Mohon tunggu...
Hilmi Syafiq
Hilmi Syafiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sarjana Ilmu Politik di Universitas Indonesia

Berminat pada dinamika politik luar negeri, teknologi, transportasi umum, dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Sebuah Ungkapan Keprihatinan Atas Ketidakberpihakan Australia Pada Penderitaan Rakyat Palestina

12 Desember 2024   19:20 Diperbarui: 12 Desember 2024   19:20 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Konflik Palestina-Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade terus menjadi luka mendalam dalam hubungan internasional. Rakyat Palestina adalah yang paling terdampak akibat pendudukan dan blokade yang tak berkesudahan. Sikap dari negara-negara besar, termasuk Australia, tentu memainkan peran penting dalam membentuk opini dan tindakan global. Namun, kebijakan luar negeri Australia terhadap konflik ini acapkali memunculkan kritik tajam karena dianggap tidak memihak pada keadilan dan hak asasi manusia. Banyak yang mempertanyakan tindakan Australia, yang selama ini dikenal menjunjung nilai-nilai demokrasi, tampak abai terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Australia telah lama menjadi sekutu dekat Israel, terutama melalui hubungan perdagangan, keamanan, dan diplomasi. Dalam berbagai forum internasional, termasuk di PBB, Australia kerap memilih untuk mendukung posisi Israel atau mengambil sikap abstain dalam resolusi yang mengecam pelanggaran hak asasi manusia di wilayah pendudukan Palestina. Misalnya yang terbaru pada 2024, Australia abstain dalam resolusi yang menyerukan penghentian aktivitas permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, yang melanggar hukum internasional, dan memicu kritik dari berbagai pihak karena dianggap tidak sesuai dengan komitmen hak asasi manusia universal.

Sikap dari Australia tersebut semakin mengkhawatirkan ketika dibandingkan dengan komitmen Australia terhadap isu-isu hak asasi manusia di negara lain. Pemerintah Australia kerap lantang bersuara terhadap pelanggaran HAM di negara-negara seperti Myanmar atau Afghanistan, tetapi tampak enggan untuk bersikap tegas terhadap Israel. Sikap yang dianggap tidak konsisten dan “cherry-picking” ini memunculkan tuduhan adanya standar ganda dalam kebijakan luar negeri Australia. Hal ini tidak hanya mencederai citra Australia di mata dunia, tetapi juga memperlihatkan kegagalan dalam memprioritaskan prinsip-prinsip keadilan universal. Tidak sedikit masyarakat Australia sendiri yang menunjukkan keprihatinan atas sikap negaranya terhadap Palestina. Kelompok-kelompok pro-kemanusiaan dan organisasi masyarakat sipil aktif menyuarakan pentingnya solidaritas dengan rakyat Palestina. Aksi curah pendapat secara damai dan kampanye yang menyerukan pemerintah Australia untuk mendukung hak rakyat Palestina sering digelar di berbagai kota besar, dan dapat dikatakan bahwa aksi damai curah pendapat yang dilakukan seperti sebuah “tren” di dunia, termasuk di Australia. Gerakan ini menunjukkan bahwa ada suara yang kuat di dalam negeri yang mendesak perubahan kebijakan luar negeri yang lebih berimbang dan berorientasi pada keadilan.

Kendati terdapat pergerakan dari masyarakat dalam upaya mencurahkan pendapat kekontraan terhadap tindakan pemerintah, penulis mengungkapkan keprihatinan mendalam atas upaya pemberangusan aksi curah pendapat secara damai tersebut oleh pemerintah Albanese. Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengkritik protes pro-Palestina yang direncanakan pada 7 Oktober, menyebutnya sebagai aksi "provokatif" dan dapat menambah penderitaan. Polisi New South Wales juga ikut andil dalam usaha melarang acara tersebut dengan dalih keamanan, meskipun mereka juga mengatakan bahwa tetap mendukung hak berkumpul secara damai. Masyarakat yang tergabung dalam Aksi Palestina berusaha menggagalkan upaya pelarangan tersebut, yang demikiannya menegaskan hak mereka untuk melakukan aksi curah pendapat dan menolak upaya politik yang mengalihkan perhatian dari penentangan terhadap kebijakan pemerintah Australia yang mendukung penjajah Zionis. 

Pada November 2024, nampaknya ada angin segar bagi perjuangan masyarakat yang membela kemerdekaan Palestina. Hal demikian dapat dilihat pada perubahan pendekatan kebijakan luar negeri Australia pada konteks konflik di antara Israel-Palestina. Australia baru-baru ini mengubah pendekatannya terhadap konflik Israel-Palestina dengan mendukung resolusi PBB yang menyerukan penyelesaian damai di Palestina. Dukungan ini menandai perubahan penting, karena Australia sebelumnya selalu menolak resolusi serupa di PBB sejak 2001. Keputusan tersebut mencerminkan dorongan untuk membangun perdamaian dan solusi dua negara sebagai cara untuk mengakhiri kekerasan yang berlarut-larut. Menteri Luar Negeri, Penny Wong, menyatakan bahwa perubahan pendekatan tersebut bertujuan untuk menciptakan masa depan yang lebih aman bagi kedua pihak. Perubahan tersebut pada dasarnya telah dimulai pada tahun 2022, yang dapat dikatakan sebagai suatu permulaan dari langkah cukup besar di tahun 2024, yaitu bahwa Australia tidak lagi mengakui Yerusalem sebagai ibukota dari Israel.

Kendati tujuan dari perubahan pandangan terhadap konflik tersebut adalah baik, tentu langkah ini tidak lepas dari kontroversi. Banyak pihak, terutama dari oposisi, yakni Liberal-National serta partai Pauline Hanson's One Nation yang terkenal sangat konservatif, mengkritik kebijakan baru ini dengan dalih bahwa perubahan pendekatan yang dilakukan oleh pemerintahan Albanese dianggap dapat merusak hubungan Australia dengan sekutu utama, yakni Amerika Serikat, yang lebih mendukung Israel dalam konflik ini. Beberapa juga khawatir bahwa langkah ini bisa memperburuk hubungan diplomatik dengan Israel. Namun demikian, pengubahan atas pandangan terhadap konflik Palestina dengan Zionis Israel kiranya perlu untuk dikawal bersama, dengan pertimbangan supaya “itikad baik” dari pemerintah Australia tersebut dapat menjadi realita yang tentunya dapat berdampak baik bagi saudara-saudara kita di Palestina.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun