Mohon tunggu...
Mimi Kartika
Mimi Kartika Mohon Tunggu... -

Sedang menempuh pendidikan S1 Prodi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Sedang menempuh semester 7 yang mencari tempat magang bidang jurnalistik...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Deden Mulyana: Belajar Memahami Pesan Hidup Melalui Lukisan

26 September 2016   21:00 Diperbarui: 26 September 2016   21:07 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Seni menjadi kegemaran bagi sebagian orang bahkan menjadikan seniman sebagai profesi. Deden Mulyana, sosok laki-laki kelahiran Kota Serang, 4 April 1975 ialah seorang pelukis beraliran naturalis/realis. Bang Deden, begitu beliau akrab disapa telah mengalami hal yang sangat berharga dalam hidupnya. Tak mudah untuk menjadi seorang pelukis seperti sekarang ini. Banyak hal yang harus diperjuangkan, salah satunya restu kedua orang tua. Perlakuan dari orang tua yang sangat tidak menyukai dirinya melukis ditunjukkan mereka dengan membawa hasil lukisan Bang Deden ke luar rumah sampai basah terkena hujan.

Bang Deden pernah mengenyam pendidikan di bangku kuliah namun tidak berada pada jurusan seni murni. Kuliah di Politeknik Institut Tinggi Bandung (ITB), perguruan tinggi ternama di Indonesia tidak lantas membuat Bang Deden merasa nyaman ketika tidak sesuai dengan minatnya. Kemudian Bang Deden memutuskan berhenti kuliah di ITB dan kembali menempuh pendidikan Diploma di Yogyakarta jurusan desain interior. Tetap saja hal itu tidak membuatnya menemukan kecocokan. Meski dirinya menyukai desain interior namun minatnya sejak duduk di bangku sekolah dasar ialah seni murni. Akhirnya tahun 1997 ia memutuskan untuk meninggalkan pendidikan kuliah dan belajar melukis di Sanggar Suwung, Yogyakarta.

Tak mudah Bang Deden untuk belajar melukis di sanggar. Kesulitan menghampirinya karena orang tua tidak menyetujui dia untuk melukis. Walaupun begitu Bang Deden memilih jalannya sendiri untuk menjadi seorang pelukis. Resikonya, orang tua Bang Deden tidak mengirimkan uang untuk kebutuhan sehari-hari seperti biasa.  Oleh sebab itu, Bang Deden rela berpuasa untuk menghemat keuangan . Uang yang seharusnya untuk mengenyangkan perut, ia gunakan untuk membeli peralatan melukis seperti cat dan kanvas.

Tahun 1999, Bang Deden kembali ke Serang, dia berusaha untuk tidak mengeluh di depan orang tua atas keputusannya menjadi seorang pelukis. Bang Deden tetap mencari cara untuk tidak meminta uang jajan kepada orang tua. Dia pernah berjalan kaki kemana ia ingin pergi atau meminta bantuan teman-temannya. Tahun 1999 sampai 2001, Bang Deden dan teman-teman membuka workshop ukir kayu sebagai usaha bisnis. Akhirnya tahun 2006, Bang Deden berhasil mendirikan sanggar seni rupa, Sanggar Embun. Sanggar ini didirikan dengan menggunakan uang miliknya sendiri. Sanggar Embun terletak di Komplek Ciceri Indah Serang, Banten yang membuka berbagai kelas seperti kelas melukis, fotografi, kerajinan tangan hingga toko kesenian.

Sejak itu Bang Deden sering mengikuti pameran hingga ke luar kota diantaranya Jakarta, Yogyakarta, Papua, dan Kupang, NTT. Salah satu pamerannya, ia harus melewati proses seleksi yang sangat ketat yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dibawah Direktorat Jenderal Seni dan Film untuk mewakili Banten. Keseluruhan kegiatan pameran dibiayai oleh negara, Bang Deden dan teman-teman di Sanggar Embun hanya bermodalkan karya lukisannya untuk memenuhi ruang pameran. Berkat mengikuti pameran, Bang Deden berhasil mewujudkan keinginan di masa kecil untuk dapat menginap di hotel. Bahkan bangganya lagi, hal tersebut dbiayai dari pemerintah sebagai fasilitas dan apresiasi kepada seorang pelukis yang mengikuti pameran. Selain pameran yang diselenggarakan oleh pemerintah atau negara, Bang Deden juga sering diundang untuk pameran yang diadakan oleh berbagai galeri di Tanah Air.

Karya lukisan yang pernah dibuat oleh Bang Deden telah banyak terjual, harganya bervariasi. Bahkan karya Bang Deden pernah dibayar hanya dengan gula, kopi, dan rokok. Tak sedikit pula yang terjual dengan harga yang lebih tinggi, di atas 3 juta rupiah. Lalu kehidupannya sebagai pelukis mulai mendapatkan ruang di hati orang tuanya. Sekitar tujuh tahun yang lalu, orang tua Bang Deden merestui dirinya menjadi pelukis. Semuanya berbalik 360 derajat, Bang Deden membuktikan kemampuan dirinya ketika berhasil menunjukkan bahwa sebagai seniman dia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Ibunya menyesali atas sikap melarang terhadap anaknya menjadi seorang pelukis. Bang Deden mengisahkan ketika ibunya menyesali dengan menangis di ruang melukisnya.

Akhirnya setelah kejadian itu, empat tahun berlalu, hubungan Bang Deden dan orang tua terutama ibu semakin dekat. Bang Deden selalu mendapatkan ijin dan doa ketika ingin menyelenggarakan pameran. Bahkan berkat profesinya sebagai pelukis,Bang Deden dapat memberikan apapun yang orang tuanya inginkan. Terkecuali impiannya sendiri yang tidak dapat diwujudkan yaitu memiliki hewan berkaki empat yang tangguh, kuda. Sampai saat ini Bang Deden belum memiliki kuda karena dia menyadari butuh dana yang besar untuk sekadar merawatnya. Bang Deden menyukai kuda karena ia kagum dengan hewan bersepatu tersebut. Hewan yang selalu bermain di film koboy dan suku indian, genre yang digemari pula oleh Bang Deden. Kesukaannya terhadap kuda, ia lampiaskan dengan pernah melukis kuda yang menjadi lukisan paling berkesan yang pernah ia buat. Lukisan berkesan lainnya ialah lukisan orang Baduy, kedua lukisan tersebut sudah ditawar oleh anggota dewan di Lampung. Namun, Bang Deden merasa belum cocok dengan harga yang diajukan calon pembeli atas karya favoritnya.

Bang Deden menjadikan pelukis Basuki Abdullah sebagai pelukis yang menginspirasi dirinya. Pelukis asal Spanyol, Salvador Dali, seorang pelukis besar surealisme juga menjadi pelukis kesukaan Bang Deden. Selain melukis sesuatu tentang alam nyata (nature) dan menampilkan subjek dalam kehidupan sehari-hari, Bang Deden juga melukis potret dan menerima lukisan pesanan wajah seseorang. Lukisan wajah yang paling sulit ialah wajah seorang teman wanitanya yang memilik tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan wajah lainnya yang pernah ia lukiskan.

Bang Deden telah mengalami banyak hal ketika menjadi seorang pelukis. Dukanya, ia sangat kesulitan melukis ketika sedang sakit dan terjadi kehabisan cat yang ia butuhkan. Selain itu, antusias yang sangat rendah masyarakat khususnya di Banten terhadap karya seni lukis. Sukanya, ia telah banyak mengikuti pameran yang dibiayai oleh negara dengan fasilitas yang lebih dari apa yang ia pikirkan selama ini. Ia berpesan untuk masyarakat agar tidak memandang rendah seorang pelukis, tidak semua pelukis itu terlihat berantakan bahkan sebaliknya. Seni lukis menjadi penyeimbang diri terhadap hal-hal positif. Seorang pelukis juga memakai hati ketika sedang melukis sehingga ia seharusnya bersikap lembut, halus, dan tidak berkata kasar.

Sebagai seorang pelukis, Bang Deden belum pernah melukis orang tuanya. Namun hal ini ingin sekali dilakukannya. Bang Deden ingin melukis orang tuanya dengan menggunakan material lukis yang paling bagus. Ia tahu di lubuk hati ibunya ingin sekali dilukis oleh dirinya. Dalam waktu yang dekat ia pasti akan melakukannya entah sebagai hadiah ulang tahun ibunya ataupun hadiah ulang tahun pernikahan orang tuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun