poster itu. Ada yang sendirian.
Bila dilihat dari sudut pandang komunikasi, maka apa yang dilakukan oleh para calon dengan memasang baliho atau poster, merupakan bagian dari upaya komunikasi massa, karena menyampaikan pesan kepada publik. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Bittner. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang”. Sedangkan Dominick (1996) mengutarakan bahwa komunikasi massa merupakan sebuah organisasi kompleks yang dengan bantuan dari satu atau lebih mesin membuat dan menyebarkan pesan publik yang ditujukan pada audiens berskala besar serta bersifat heterogen dan tersebar.
Sejatinya pemasaran politik adalah politisasi yang bertindak sebagai penjual dengan menawarkan gagasan, ide-ide kreatif, pemikiran solutif, integritas, loyalitas, kebenaran, kejujuran, keadilan, moralitas, dan konsistensinya berpihak kepada rakyat. Kemudian rakyat yang bertindak sebagai pembeli dengan menggunakan alat bayar suaranya di TPS dalam pilkada.
Saya lantas berpikir alangkah hebatnya para kandidat pemimpin daerah ini yang ikhlas tidur dihutan dalam balihonya dan rela berhujan serta menantang panasnya sinar maahari hingga dalam jangka waktu yang panjang. Dan yang menjadi pertanyaan bodoh saya adalah apakah kalau mareka terpilih apakah mareka siap tidur di rumah masyarakat sebagaimana pemasangan baliho mareka di tengah perkampungan? Apakah mareka kandidat penerima amanah rakyat ini ikhlas tidur dihutan rimba sebagaimana mareka memasangkan baliho mareka dihutan itu? Dan apakah mareka kandidat pemimpin daerah itu punya waktu berkumpul di Poskamling bersama masyarakat sebagaimana baliho yang mareka tempelkan di Poskamling?
Selama perjalanan melihat poster dan baliho para kandidat pemimpin daerah itu saya tidak pernah menemukan adanya tagline dalam baliho atau poster para kandidat Gubernur itu yang menyangkut soal pemberantasan korupsi. Tidak ada sama sekali. Isi tagline itu hanya diksi tentang ucapan selamat Idul Fitri, pembangunan dan yang kalimat-kalimat yang berbau kesuksesan.
Padahal saya sebagai rakyat sangat merindukan adanya tagline dalam baliho atau poster itu berisi kalimat ajakan untuk memberantas korupsi. Bahkan saya amat merindukan adanya kalimat di poster dan baliho itu yang berbunyi kalau saya korupsi, maka saya akan mundur. Atau kalau saya selama setahun tidak bisa melawan korupsi di daerah saya, maka saya akan mundur. Sayangnya saya tidak menemukan kalimat itu dalam poster dan baliho para kandidat gubernur Babel yang akan bertarung dalam Pilkada 2017.
Pada sisi lain, Machiavelli mengingatkan kita semua sebagi rakyat indonesia bahwa setiap penguasa (politisi) harus pintar “hidup dalam kepura-puraan”. Pura-pura empati, bermoral, sopan, santun, bersih, dan berbudi, luhur. Tiba-tiba murah senyum menebar pesona, tiba-tiba berbudi luhur menyapa setiap tetangga. Tiba-tiba empati suka menyumbang. Menyantuni anak yatim piatu dan banyak lagi aksi tiba-tiba yang membuat rakyat terkesemia dan terpesona memandang sosok yang ada dibaliho atau posternya.
Jadi? semua kembali berpulang kepada kita sebagai penguasa negeri ini dan penentu di TPS, apakah kita akan memilih calon pemimpin yang berdasarkan baliho atau poster atau kita punya pilihan lain. Salam Junjung Besaoh...(Rusmin)