Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Benarkah Wartawan Indonesia Belum Menjalankan Standar Kompetensi?

8 Februari 2015   05:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:37 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Gelombang perjalanan dunia pers negeri ini bak air laut. Pasang dan surut sesuai dengan zamannya. Ketika Orde Baru pers mengalami tekanan dalam perjalanannya. Ketika era reformasi lahir pers mengalami kemewahannya dimana kebebasan pers amat terjamin. Namun terlepas apapun riak perjalanan pers negeri ini, fungsi penting pers adalah tetap berpihak kepada rakyat jelata.

Dibalik kemewahan yang kini dimiliki pers, tantangan dan kendala tetap mengintai perjalanan pers dalam memerankan fungsinya. Aksi purba berupa kekerasan yang sering menimpa para wartawan memfaktakan kepada kita bahwa pemahaman elemen bangsa terhadap UU NO 40 tahun 1999 tentang Pers belum optimal dan apresiasi semua pihak terhadap peran dan fungsi Pers belum berjalan sebagaimana amanat UU Pers.

Kondisi ini membuat para pelaku dan penghasil karya intelektual yang bernama wartawan sangat rentan terhadap aksi-aksi purba yang bermuara kepada pelanggaran terhadap UU NO 40 tentang Pers.

Data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebutkan delapan kasus pembunuhan jurnalis itu yang kasusnya tak terselesaikan adalah kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003), Ersa Siregar, jurnalis RCTI di Nangroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006), Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).

Fenomena ini membuktikan bahwa kemerdekaan pers yang merupakan hak azazi bagi setiap warganegara dan salah satu bentuk perwujudan kedaulatan rakyat dan menjadi variabel penting dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat belum optimal dan kerap terlanggarkan. Apalagi dalam UU Pers pasal 4 ayat 2 dengan tegas dan lugas dikatakan bahwa terhadap Pers Nasional tidak dikenakan pensensoran, pemberedelan dan pelarangan penyiaran. Dan bagi mareka yang menghalangi aplikasi dari pasal 4 ayat 2 itu dapat dipidana dan dikenakan denda sebanyak 50 juta sebagaimana yang diatur dalam pasal 18 ayat 1 bab VIII UUD Pers.

Dalam UU Pers diatur hak-hak narasumber dan masyarakat dalam perannya sebagai pengontrol dan pengawas terhadap terciptanya kemerdekaan pers. Dalam pasal 17 ayat 2 Bab VII UU NO 40 dengan tegas dinyatakan bahwa masyarakat dapat memantau dan melaporkan analisa mengenai pelanggaran hukum dan kekeliruan tehnis pemberitaan yang dilakukan pers. Masyarakat juga dapat melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang dilakukan pers dalam pemberitaan sebagaimana yang diatur dalam hak koreksi.Perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat 2 dan 3 tentang hak jawab dan hak koreksi dapat dipidana dengan denda lima ratus juta rupaih sebagaimana yang diatur dalam UU Pers pasal 18 ayat 2

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers yang merupakan sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia, para wartawan juga terikat dengan kode etik jurnalistik. KEJ merupakan standar dan acuan bagi para wartawan dalam menjalankan profesinya dengan tetap menghormati hak azazi manusia.

KEJ merupakan standar moral bagi wartawan dalam melahirkan karya intelektual yang bukan hanya cepat dan akurat namun cepat, akurat, dan tetap berlandaskan kepada penghormatan terhadap hak azazi bagi manusia sehingga integritas dan profesionlitas wartawan dapat ditegak dalam upaya mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari publik sebagai konsumen dan masyarakat.

Pada sisi lain banyaknya aksi purba yang menimpa kaum jurnalis hendaknya menjadikan para jurnalis sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual untuk berbenah dan introspeksi diri. Apalagi dalam peraturan Dewan Pers NO 1 tahun 2010 telah diatur tentang standar kompetensi wartawan sebagai bentuk penilaian terhadap profesionalistas wartawan. Standar kompetensi wartawan yang merupakan keputusan

Dewan Pers untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Standar kompetensi wartawan ini lahir dalam upaya untuk menjaga kehormatan dan martabat profesi wartawan dalam upaya untuk menciptakan karakter wartawan unggulan.

Dalam keputusan Dewan Pers tahun 2010 ditegaskan tentang tujuan standar kompetensi Wartawan Indonesia antara lain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun